Mohon tunggu...
christiantowibisono
christiantowibisono Mohon Tunggu... profesional -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Seandainya Saya Lulus Jadi Ketua KPK Jilid 2

12 Oktober 2016   17:13 Diperbarui: 12 Oktober 2016   17:18 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada akhir tahun 2006 saya mengikuti seleksi capim KPK jilid dua atas anjuran dan desakan 3 sahabat karib saya yaitu M Sobary yangmenjadi Ketua Kemitraan yangmembeayai panitia seleksi capim KPK, Teten Masduki CEO ICW dan Nono Makarim yang menjadi bos pertama saya sebagai wartawan harian KAMI yang terbit 1966-1974. Saya menulis buku Jangan Pernah Jadi Malaikat tentang pengalaman melamar dan ikut test. Sejak awal saya sudah menyatakan bahwa upaya itu mengambil resiko kepahitan dan kegetiran. Bahwa seumur hidup saya tidak pernah melamar pekerjaan dan selalu menciptakan pekerjaan.

 Pertama kali menjadi wartawan di Harian KAMI setelah itu menjadi salah satupendiri TEMPO dan kemudianmendirikan PDBI 1980.  Semuanya adalah pekerjaan,hobby, professi yang mendatangi, menghampiri dan menjadikan saya bagian dari institusi itu selama 50tahun. Mendadak pada umur yang sudah 61 tahun pada 2006 itu saya harus melamar pekerjaan dengan resiko ditolah seperti tkw atau tkI yang melamar lowong pekerjaan dan tidak lulus test.

Nono Makarim menyetop argumen saya dengan menyatakan bahwa seandainya dia tidak terkena batas umur, maka dia akan melamar jadi Ketua KPK. Karena batasan usianya 65 tahun sedang Nono memang lebih tua 5 tahun dari saya. Singkat kata saya membuat makalah yang langsung dikonsultasi dengan 3 orang tersebut dan malah Nono bilang akan memeriksa seperti dosen killer kalau tidak bermutu akan ditolak. Ternyata lolos dan lulus dan saya tembus sampai 22 besar. Waktu interview dan ditanya apa yagn akan saya lakukan dalam 100 hari pertama, gebrakan apa, OTT kayak apa yang akan sayalakukan sebagai ketua KPK. Saya bilang saya minta 3 UU ke DPR.

 Pertama Amnesti berpenalti, penyelenggara negara diberi kesempatan mengajukan amnesti atas harta perolehan mereka  dan membayar denda berpenalti. Setelah itu seluruh penyelenggara negara akan dikenakan Pembuktian Terbalik terutama bagi yang tidak melaksanakan Amnesti Berpenlati. Jadi misalnya Gayun Tambunan, gaji nya Rp. 10juta per bulan plus tunjangan macam macam bisa Rp. 15 juta. Nah dia kerja 5 tahun maka dikasih penuh 5x12x 15 juta. = Rp. 900 juta. Nah sisa kekayaan yang men capai milyaran semua disita untuk negara. Sebab berarti seluruh harta itu diperoleh dari tindak pidana korupsi, mengkomersialisasikan jabatan sebagai penyelenggara negara. Nah yang ketiga adalah UU pencegahan konflik kepentingan. 

Setiap penyelenggaranegara mulai dari presiden menteri dan eselon satu harus mengungkapkan harta kekayaan dan transparansi penghasilan, terutama portofolio bisnis yang dimilikinya dibawah pengampuan (trusteeship) lembaga blind trust management. Sehingga tidak terjadi konflik kepentingan antara penguasa dan pengusaha. Sebab akan banyak dwifungsi dimana pengusaha masuk menjadi penguasa negara melalui legislattif, dan eksekutif menteri kabinet. Dwifungsi penguasaha , pengusaha merangkap pengusaha ini rawa konflik kepentingan. 

Panitia dengan sinis menyatakan itu bukan pekerjaan ketua KPK tapi pekerjaan Presiden dan DPR maka saya tidak lulus dan yang terpilih adalah Antasari Azhar. Selajutnya adalah sejarah yang kita ketahui bersama. Sekarang 11 Oktober 2016 Presiden Jokowi meninjau operasi tangkap tangan di Kementerian Perhubungan yang disindir seperti pola Kaskopkamtib Sudomo meluncurkan Operasi anti Pungli disebut Opstib.  Memang menjadi sinisme bahwa yang ditindak adalah gejala mikro tehnis sedang yang diahadapi adalah sistem yang memang memuakkan dan sudah beroperasi sejak 1950an di era demokrasi liberal. Bersambung besok 13 Oktober

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun