Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wisata Membatik : Seni Tradisional HARUS menjadi 'Heritage' Indonesia

28 Desember 2011   23:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:38 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika semua sudah selesai mendesain batik di kain mori, ibu Ibti dan rekan2nya mulai menyiapkan canting dan lilin / malam, serta tempat duduk bagi masing2. Karena aku belum bisa duduk di 'dingklik' pendek, aku hanya bisa duduk di kursi biasa untuk mulai membatik dengan canting dan lilin. Ibu Ibti mengajari kami semua. Kelihatannya sih mudah, tetapi ternata membatik merupakan pekerjaan yang membutuhkan kesabaran yang luar biasa!

Tangan kirikuku sering tertetes lilin untuk membatik, sedikit panas. Setelah lilin ada di cantingnya dan aku mulai membatik, ternyata lilinnya 'meleber' di kain moriku, bertitik2 ...... uuuhh, sedikit susah untuk mengontrol tangan kiriku Aku perhatikan yang lain, ternyata saa saja, hihihi ..... semua 'meleber' tidak karuan.

"Aahhh, ternyata aku tidak sendirian" .....

Aku membantik dengan tangan kiri, memakai canting, sama sekali tidak gampang …..

Sedikit demi sedikit, sepertinya otakku mulai bisa mengontrol tangan kiriku untuk membatik. Dan ternyata konsep membatik bisa merupakan salah satu terapi otakku dalam pemulihan strokeku. Perlahan namun pasti aku bisa membatik sesuai dengan desainku. Konsentrasiku penuh. Sering otakku membuat aku 'bergoyang' karena terlalu konsentrasi, tetapi kutepiskan 'setan jahat' yang mulai 'menggangguku'. Hmmmmm, sampai akhirnya aku selesai membatik desainku, untuk yang pertama kalinya!

"Siiiippp ..... not bad lah!", begitu pikirku .....

Setelah semua selesai membatik, ibu Ibti mulai membuat campuran warna. Karena kami hanya sekedar ingin tahu tentang membatik, bukan benar2 belajar membatik, ibu Ibti hanya menceritakan bahwa pencampuran warna ini hanya 1 warna saja dan hanya yang memakai warna2 kimia saja, karena jika menggunakan warna alami seperti perendaman kulit kayu dan kulit jeruk, akan memakan waktu sekitar 3 sampai 4 hari ..... Dan anakku meminta warna merah untik batik2 kami .....

Proses pewarnaan, dimulai dengan perendaman kain2 mori kami. Setelah itu, kain2 mori itu dicelupkan ke sebuah ember berisi cairan berwarna kekuningan dan segera dipindah lagi ke ember yang lain dengan cairan berwarna kehijauan dan ... huuppp!!! Warnanya tiba2 berubah menjadi merah ..... dan proses ini diulang sekitar 3x. Batik2 kamu direbus didalam kuali sekitar 100 derajat Celcius beberapa menit untuk menghilankan lilinnya, hanya sebentar saja. Dan setelah itu, batik kami di angin2kan sampai  kering ..... Setelah itu, batik kami sudah bisa dibawa pulang .....

Proses pewarnaan seperti ini dengan bahan kimia, diulang sampai 3x.

Setelah itu, baru batik2 itu diberus untuk menghilangkan lilinnya.

Batik2 yang sudah dingin setelah direbus, lalu diangin2kan. Jangan dijemur supaya kainnya tidak cepat 'bluwek' ( Bahasa apa ini ya? Hihihi ..... )

Konsep 'wisata membatik' ini mulai ada setelah geger meletusnya Merapi. Setelah Merapi meletus, banyak LSM yang dibutuhkan untuk bisa mendukung banyak orang dalam pekerjaan dan masa depannya. Salah satunya adalah membatik ini. Di Yogyakarta, bagi wanita2 atau ibu2, membatik merupakan 'warisan' turun temurun. Sebenarnya sangat mungkin Indonesia mencapai prestasi tertinggi dalam seni tradisional membatik. Tetapi, ternyata Indonesia tidak bisa 'mengayomi' seni tradisional ini dan tidak bisa membuat para 'seniman batik' mendapat penghidupan yang layak, sehingga banyak potensi2 bangsa ini 'melarikan diri' untuk membatik di negeri orang ( lihat tulisanku 'Pembatik' : Apakah Indonesia Akan Kehilangan Banyak Potensi Tradisionil ? ).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun