Mohon tunggu...
christiankurniawijaya
christiankurniawijaya Mohon Tunggu... Lainnya - tidak ada

Geladi Hominisasi Universitas Katolik Parahyangan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemerdekaan, Seni, dan Kebangsaan

22 Agustus 2023   07:10 Diperbarui: 22 Agustus 2023   07:38 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seminar Kebangsaan: Ibu Kota Negara

               Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan merupakan sebuah gagasan ambisius yang berfokus pada perpindahan pusat pemerintahan Indonesia dari Jakarta ke pulau Kalimantan. Gagasan ini bertujuan untuk mengatasi berbagai persoalan yang terkait dengan urbanisasi berlebihan di Ibu Kota Jakarta, seperti kemacetan lalu lintas, banjir, dan tekanan terhadap lingkungan. IKN di Kalimantan direncanakan menjadi pusat administrasi, politik, serta ekonomi yang modern, berkelanjutan, dan inklusif. Dengan perpindahan ini, diharapkan akan tercipta kesempatan untuk mengembangkan wilayah Kalimantan secara merata serta memberikan dampak positif terhadap pembangunan nasional secara keseluruhan. Proses perpindahan IKN juga membuka peluang bagi pengembangan infrastruktur, ekonomi lokal, dan pemajuan teknologi dalam skala yang signifikan.

               Pada tanggal 7 Agustus 2023, MKU Pendidikan Pancasila menggelar kuliah umum dengan tema “Kemerdekaan, Seni, dan Kebangsaan: IKN” bertempatan di Gedung PPAG Selatan Lantai 9 Universitas Katolik Parahyangan pada pukul 15.00-18.00 WIB. Mengundang salah satu narasumber ternama dan berperan besar dalam basic design Pembangunan IKN, yakni Dr. (HC) Nyoman Nuarta sebagai pematung dengan sejuta prestasi dan penghargaan. Didampingi oleh beberapa penanggap terkenal, diantaranya Prof. Dr. I. Bambang Sugiharto selaku Guru Besar Fakultas Filsafat, Prof. Dr. Purnama Salura selaku Guru Besar Prodi Arsitektur, dan Nurul Arifin selaku Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Kuliah umum dibawakan oleh moderator bergengsi, yakni Andreas Doweng Bolo, S.S., M.Hum. selaku penulis dan juga dosen MKU Pendidikan Pancasila.

               Pak Nyoman berpesan bahwa seorang arsitek harus berani dalam memperlihatkan dirinya. Beliau menyampaikan bahwa terdapat unsur nasionalisme dalam membangun IKN. Arsitektur merupakan sebuah lukisan seni yang besar. Pak Nyoman mendesain ikon burung garuda yang sedang mengepakkan sayap sebagai identitas bangsa dan lambang negara. Beliau mengingatkan bahwa harus terdapat potensi pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari pembangunan IKN. Tidak ada hal yang gratis dalam memasuki sebuah seni, karena dalam proses pembuatan karya terkait dengan rasa sehingga tidak mudah untuk menciptakannya. Menurut Soekarno, monumen dan arsitektur menumbuhkan rasa kebanggaan. Monumen yang dibuat memimpin seniman dalam berkarya.

               Pak Nyoman berpendapat bahwa monumen berfungsi dalam merekam serta mengingat ikon sejarah. Beliau memberikan nasihat “Saat ini ujian paling berat adalah jadi diri kita, sulit untuk membuat orisinalitas, kita harus membuat perlambangan (suatu hal identik yang menjadikan ciri khas apa yang membedakan), di media sosial A udah buat, B juga udah buat”. “Penghalang kebebasan adalah ketakutan dan agama yang seharusnya membebaskan, agama menggaris bawahi ketakutan” Bu Nurul menegaskan dalam seminar. Beliau menyampaikan bahwa agama terus menerus menghancurkan. Perang selalu dimulai dari agama, karena paling mudah menjadi alat untuk mobilisasi.

               Dalam kegiatan tersebut, saya berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan salah satu Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan dari MKU Pendidikan Pancasila Kelas EB, bernama Bobby Adli Mario. Menurut dia, seminar kebangsaan dengan mengusung tema “IKN” sangat menarik, karena membuka banyak prospek serta wawasan baru perihal pemindahan IKN ke Kalimantan. Bobby menyampaikan bahwa terdapat unsur politik dan ekonomi yang berpengaruh besar terhadap perwujudan Pembangunan IKN.

Bincang Seni               Dengan gemerlap kreativitas dan warna yang memukau, Universitas Katolik Parahyangan dengan bangga menggelar pameran karya seni rupa yang menghadirkan keindahan dan imajinasi tanpa batas. Pada momen yang penuh antusiasme ini, ruang seni UNPAR menjadi panggung bagi para seniman dan pencipta untuk berbagi ekspresi mereka melalui berbagai medium artistik. Sebagai perpaduan antara inspirasi dan inovasi, pameran ini tidak hanya mencerminkan keragaman budaya dan perspektif, tetapi juga mengajak penikmat seni dalam perjalanan visual yang menggugah rasa dan merangsang pemikiran.

               Pada tanggal 16 Agustus 2023, MKU Pendidikan Pancasila mengundang mahasiswa untuk mengikuti bincang seni rupa dengan tema “Kemerdekaan, Seni, dan Kebangsaan: IKN” bertempatan di Museum Pusat Pembelajaran Arntz Geise pada pukul 15.00-18.00 WIB. Mengundang beberapa seniman terkemuka serta mengambil andil dalam dunia seni rupa, diantaranya Diyanto, Erika Ernawan, Nandanggawe, Louise Henryette, Lena Guslina, dan Setiyono Wibowo. Bincang seni dibawakan oleh moderator bergengsi, yakni Mardohar B. B. Simanjuntak, S.S., M.Si. selaku penulis dan juga dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan.

               Upaya memindahkan realitas ke dalam suatu karya seni rupa. Karya seni lahir dari peristiwa besar. Menurut para seniman, pandemi Covid-19 yang melanda merupakan simbol peringatan dan teguran atas perilaku manusia. Pikiran tidak berubah serta terdapat goncangan ketika seniman tidak mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan hasil karya seninya dalam pameran. Karya seni itu “selesai” saat dipajang pada dinding. Seniman harus mampu menjelaskan gagasan dan latar belakang dari hasil pembuatan gambar. Kita sebagai penikmat seni, cenderung melihat sesuatu berdasarkan (sebatas) pemahaman serta apa yang dipercaya. Oleh karenanya, value (bagus atau indah tidaknya) muncul saat kita memberikan nilai terhadap suatu karya seni rupa.

               Seniman menghadapi tantangan dalam mencoba sesuatu yang baru dan berbeda dengan segala keterbatasan untuk membuat sebuah karya seni rupa. Pelaku seni mengenali diri sendiri melalui hasil karya. Bentuk pengungkapan ekspresi lewat media berupa kanvas. Ketika seniman melukis sebuah karya, dapat dianalogikan sebagai tangan pelaku seni sedang menari pada sebuah kain gambar. Dari proses apresiasi karya, kita dapat mempelajari cabang seni lain. Bu Lena menceritakan bahwa beliau mulai mempelajari seni rupa dengan membeli cat dengan beragam variasi warna. Pak Diyanto menuturkan bahwa beliau mengenal seni rupa ketika menginjak SMP, di mana hasil karya gambar berupa coretan seperti cakar ayam. Beliau juga memberikan referensi kepada kita sebagai pelaku seni agar dapat mengunjungi Kota D. I. Yogyakarta terutama daerah sekitar Malioboro untuk mengkaji keberagaman seni rupa. Beliau menyampaikan bahwasanya bahasa seni membawa analisis dalam merumuskan kehidupan. Perumusan tersebut berpotensi dapat meruntuhkan keyakinan yang dibangun sebelumnya. Sebagai penutup, Pak Diyanto berpesan agar beliau bisa menemukan kalau Tuhan merupakan yang sempurna, dibandingkan diri yang memiliki kekurangan.

               Dalam kegiatan tersebut, saya berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan salah satu Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan dari MKU Pendidikan Pancasila Kelas EB, bernama Ignatius Gabriel. Menurut dia, bincang seni yang digelar pada Museum PPAG sangat memukau, karena terdapat berbagai jenis karya seni rupa dengan beragam media gambar. Ignatius menyampaikan bahwa seniman mencoba suatu hal baru dengan segala keterbatasan yang ada.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun