Mohon tunggu...
Christian Oliver Chandra
Christian Oliver Chandra Mohon Tunggu... Lainnya - Murid

Bermain, Membaca, dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sisa Senyum yang Tertinggal (Bagian 1)

23 November 2024   08:10 Diperbarui: 23 November 2024   08:19 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pukul 06.35. Seperti biasa, Milan tiba di sekolahnya. Ia pun masuk ke kelasnya dan duduk. Setelah Milan duduk dia menatap ke arah tempat duduk pojok kiri. Dia sepertinya sedang mengurus hal lain, pasti dengan orang ITU lagi pikir Milan.  Kelas telah mulai dan setelah beberapa menit ada ketukan dari luar. Pintu lalu dibuka dan seorang siswi masuk kedalam kelas.

"Kemana saja kamu Nora? Ini sudah 14 menit loh!" ujar guru dengan tampang marah.

"M- Maaf saya tadi harus melakukan sesuatu..." kata Nora dengan suara yang kecil.

"Ah sudah! Balik ke tempat duduk kamu! saya sudah capek mengurusmu!" hardik guru tersebut yang lalu lanjut dengan membahas materi. 

Nora pun kembali ke tempat duduknya dengan ekspresi muka tanpa emosi. Milan melihatnya terus sampai Nora duduk, lalu balik arah tatapannya ke depan papan tulis. Jam pelajaran selesai dan Milan pun pergi ke kantin untuk membeli roti. Setelah dia membeli roti Ia langsung pergi balik ke kelasnya. Saat dia hampir tiba di depan kelasnya Milan melihat sebuah kegaduhan. Ketika Milan lebih mendekat ternyata siswi tadi yang bernama Nora sedang di bully oleh sekelompok siswa. Lagikah? Mereka tidak bosan apa menyerang seorang gadis yang tidak berkuasa pikir Milan sambil melihat sekelompok siswa yang sedang menertawakan dan mengejek siswi tersebut. 

Lalu ada guru matematika yang lewat dan sekelompok siswa itu langsung balik sebelum gurunya melihat kegaduhan tersebut. Setelah kelompok siswa tersebut meninggalkan tempat siswa lain juga langsung balik ke kelas dengan tersisa Milan, Nora, dan beberapa siswa lain. Milan berhenti sejenak melihat Nora yang berdiri di tempat tidak bergerak dengan kepala yang tunduk ke bawah, Milan melihat tangannya yang masih bergetar ketakutan. Milan menunggu beberapa saat, apakah akan ada orang lain yang ingin membantu Nora. Sebelum akhirnya dia mendekati Nora secara perlahan.

"Hey," ucap Milan.

Nora terkejut dan menjauhi dirinya dari Milan sebelum berkata "Kenapa?" dengan suara ketakutan.

"Nih, roti," ucap Milan sambil menjulurkan tangannya untuk memberi Nora roti yang dia beli.

"Hah?" Nora dengan terkejutnya bahwa ada yang ingin memberi dia sesuatu.

"Kamu belum makan kan pasti, ambil saja," ucap Milan.

"O- Ok... makasih," ucap Nora terus mengambil roti yang Milan kasih.

"Balik ke kelas, jam pelajaran udah mau mulai," ujar Milan mengingatkan Nora bahwa istirahat mau selesai.

"Baiklah," Nora pun balik ke kelas dengan Milan menyusulnya dari belakang.

Mereka kembali ke tempat duduk mereka masing-masing. Kelas sejarah pun telah mulai, pelajaran yang dari dulu kurang diminati oleh Milan karena membosankan. Membosankan sekali, kenapa mereka tidak menghilangkan saja pelajaran ini? Mending aku tidur saja pikir Milan yang lalu mengubah perhatiannya ke arah Nora yang sepertinya masih ketakutan karena tadi. Di saat itu juga Milan merasa sesuatu yang aneh di dadanya melihat Nora yang berdiam dengan kepala terus tunduk kebawah. Haruskah aku peduli dengannya? pikir Milan yang tidak ingin termasuk ke dalam masalah siswi tersebut terlalu dalam. Setelah beberapa menit kemudian guru sejarah yang sudah selesai menjelaskan materinya balik ke arah siswa-siswa.

"Baik, sekarang akan saya berikan tugas yang harus kalian kerjakan secara kelompok dengan satu orang lainnya," kata guru sejarah yang lalu menjelaskan apa saja yang perlu dikerjakan. Yang bener saja! Kenapa harus kerja kelompok sih?! Pikir Milan dengan rasa kesal karena dia tidak pernah suka dengan tugas kelompok.

