Â
By Christie Damayanti
Sudah jam 4 lebih, hujan belum berhenti. Seharusnya kami sudah sampai di Eiffel Tower, walau hanya dengan jalan kaki. Tapi kami 'terpenjara' di kanopi Le Louvre, untuk berteduh. Angin dingin senakin menusuk kulit. Aku bolak balik membetulkan syal ku, fan memasukkannya ke mantelku, untuk sedikit menghangatkanku.Â
Aku heran, kenapa anak2ku tidak kedinginan ya? Dennis hanya memakai kaos hitam tangan pendek dengan celana kain sedengkul, dan dia terlihat sama sekali tidak kedinginan. Michelle jiga mrmakai kaos tangan pendek dan sesekali jaketnya dipakai atau dilepaskan, bukan karena kedinginan tetapi hanya jaket keren untuk bergaya ..... Dan ketika angin dingin berhembus, sepertinya mereka tidak merasakan kedinginan sama sekali .....
Hihi ... ternyata aku sudah tua, ya? Sel2 tubuhku tidak mampu lagi menahan dingin, walau mungkin tidak terlalu dingin. Sadar tentang umurku, aku hanya tersenyum .....
Sudah 1 jam lebih kami berteduh di Le Louvre. Cukup penuh, kami berdesakan dengan wisatawan lain. Mereka datang dan pergi, berhujan2 mereka cuek karena memang hujan lama berhenti. Langitpun semakin gelap ....
Wah .... aku cepat berpikir. Hujan semakin deras dan langit semakin gelap. Jadi aku memutuskan, jika ada jeda hujan, gerimis pun boleh, kami harus bergerak untuk mencari taxi pulang ke hotel
Ketika hujan mereda dan 'shower' membasahi bumi, kami cepat2 berlari dan aku di atas kursi roda, untul mencari taxi, ke arah ‘Palace du Carraousel’, tempat pemberhentian taxi . Tetapi ... astagaaaaaa ...... halte untuk antri taxi antriannya sudah panjang sekali! Belum lagi, sepertinya taxi2 itu memanfaatkan keadaan itu untuk mengambil keuntungan, entah apa. Terlihat beberapa wisatawan 'eyel-eyel'an dengan si pengemudi taksi. Jika si wisatawan marah, si pengemudi taxi 'mengambil' antrian berikutnya, dan si wisatawan hanya terpaku .....
Entah apa yang diributkan mereka, tetapi tebakanku mungkin tepat. Yaitu, si pengemudi tidak mau memakai kartu kredit atau argo nya 'kuda', seperti yang pernah kami alami. Dan si wisatawan tidak mau menerimanya.
Paris memang merupakan kota megapolitan, dimana orang2nya adalah orang2 yang sangat egosentris, walau Paris adalah kota dunia, dan mungkin sebagian besar warga di Paris adalah wisatawan. Beberapa kali aku ke Paris, memang berbeda disbanding dengan kota2 Eropa yang tidak menjadi kota metropolitan, bahkan megapolitan.
Dan Paris terlalu ‘sombong’ untuk melayani wisatawan asing. Mereka yakin, walau meraka sombong dan menyebalkan, wisatawan masih dan pasti berbodong2 ke Paris ….. mereka yakin itu, karena Paris memang ‘kota dunia’ …..
Hmmmm ..... aku harus cepat berpikir. Pertama, antrian sedemikian panjang dan halte untuk antri taxi hanya kecil saja, sehingga jika kita antri dan hujan deras turun lagi, kami akan basah dan mungkin akan sakit. Dan aku tidak mau sakit, karena masih sekitar 2 minggu lagi kami berada di Eropa.
Kedua, jika yang aku prediksi tentang 'eyel-eyelan' antara wisatawan dan pengemudi taxi benar, aku akan terperangkap lagi. Karena cash Euro ku menipis (hanya sekitar 100 Euro saja) dan aku tidak bisa mengambil uang cash walau lewat kartu kredit, yang bermasalah .....
Lihat tulisanku Ketika Mukjizat Tuhan Datang Tepat Pada Waktunya …..
Tidak lama aku memutuskan kembali lagi ke kanopi Le Louvre dan berjalan lewat belakang. Ke daerah perkantoran, yang aku prediksi akan ada cafe atau pembergentian taxi khusus perkantoran. Itu hanya prediksiku, entah apa yang terjadi, tetapi kami bergerak ke belakang Le Louvre.
Di belakang Le Louvre memang area perkantoran. Bangunannya cukup padat sehingga kami bisa berteduh sewaktu2 jika hujan deras turun lagi. Waktu itu, sungguh aku kedinginan. Kulihat anak2ku mereka mulai kedinginan. Dan ketika ada pemberhentian taxi, astagaaaaa ...... lagi2 antriannya sangat panjang, karena waktu itu merupakan jam pulang kantor. Dan aku harus kembali berpikir keras, harus bagaimana, sementara hujan mulai turus lagi, bulan sekedar 'shower' .....
GOD! Apa yang harus aku lakukan?
Â
www.express.co.uk
Cash Euro menipis, dingin sekali dan hujan deras terus mengguyur. Anak2 cape dan kedinginan, dan Dennis tidak membawa celana panjang. Beruntung, kami tadi sempat membeli pullover Paris, sehingga Dennis 'terselamatkan', memakai pullover barunya.
Tiba2 aku melihat sebuah cafe, terlihat mewah, ‘Le Vumoir’. Wah ... paling tidak, mungkin kami bisa menghangatkan tubuh kami, makan soup hangat, sambol menunggu taxi. Kami bergerak kesana. Dan aku melihat, cafe mewah itu ternyata merupakan bagian dari sebuah hotel mewah : "Le Louvre Grand Hotel
Dan ternyata, inilah bagian dari pertolongan Tuhan yang kesekian kalinya, untuk kami selama wisata kami di Paris ….. tunggu cerita selanjutnya, betapa herannya aku dengan luar biasanya Tuhan .....
Sebelumnya :
‘Le Louvre Museum’ : Kolaborasi Klasik dan [Super] ModernÂ
 Sekilas Pandangan Mata Kota Paris
Paris yang Mendung dalam Romantisme …..
Romantisme tentang Paris, Tumbuh dan Berkembang Lewat ‘Jardin Notre-Dame’
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H