By Christie Damayanti
Sangat dasyat keyataan dan keterkaitan antara politik perkotaan dan kesalahan manajemennya. Kebijakkan2 pemerintah atas ibukota Jakarta, yang menyebabkan meningkatnya kriminalits, kerusuhan kemacetan, kemiskinan serta pastinya kesengsaraan warga kota.
Ditambah lagi kesalahan manajemen perkotaan bahkan manajemen negara, ketika arus urbanisasi membengkak sampai sekarang, bahkan semakin besar lagi, padahal arus transmigrasi yang sebenarnya sudah cukup baik di tahun2 yang lalu, semaikn berkurang.
Ada apa sebenarnya?
Kita semua, pemerintah terdahulu (bukan yang sekarang, karena permasalahan ini tidak hanya 1 atau 2 tahun saja, tetapi sudah menumpuk dan mendarah daging) tidak sungguh2 menata kota dengan sistimatik dan tidak mempunyai visi jangkan panjang dan jangka pangjang sekali. Mengapa aku bisa berkata demikian?
Begini :
Aku adalah arsitek dan urban planner dan aku senang mengamati tentang Jakarta. Yang aku tahu dan yang aku amati adalah, pemerinta tidak pernah memakai solusi yang komprehensif. Bahkan untuk desain kota pun terlihat tidak komprehensif. Sehingga, akan terjadi tarik ulur atau bongkar pasang fasilitas2 atau elemen2 perkotaan.
Misalnya tentang penggalian. Bisa dibaca di tulisanku Gali Sana Gali Sini … Memang Mereka Tikus?
Ketika pemerintah mengerjakan gorong2 atau memperbaiki sesuai di bawah tanah, tentu mereka harus menggalinya dan setelah itu menimbunnya lagi. Tetapi yang ada sering terjadi adalah seteah mereka menimbunnya lagi, tidak berapa lama mereka menggalinya lagi! Entah orang2 atau institusi yang sama, atau orang atau institusi yang berbeda. Pokoknya di titik yang baru ditimbunnya, laludigali lagi!
Adalah ketika di sebuah jalan lingkungan, Jalan Saharjo, di pembatas jalan ada bukaan untuk berputar balik. Entah mengapa bukaan ini ditutup tetapi dipindah (dibuka) putaran sekitar beberapa meter di depnnya. Alasannya sih, untuk memnunda kemacetan, karena bukaan sebelumnya itu memang sangat sempit (berada di ‘bottle-neck’ karena dekat dengan pertigaan).
Tetapi aku geleng2 kepala, karena kuberpikir apakah si perencana jalan itu tidak memikirkan dampak ketika memberikan bukan pertama? Mengapa harus ditutup dan membuka bukaan kedua?