"Sekarang kalian carilah satu teman untuk kerja kelompok ini," ucapan guru sejarah sebelum kembali duduk di meja guru. Milan pun bingung ingin kerja kelompok dengan siapa karena dia tahu bahwa dia sendiri juga yang akan mengerjakannya. Ia melihat ke arah Nora yang masih saja duduk tanpa kelompok. Milan pun menghela nafasnya, lalu akhirnya berjalan ke tempat Nora.

"Hei, mau satu kelompok tidak?" tanya Milan.

"Apa?" ucap Nora yang lalu menghadap ke atas melihat Milan dengan rasa kebingungan.

"Tugas kelompok mau tidak?" tanya Milan lagi.

"Kamu beneran ingin sekelompok denganku?" tanya Nora balik.

"Kalau kamu gak mau yaudah," jawab Milan.

"Ah! Bukan, saya kaget saja ada yang ingin sekelompok dengan orang seperti aku..." ujar Nora dengan suara yang kecil tanpa percaya diri.

"Baiklah jadi artinya kita sekelompok," kata Milan yang lalu duduk di kursi depan Nora. Milan lalu menjelaskan lagi apa yang harus dikerjakan dan pembagian tugas diantara keduanya. Ini pertama kalinya Milan ingin membagi tugas dalam kerja kelompok setelah sekian lamanya, dia merasa aneh karena tidak terbiasa tetapi membiarkannya. Sementara itu Nora masih kaget bahwa ada yang ingin berkelompok dengannya karena dari dulu dia biasanya bekerja sendiri tanpa kelompok karena terasingkan oleh siswa-siswa lain, tapi dia membiarkannya karena Milan yang tadi memberinya roti sehingga dia ada rasa kepercayaan sedikit. 

"Bagaimana, setuju?" tanya Milan setelah menjelaskan pembagian tugasnya.

"Se- Setuju, akan saya kerjakan langsung," jawab Nora.

"Baiklah aku akan menulis beberapa bagian esainya dulu," ucap balik Milan.

Setelah 45 menit berlewat, jam pelajaran pun akhirnya kelar. Milan yang sudah selesai menulis tiga bagian esainya menghadap ke arah Nora lagi.

"Bagaimana, kamu sudah kelar membuat posternya?" tanya Milan.

"Sudah selesai," jawab Nora menunjukan posternya dan menunggu untuk mendengar pendapat Milan.

"Bagus juga gambar kamu, baiklah nanti aku selesaikan esainya terus pulang sekolah kita kumpulkan tugasnya bareng, kamu tidak apa-apa kan?" ucap Milan yang lalu bertanya untuk memastikan Nora ingin barengan atau tidak.

"Tidak apa-apa kok," jawab Nora dengan suara kecil karena tidak ingin terdengar oleh siswa lain.

"Baiklah," ujar balik Milan lalu balik ke tempat duduknya.

Nora pun saat itu juga langsung menundukkan kepalanya tapi bukan karena rasa takut atau keputusasaan, tetapi karena rasa senang yang dia tidak ingin siswa lain untuk lihat. Nora yang tidak pernah mendapatkan pujian dari siswa lain mendengar ucapan Milan membuatnya sangat senang walaupun kecil tapi itu spesial baginya. Setelah itu Nora terus berdiam di kelas dan memakan roti yang diberikan Milan, ada sensasi baru yang dia tidak pernah kepikiran akan bisa merasakannya. 

Milan sendiri lanjut mengerjakan esainya sehingga bisa selesai hari itu juga, sejenak Ia melihat Nora memakan rotinya yang dia berikan. Melihat itu Milan tidak tahu kenapa tetapi merasa senang dan ada sesuatu yang membara didalamnya, lalu Ia lanjut menulis esainya. Setelah sekolah akhirnya selesai, Nora merapikan barang-barangnya dan berdiri menunggu Milan selesai merapikan mejanya. Setelah beberapa saat tiba-tiba kedengaran suara sekelompok siswa yang sedang berjalan di lorong. Nora yang sudah familiar dengan suara itu langsung mendekati Milan dan bersembunyi di belakangnya sambil menggenggam lengannya Milan. 

"Hah, Ada apa? Kok tiba-tiba," tanya Milan yang kaget dengan Nora tiba-tiba mendekatinya.

"Shhh! Jangan gerak," bisik Nora sambil menunjukkan jarinya ke arah lorong. Milan pun melihat kelompok siswa yang lewat dan sadar maksud dari Nora.

"Kamu beneran mempercayai aku untuk melindungimu?" tanya Milan dengan suara kecil. Nora hesitansi untuk menjawab pertanyaannya lalu menjawab.

"I- Iya... aku mohon," jawabnya dengan suara takut. Milan kaget sedikit dengan jawabannya tetapi wajar saja dia meminta bantuannya supaya tidak kelihatan oleh sekelompok siswa yang sering membully-nya. 

