By Christie Damayanti
Pendahuluan
Menjadi seorang insan disabled sangat tidak mudah. Aku adalah insan pasca stroke dengan 1/2 tubuh sebelah kanan yang lumpuh, menjadikan aku juga sebagai insan disabled secara fisik. Ya, aku sudah berada didalam sebuah dunia dan komunitas insan disabled, atau 'orang2 cacat', yang mungkin banyak orang berkata,
"Ya, kami memang orang2 cacat atau insan disabled!"
Diantara kamipun mempunyai pro dan kontra.Ada yang pasrah dengan keadaan ke'cacat'an dengan hanya menunggu apa yang mau Tuhan perbuat bagi tubuh mereka, dan tidak mau berusaha untuk 'menyembuhkan' diri sendiri. Ada yang pasrah juga, tetapi putus asa dan depresi sampai beberapa yang aku tahu, mereka 'bunuh diri' dengan hanya berbaring saja, padahal Tuhan mau mereka melakukan sesuatu bagi hidupnya sendiri.
Ada lagi yang marah kepada Tuhan. Tidak percaya bahwa Tuhan memberikan ke'cacat'an kepada mereka, baik dari lahir ataupun setelah dewasa. Mereka sering marah2 dan berteriak2 kepada entah siapa, manifestasi kemarahan mereka kepada Tuhan, ketika orang2 disekelilingnya dirasa tidak mengerti apa yang mereka katakan dan mereka inginkan. Mereka akan gembar gembor bercerita tentang kemarahannya dan menjadi seperti seorang 'post power syndrome'. Lalu mereka terpuruk dengan masa lalu mereka .....
Kebalikannya, ada juga insan disabled yang sangat sadar bahwa keadaannya adalah yang terbaik baginya. Baik disabled sejak kecil karena memang fisiknya bermasalah, atau disabled karena penyakit atau kecelakaan setelah lahir bahkan sudah dewasa, seperti aku.
Ya, aku adalah seorang penyandang disabilitas atau aku menyebutnya sebagai insan disabled, karena stroke, dengan 1/2 tubuh sebelah kanan lumpuh. Dan insan disabled seperti ini, yang sadar dengan keadaannya dan percaya ini adalah yang terbaik baginya, mereka akan terus berjuang untuk semangat bagi masa depannya, walaupun jika Tuhan tetap memberikan cacat tubuh tanpa bisa tersembuhkan .....
 Masih banyak kondisi2 insan disabled yang beraneka ragam. Sangat wajar, jika  insan disabled memanifestasikan dirinya atau mengekspresikan dirinya dengan ‘berbuat yang aneh2’. Baik hanya berteriak2 karena kemarahannya, atau terus menangis sampai depr4si karena tidak bisa berbuat apa2 ( menurutnya ). Tetapi bisa juga, mereka justru terus berusaha untuk ‘menyembuhkan diri’ nya sendiri secara madus, baik fisik ataupun psikologis. Serta berusaha untuk menghimpun energi positif untuk penyembuhan mereka, walau secara medis  mereka sudah divonis sangat buruk.
Seperti aku, sebagai insan pasca stroke berat, secara medis aku sudah di vonis hanya bisa berbaring saja atau paling tidak hanya bisa duduk di kursi roda aja. Tetapi dengan percaya dan berdoa bahwa aku akan bisa lebih baik dan Tuhan benar2 mengasihi kita semua, sekarang aku bisa bangkit, berarya ddan melayani, walau tetap masih terbatas secara fisik .....