Mohon tunggu...
Christian Natalie
Christian Natalie Mohon Tunggu... wiraswasta -

Mari berkolaborasi dan berjejaring! "Orang Pesimis selalu menjadi bagian dari Masalah, Orang Optimis selalu menjadi bagian dari Solusi!"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Banjir, Bandung dan Manusia

18 April 2010   15:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banjir dan Manusia

Banjir adalah peristiwa tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat (KBBI, 2002). Ketika hujan turun, yang kadang terjadi adalah banjir secara tiba-tiba yang diakibatkan terisinya saluran air kering dengan air, dan cenderung kuantitasnya sangat besar sehingga berlebihan ke luar saluran dan menggenangi tempat-tempat yang tidak seharusnya. Banjir semacam ini disebut banjir bandang. Selanjutnya kita tidak perlu lagi mendefinisikan secara teoritis akan arti banjir tersebut, karena sepertinya kita sering melihat peristiwa tersebut dengan nyata.

Seringkali banjir dikategorikan sebagai bencana akibat peristiwa alam, jauh dari pemikiran banjir diakibatkan oleh kegiatan manusia yang membuat alam menjadi tidak seimbang. Saluran air yang terlalu kecil, bentuknya yang rusak tidak memadai, dipenuhi dengan sampah sehingga tidak mengalir, atau daerah yang memang rendah secara geografis, di bantaran badan air atau sungai, maupun badan air yang sulit mengalir akibat sampah, merupakan perantara potensial datangnya banjir. Bila kita telusuri lebih dalam hal-hal tersebut, pastinya kita tahu bahwa hal tersebut merupakan akibat kegiatan manusia. Banjir merupakan efek dari ketidakseimbangan yang kita buat di alam, di daerah kita –di wilayah kita.

Banjir di Bandung

Banjir yang melanda Kabupaten Bandung, Jawa Barat saat ini merupakan banjir terparah dalam kurun waktu lebih dari 2 dekade setelah banjir besar terjadi tahun 1986. Dari ketinggian permukaan air yang mencapai empat meter, luasan wilayah dan korban banjir mengalami kenaikan beberapa kali lipat akibat curah hujan yang cukup tinggi, kerusakan alam dan letak wilayah yang berada di cekungan Bandung. Ketinggian permukaan air di wilayah Baleendah, Banjaran dan Dayeuhkolot mencapai empat meter hingga menutupi atap rumah warga. Ketinggian air di wilayah Baleendah yang berada di bantaran Sungai Citarum biasanya mencapai dua meter dan terjadi di beberapa desa saja. Warga yang rumahnya berada agak jauh dengan sungai Citarum mengalami genangan air hingga setinggi 1.5 meter sehingga jumlah pemukiman penduduk yang terkena banjir mencapai lebih dari sepuluh ribu unit. (Bupati Bandung, Obar Sobarna, 19/2/2010)

Kelima kecamatan yang dilanda banjir luapan Sungai Citarum dan sejumlah anak sungainya ini adalah Kec. Baleendah, Kec. Dayeuhkolot, Kec. Banjaran, Kec. Ibun, dan Kec. Kertasari.Di Baleendah rumah yang terendam ada di wilayah Kp. Cieunteung, Kel. Baleendah sebanyak 350 unit dan di Kel. Andir rumah yang terendam sekitar 575 unit. Di Kec. Dayeuhkolot, Kab. Bandung, rumah yang terendam banjir di Kel. Pasawahan sebanyak 121 unit, Kel. Dayeuhlokot 1.453 unit, Kel. Cangkuang Kulon 80 unit, dan Kel. Citeureup 480 unit.Selanjutnya di Kec. Banjaran, rumah yang terendam di Desa Banjaran Wetan sebanyak 268 unit dan Desa Tarajusari sebanyak 234 unit. Sedangkan di Kec. Ibun, rumah yang terendam berada di Desa Tanggulun dengan jumlah 200 unit. Sementara 4 desa di Kec. Majalaya, yakni Desa Majalaya, Majasetra, Majakerta, dan Desa Sukamaju, jumlah rumah yang terendam sebanyak 1.480 unit.Para korban yang telah 4 hari terpaksa tinggal di pengungsian mulai terserang penyakit seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), pusing serta gatal gatal. (Antara, 19/2/2010)

Semoga data-data tersebut sudah cukup mendeskripsikan keadaan wilayah yang terkena banjir, sehingga kita tidak berdiam diri lagi tidak mengantisipasinya.

Atasi saluran air

Sementara itu, ratusan warga yang tinggal di Kompleks Bumi Panyileukan dari RW 07 - RW 11, berharap Pemkot Bandung dapat segera mengatasi masalah saluran air yang diduga selama ini menjadi penyebab ternyadinya banjir di kompleks tersebut. Seperti yang diutarakan Dikdik (37), warga Blok L, debit air yang mengalir ke kompleks sangat besar dan tidak sebanding dengan pengeluarannya. Salah satu penyebabnya diduga berasal dari saluran air yang mengalir ke kompleks dan berasal dari gorong-gorong jalan Soekarno-Hatta. "Selain itu juga ada dua sungai yang harus segera dikeruk atau direnovasi oleh Pemerintah Kota Bandung, yaitu sungai Cisalatri dan Cipariuk, karena ketika tadi malam hujan, debit air di kedua sungai itu meluap ke dalam kompleks," katanya.Selama ini dirinya sudah sering menyampaikan keluhannya ke DPRD Kota Bandung khususnya Komisi C tentang masalah banjir di tempat tinggalnya. Namun tidak pernah mendapat respons atau tanggapan. "Sampai detik ini bantuan yang baru diterima warga hanya dari puskesmas yang berada Panyileukan berupa risol, oralit, dan obat-obatan. Sedangkan daerah yang cukup parah terkena banjir, yaitu RW 07, 08, 09, 10, dan RW 11. Sejak awal tahun ini saja sudah enam kali terjadi banjir," katanya.

Solusi Banjir ?

Hingga saat ini sudah cukup banyak respon dan bantuan aktif akan bencana banjir yang terjadi di daerah-daerah tersebut, oleh seluruh kalangan baik personal maupun mengatasnamakan lembaga. Bagaimana peran Pemerintah? Sebaiknya kita berpikiran positif dengan berasumsi mereka sedang merencanakan proyek solusi banjir, namun yang namanya birokrasi memang cukup sulit dan lama. Namun saya pikir itu baru sebatas solusi jangka pendek, diperlukan program-program antisipasi banjir yang lebih mengarah solusi jangka panjang.

Program kegiatan yang terbayang oleh saya adalah kegiatan-kegiatan solusi yang dilakukan oleh masyarakat sendiri, karena kekuatan masyarakat adalah potensi yang masih belum tergali. Kegiatan tersebut mengarah ke penerapan teknologi konservasi air seperti resapan biopori, bioretensi, atau sumur resapan, di titik-titik wilayah sekitar masyarakat tersebut.

Dengan begitu masing-masing warga dapat berkontribusi aktif dalam membuat resapan air di wilayahnya masing-masing, effort yang dikeluarkan pun menjadi lebih ringan karena dilakukan oleh masing-masing masyarakat. Tinggal bagaimana semua masyarakat berinisiatif akan hal itu.

Salam kolaborasi, Tian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun