Mohon tunggu...
Christian Hermawan
Christian Hermawan Mohon Tunggu... -

Lulusan psikologi UI, Marketing researcher, christianhermawan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Genggaman Terakhirmu

30 Mei 2014   03:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:58 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tak tahu sudah berapa lama aku duduk di sini menemanimu tertidur panjang, ya, buatku kau hanya tertidur yang terlalu panjang. Mungkin hanya karena mimpimu indah, maka kau enggan bangun. Pada saat kau masuk sini, dokter mengatakan kau koma, harapan hidupmu 5%. Hahaha, hanya karena aku tak ingin terlalu kasar pada dokter itu, maka aku hanya tersenyum dan bilang terima kasih pada dokter itu, padahal dalam hatiku, aku mengatakan: ANJING KAU DOKTER! KAU PIKIR SIAPA KAU BISA MENENTUKAN HARAPAN HIDUP ISTRIKU?? KAU TUHAN? HAH?? KAU PIKIR ALAT-ALATMU ITU BISA MENENTUKAN BERAPA BESAR HARAPAN HIDUP ORANG? DOKTER KAMPRET! Suatu hari, aku diingatkan oleh suster bahwa besok adalah tahun baru 2003, dan itu berarti kita sudah di sini 2 tahun sayang. Iya, kau dan aku. Kau tidur di sana dengan mimpi yang terlalu indah hingga sayang kalau bangun padahal belum selesai, dan aku di sini menantikanmu bangun dan bercerita tentang mimpimu itu. Aku tak peduli dengan kata teman-teman, keluarga, dan siapapun yang bilang aku gila. Aku tahu kau tidak akan meninggalkanku karena kau telah berjanji. Sore hari di hari yang katanya suster kemarin adalah hari tahun baru 2003, aku selesai mandi. Lalu aku beranjak ke beranda kamar ini. Pemandangan senja dari beranda rumah sakit ini indah sekali sayang. Mimpimu belum selesai ya? Nanti kalau sudah, kita jalan-jalan ke Guangshan, Taiwan untuk melihat matahari terbenam terbaik ya. Tidak usah buru-buru sayang, aku akan selalu di sini menunggu sampai mimpimu selesai. Puas melihat matahari terbenam sore ini, aku kembali kangen dengan mukamu. Tanpa sempat menikmati sempurnanya wajahmu, aku buru-buru menekan alarm darurat untuk memanggil suster dan dokter jaga begitu melihat salah satu grafik yang menunjukkan pacu jantungmu tiba-tiba berhenti. Beberapa suster dan dokter berlarian masuk dan memeriksamu. Alat pacu jantung elektrik segera digunakan dan syukurnya berhasil membuat jantungmu kembali berdetak. Sayang, apa yang terjadi? Kau bikin aku panik setengah mati. Syukurlah jantungmu masih kembali berdetak, tanda harapan masih 100%. Maafkan aku kalau menikmati matahari terbenam tadi sendirian, maafkan aku. Kumohon jangan marah lagi. Aku tak mampu bergerak, berkata, dan berpikir kemudian. Kau membuka matamu!!! Suster dan dokter tadipun masih di ruangan dan segera memeriksa beberapa hal dan mereka bilang keadaanmu cukup stabil. Matamu memang tampak sayu, mungkin terlalu lama tidur, tapi kau stabil sayang. Stabil! Aku tak mampu menyembunyikan rasa haruku di depan semua orang. Semuanyapun memberi selamat kepadaku. Aku berusaha memanggil namamu perlahan dari sampingmu. Dan dengan jelas aku bisa mendengarmu! Kau mampu berbicara denganku.... Ingin rasanya aku memelukmu dan berlari-lari keliling kota saking senangnya, tapi aku tahu bahwa kau harus mengumpulkan tenaga dulu sehabis dari dunia mimpimu. Kau memanggil namaku, memintaku duduk di sampingmu, lalu mengucapkan terima kasih. Aku hanya tersenyum dan membalas, terima kasih juga sudah kembali dari dunia mimpimu. Tanganmu menggenggam pelan tanganku. Aku menggenggammu erat dan menatap wajahmu dengan senyum. Terlalu banyak kata yang ingin kukatakan, tapi saking banyaknya akhirnya aku hanya bisa diam dan tersenyum sambil air mata masih terus menetes dari mataku. Kau juga diam sesaat sambil terus berusaha menggenggam tanganku. Beberapa detik, kemudian kau bilang "Terima kasih sayang. Aku harus pergi, tapi aku mau menepati janjiku untuk menggenggammu saat aku pergi. Genggam terus tanganku sampai aku pergi ya sayang. Ini adalah genggaman terakhirku" Akupun kaget dan menganggap kau hanya ngelindur. Akan tetapi, kemudian kau menutup matamu sambil tetap memberi, genggaman terakhirmu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun