Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tersenyum dan Tertawalah kepada Kami untuk Berinteraksi...

30 Mei 2017   12:13 Diperbarui: 30 Mei 2017   12:18 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan ½ perjalanan yang kemudian, aku akan meminta tolong orang lain, untuk menggandengku. Itu yang aku lakukan, ketika aku belajar mandiri. Jika aku merasa belum mampu untuk mencapai titik yang kutuju, ku tidak akan segan untuk meminta bantuan …..

Begitu juga dengagn teman2 kaum disabled ……

Kedua,

Jenis disabilitas itu berlainan. Ada yang bisa tanpa alat bantu, tetapi banyak yang memakai alat bantu. Seperti ‘hearing-aid’ untuk disabilitas rungu, kursi roda untuk disabilitas daksa, atau tongkat untuk disabilitas netra, atau alat2 bantu yang lain.

Bagi kami, sebuah alat bantu kami ini merupakan bagian dari ‘privasi’ kami. Seperi misalnya, ‘hearing-aid’ bagi disabilitas rungu itu terpasang di telinga mereka, dimana telinga mereka adalah bagian privasi mereka.

Begitu juga kursi roda, adalah ‘tubuh’ bagi disabilitas daksa. Dimana ketika masyarkat umum mau membantu untuk mendorong kursi roda mereka, anggap saja kursi roda itu adalah bagian dari tubuh mereka, sehingga memegang kursi roda pun harus berhati2 dan mungkin harus meminta maaf kepada disabilitas daksa, karena itu adalah ‘tubuh’ mereka. Apalagi memindahkan kursi roda itu, walau tujuannya untuk kebaikan ……

Ketiga,

Mungkin tidak ada satupun masyarakat umum mengerti tentang jalan pikiran kami. Contohnya, aku adalah bagian dari kaum disabilitas. Ketika aku ingin melakukan sesuatu dan mungiun memang ‘sesuatu’ ini dianggap ekstrim oleh keluargaku, apalagi oleh orang lain, membuat aku dan keluargaku berdebat panjang. Dan walau ku sudah menjelaskan tujuanku melakukan itu, tetapi keluarga kun pun tidak bisa mengerti, apalagi orang lain.

Perbedaan2 pemikiran antara kami kaum disabilitas dan masyarakat pada umumnya, memberikan batasan2 tersendiri. Bukan untuk sebuah diskriminasi, tetapi tentang sebuah pengertian dan saling menghormati.

Bagi kami sebagai kaum disabilitas, kami ingin masyarakat umumjangan pernah berasumsi. Jangan pernah berpikir bahwa ‘kami tidak mampu’, dan jangan pernah melakukan sesuatu tanpa bertanya kepada kami.Lebih baik bertanya daripada kemungkinan terjadinya kesalahpahaman. Karena kami memang berbeda …..

Berasumsi, walaupun masyarakat umum ingin membantu kita, akan menjadikan kami bingung. Berasumsi adalah berandai2. Jika … jika … jika … dan jika … padahal belum tentau semua asumsi itu benar. Padahal pikiran kami sederhana saja …..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun