ada lelaki bermata cakalang, duduk di emperan pos jaga sabtu sore. ia baru saja diusir angin dan air, setelah tiga dua menit melepas pancing bermata puisi di halaman belalang pengerat daun di senja berlaut violet.
karna kekalahan, di rambutnya bergantung anakanak air, dan dengan sendirinya mereka menetes ke bawah, tepat jatuh di dadanya yang bergelombang, dan dari gelombang itu muncul detak yang memaksa dia memberi luka pada apa yang didapat. tapi detak dari ruang yang sama membuat dia tak bertanya tentang sebidang wajah berlukis mata setangah bulan yang telah menculik umpan di ujung mata pancingnya.
lelaki itu aku tahu dari aliran angin berbau cendana yang keluar dari butiran coklat yang menggantung di lehernya, pada sabtu senja berlaut violet. lelaki yang memanggil dirinya merah.
lelaki yang terpanah diam hanya duduk dengan benangbenang puisi yang siap dimantrai waktu.
#puisimaret4
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H