"Baiklah, kalau begitu tenang saja aku akan melindungi kamu," jawab Milan. Nora yang mendengar perkataan itu merasa lega lalu terus bersembunyi di belakang Milan sampai sekelompok siswa itu pergi.

"Mereka sudah tidak ada," ucap Milan setelah melihat mereka pergi.

"Terima kasih..." kata Nora sambil melepaskan lengannya Milan.

"Sudahlah kamu tidak usah tegang begitu... mereka juga sudah pergikan," ujar Milan memastikan Nora untuk tenang.

Nora lalu akhirnya menenangkan dirinya dan saat itu juga dia ingin memastikan sesuatu "Kamu kenapa ingin membantu aku sekarang? Bukannya kamu biasanya juga menyendiri?" tanya Nora. Milan mendengar pertanyaannya Nora tersebut dan sedikit canggung untuk menjawabnya karena memang benar dia biasanya tidak terlalu peduli dengan yang lain. Selain itu juga dia kaget bahwa Nora tahu kalau dia kerjaannya juga menyendiri.

"Ya... apakah saya perlu alasan untuk membantumu dan keluar dari zona nyaman aku? Lagipula kamu sendiri bukan yang mempercayaiku terlebih dahulu," Milan menjawab dengan gestur tubuh menunjukkan bahwa dia sebenarnya tidak ingin menjawab pertanyaan tersebut.

"Aku tahu, tapi Kamu kenapa tiba-tiba peduli dengan aku?" tanya Nora walau dia sendiri juga tidak ingin memberi pertanyaan seperti ini dia ingin memastikan bahwa Milan bukan hanya seseorang yang ingin mempergunakannya lagi.

"Itu... Maaf aku sendiri juga sebenarnya tidak tahu, tapi aku pastikan aku tidak akan melakukan apa-apa ke kamu kalau itu yang kamu takutkan," jawab Milan.

"Janji?" tanya Nora sekali lagi.

"Janji!" jawab Milan. Nora yang telah mendengar semua jawabannya Milan pun merasa senang karena akhirnya dia bisa mulai mempercayai seseorang lagi. Mereka berdua pun akhirnya mulai berjalan ke ruang guru bersama untuk mengumpulkan tugas kelompok mereka. Setelah mereka mengumpulkannya, mereka pun keluar sekolah untuk perjalanan pulang.

"Jadi apakah kita sekarang menjadi teman dekat nih? Padahal belum sehari loh," ucap Milan kepada Nora.

"Kalau kamu maunya begitu aku tidak apa-apa, aku sudah cukup senang bisa mendapatkan seorang teman yang bisa dipercaya," jawab Nora dengan senyuman. Milan yang melihat itu kaget karena dia tidak pernah melihat Nora senyum selama ini, melihatnya dia menjadi ikut tersenyum.

"Baiklah, oh ya kalau boleh tahu kamu rumahnya dimana ya?" tanya Milan.

"Tidak jauh, keluar gerbang sekolah lalu berjalan ke arah kanan sudah sampai kok kenapa?" jawab Nora lalu bertanya mengapa Milan ingin tahu rumahnya.

"Oh arah yang sama dengan aku, kalau begitu kita jalan bareng sampai rumahmu," ucap Milan.

"Hah? Rumah kamu memang dimana?" tanya Nora penasaran.

"Kalau aku jauh sekitar 1.30 jam perjalanan, dari rumah aku biasa pakai kereta terus pakai bus sampai halte di dekat rumahmu sepertinya," jawab Milan. Nora kaget mendengar Milan memerlukan waktu yang lama hanya untuk sampai ke sekolah. Melihat dirinya masih sering telat datang kesekolah walaupun rumahnya sudah dekat. Dalam perjalanan pulang mereka lanjut mengobrol sampai akhirnya di rumah Nora.

"Baiklah ini rumahku, kamu hati-hati ya! Sekali lagi terima kasih banyak dan sampai jumpa besok," ujar Nora ke Milan sambil melambaikan tangan.

"Iya! sama-sama, makasih juga sudah mau menemaniku, sampai jumpa besok!" ucap balik Milan juga melambaikan tangannya.

Hari itu menjadi hari yang sangat berkesan bagi mereka berdua. Nora yang akhirnya merasa ada harapan baru dan mendapatkan seorang teman yang bisa dia percayai setelah sekian lamanya. Milan yang akhirnya keluar dari zona nyamannya dan mendapatkan perasaan simpati untuk ingin membantu seseorang.

Terima Kasih telah membaca bagian pertama dari cerita pendek saya, Sampai jumpa berikutnya! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun