Apalagi mulut gang yang menuju bangunan besar tempat Pasar Ikan berada, dipenuhi oleh angkot-angkot atau Metro Mini, sehingga semakin semrawutlah tempat itu, waktu itu!
Bagaimana dengan sekarang?
Keadaan tersebut tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun kami sering ke sana. Bahkan lebih semrawut lagi. Untuk parkir mobil di sana sekarang lebih susah lagi, sehingga menjadikan warga Jakarta yang dulunya senang ke sana seperti keluargaku dulu, menjadi malas dan memilih mencari ikan di pasar modern atau supermarket saja. Kadang-kadang toh harganya tidak terlalu beda jauh, dan ikan-ikan di supermarket juga banyak yang segar-segar bahkan ada juga yang masih hidup.
Pasar Ikan-nya sangat kotor dan jorok. Memang, semua pasar itu kotor dan jorok, lebih-lebih di Jakarta (?), tetapi jika warga yang berjualan di sana tahu tentang kepedulian sosial untuk kebersihan, kenyamanan, dan prioritas bagi pembeli, aku yakin pasar tersebut akan lebih nyaman untuk melakukan transaksi jual-beli. Pedagang-pedagang yang sebagian besar merupakan nelayan-nelayan yang hasil tangkapannya dijual di pasar itu, dengan sembrononya tidak peduli dengan kenyamanan pembeli. Padahal belum tentu pembeli itu yang bisa untuk 'berjorok-jorok ria'. Banyak ibu-ibu (dari dulu) sepulang dari Gereja Minggu siang seperti kami dulu, ke Pasar Ikan untuk benar-benar mencari ikan atau sekedar berjalan-jalan saja.
Ada lagi tentang gang di depan pasar. Jalannya sudah semakin rusak, sepertinya tidak pernah diperbaiki lagi (?). Toko-toko souvenir yang dulunya menjual hasil tangkapan nelayan yang disulap untuk barang cantik dari kerang dan yang lain, sekarang menjadi toko-toko yang menjual tidak jelas. Hanya seperti lingkungan kumuh di perkampungan perkotaan. Sayang sekali.
Jika tahun 1970 sampai 1980-an seperti cerita di atas, alangkah indahnya jika semakin ke sini tempat itu menjadi wisata Dunia Bahari. Dari sejarah kebahariaan Indonesia dan Batavia Tempo Dulu, ada penampungan ikan bagi nelayan-nelayan di sana sampai penampungan untuk hasil tangkapan yang menjadi benda-benda seni, sebenarnya akan membuat Jakarta lebih 'kaya warna' untuk kepariwisataan Indonesia.
Aku pernah tahu, bahwa Jalan Pasar Ikan dan Museum Bahari ada di brosur-brosur untuk 'city tour' bagi wisatawan-wisatawan asing yang ada di sebaran hotel-hotel besar di Jakarta. Tetapi, aku kurang yakin jika wisatawan-wisatawan itu mau masuk ke sana, secara lingkungannya sama sekali tidak ada fasilitas-fasilitas untuk wisata dan keamanan dan kenyamanannya pun sangat tidak memadahi!
Sayang sekali, hidup kebaharian Indonesia dan Batavia yang sebenarnya sudah dikenal mancanegara, terkikis habis hanya dalam waktu kurang dari 100 tahun kemerdekaan kita. Yang tersisa adalah hanya sisa-sisa kejayaan sejarah bahari Indonesia lewat foto-foto tempo dulu. Tidak ada yang tersisa dengan adanya nelayan-nelayan yang aku yakin sebagian besar adalah keturunan 'pahlawan bahari' kita.
Sekarang, masihkah kita tidak peduli?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H