Korupsi di lapisan atas sering menjadi sorotan publik. Namun, sering kali kita lupa bahwa perilaku tidak jujur di tingkat bawah adalah akar dari masalah yang lebih besar. Sebuah studi dalam jurnal "Social Ethics and Corruption" (2022) menunjukkan bahwa perilaku korupsi tidak hanya terjadi karena faktor struktural, tetapi juga kebiasaan yang dimulai dari tindakan-tindakan kecil yang dianggap remeh. Data ini mengingatkan kita bahwa untuk mengatasi korupsi secara keseluruhan, kita harus memperhatikan perubahan perilaku di semua lapisan masyarakat. Dan jika praktik-praktik kecil seperti "mencuri" di kantin dianggap sepele, maka tindakan besar seperti penyalahgunaan wewenang pun bisa dianggap biasa. Pendidikan anti-korupsi, termasuk melalui kantin kejujuran, seharusnya menjadi pengingat bahwa setiap tindakan, sekecil apa pun, memiliki konsekuensi moral yang besar. Bagaimanapun juga, kita tidak boleh pesimis dalam melawan tindakan korupsi. Mungkin kita telah dikecewakann oleh pejabat publik kita yang hidupnya terlihat sejahtera padahal dari hasil korupsi, namun bukan berarti hal tersebut menjadi alasan diri kita untuk melakukan hal yang sama. Dimanapun kita berada, dewasa ini sudah sepatutnya kita menjunjung integritas. Penulis mendapati sosial media dipenuhi kekecewaan terlebih pasca isu kenaikan PPN 12% yang dirasa tidak berpihak pada masyarakat, walau sebenarnya kenaikan tersebut ditujukan pada barang mewah. Efektivitas kantin kejujuran bergantung pada konteks implementasinya. Dan jika nilai-nilai kejujuran juga diajarkan di rumah dan didukung oleh kebijakan sekolah, kantin ini bisa menjadi alat yang luar biasa dalam membentuk karakter siswa. Tetapi, jika hanya mengandalkan keberadaan kantin tanpa pengawasan dan pendampingan, tujuan utama untuk membangun kejujuran bisa saja tidak tercapai.Â
Jadi, kantin kejujuran itu lebih dari sekadar tempat makan; ini adalah laboratorium pendidikan karakter yang mempraktikkan nilai kejujuran secara nyata. Dengan dukungan penuh dari orang terdekat dan masyarakat baik secara langsung maupun melalui sosial media, konsep ini dapat membantu menciptakan generasi yang lebih jujur dan bertanggung jawab. Selain itu, perluasan konsep ini ke ruang publik dapat menjadi langkah besar dalam membangun budaya kejujuran di masyarakat. Jika korupsi kecil diabaikan, kita hanya menciptakan generasi yang sama dengan pejabat yang kita kritik hari ini. Harapan penulis, siapapun yang akan memimpin negeri ini hendaklah ia terbebas dari korupsi, menegakkan integritas sekaligus memberantas korupsi. Apakah mustahil? Tidak, terdengar klise memang, tapi tentu kita tidak ingin bangsa ini akan habis sumber daya alamnya, gagal dalam memanfaatkan bonus demografi yang ada, tetapi kita bisa melawan dan mewujudkan negara Indonesia maju. Jadi, bagaimana kita bisa mulai dari diri sendiri untuk menciptakan perubahan? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar dan jadilah bagian dari perbaikan nyata ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H