Dia tedak pernah menyebut namaku. Ah, tersetah saja, tetapi aku senang jika dia datang. Karena dia selalu memberikan terapi2 yang menyenangkan. Aku selalu belajar perlahan, bahwa au sekarang itu, saat itu, sedang cacat.
Seseorang pasca-stroke dengan lumpuh separuh tubuh sebelah kanan, aku baru mersakan seperti ini, bukan?
Perlahan, Dokter Gandhi dan suster2 itu, memberi tahu bgaimana aku harus bersikap. Yang paling dasar.
Tentang, terus berusaha untuk berpikiran positif dan membangun energy positif. Jika aku tidak membangun pikiran positif, sudah kurasakan, bahwa otakku berdenyut kencang. Dan semakin kencang, jika aku memaksan untuk terus berpkir negative.
Tentang, terus berusaha melakukan apapun jika sku kesulitan menelan, misalnya. Suster tadi mengajarkan aku minum air untuk menelan .....
Tentang, terus berusaha agar tangan kiriku mampu untuk "bekerja", karena tangan kananku lumpuh. Pokoknya, bgaimana caranya tangan kiriku bisa "bekerja", karena, untuk masa depanku, tangan kiriku inilah yang aan menopang hidupku .....
Dokter Gandhi dan orang tuaku, terlibat pembicaraan serius, sementara aku tengang untuk menunggu "keajaiban" apalagi yang Tuhan kan berikan untkku.
Begitu Dokter Gandhi keluar setetah menyapa berpamitan kepadaku, aku meminta bapak untuk menghubungi anak2ku lewat h adikku, di Las Vegas. Dengan susah payah, aku mengucapkan permintaanku kepada bapak, untuk itu.
Semula, bapak tidak mengerti apa yang aku minta, tetapi ketika aku menjelaskan dengan tangan kiriku, yang berpura2 memegang telp bapak untuk bicara, bapak mlsi mengerti. Apalagi, waktu aku menyebutkan Dennis dan Michelle, dengan susah payah.....
Sambuang telpon dengan adikku pun terjadi, dan aku tidak sabar untuk bicara dengan anak2ku.
Aku berteriak2 di telpon. Niatku sih, menyebut nama anak2ku yang susah aku katakana. Dan, ketika suaraku keras terdengar di ujung sana, yang ada tawa anak2ku.