Ya, pemandangan tadi malam (selasa, 30/8/2011) membuat saya berpikir banyak hal. Salah satunya adalah judul ini, matinya hukum Indonesia untuk penegak hukum. Anda mungkin penasaran mengapa saya berani menuliskan ini. Ini realitas yang saya temui dalam 3 peristiwa selama pukul 21.30 - 24.10 WIB.
Kisah ini berawal dari keinginan saya berkunjung ke salah satu rumah sakit di daerah jakarta timur. Saya berangkat dari rumah pukul 21.30. Saat saya sampai di dekat Polres Jakarta Timur. Saya melihat kerumunan orang dan kendaraan di parkir hampir memenuhi ruas jalan di sebelah kiri yang mengarah ke stasiun jatinegara. Ternyata di kerumunan itu, terpampang beragam jenis "mercon" alias "petasan" yang dijual lebih dari 5 pedagang menggunakan gerobak yang cukup besar diantara pedagang lainnya. Kira-kira di tengah kerumunan pedagang terdapat mobil aparat hukum yang terparkir. Saya tidak tahu apa yang terjadi, tapi pedagang dan pembeli "mercon" tidak merasa gusar meskipun ada mobil aparat hukum di sampingnya dan Polres Jakarta Timur berjarak sekitar 200 meter saja. Atau memang yang dijual pedagang kaki lima itu 'kembang api' atau 'mercon' yang sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 2 tahun 2008. Semoga saja...
Itu kejadian pertama yang saya alami hingga judul ini saya tuliskan. Kini saya akan lanjutkan dengan kejadian kedua yang saya alami, tak jauh dari kejadian pertama. Ya, tepatnya di jembatan penyeberangan orang (JPO) pasar jatinegara mester. Meskipun sudah dibangun JPO dengan biaya mahal untuk keselamatan warga saat menyeberang tapi tetap saja ada warga yang nakal. Kenakalan dan kemalasan warga menggunakan JPO sangat membahayakan pengendara dan diri mereka. Apalagi memicu kemacetan di jalur itu. Belum lagi ditambah dengan angkot yang berhenti tanpa mengindahkan rambu-rambu lalu-lintas. Dan yang paling tidak bisa ditolerir adalah ketika ada penegak hukum yang berkendara roda dua tapi kendaraannya tidak dalam kondisi fasilitas yang lengkap. Saat itu saya tidak melihat ada kaca spion di motornya. Hmm.. ini salah siapa. Bagaimana kalau warga biasa yang mengendarai motor itu? Kira-kira kena tilang berapa ya?? Mungkin kompasioner ada yang tahu???
Huhhh... berat memang berbicara tentang hal ini. Tetapi ini sudah membuncah di dalam jiwa untuk segera memberitahukannya kepada dunia bahwa terjadi ketidakadilan penerapan hukum antara warga sipil dan para penegak hukum!!! Juga kepada para pembuat hukum di DPR sana.
Berikut ini kejadian ketiga yang saya alami hingga membuat darah saya mendidih. Ini terjadi pada perjalanan pulang saya ke rumah. Tepatnya di lampu merah menuju GOR (dekat asrama UI), saya melihat pengendara motor berboncengan. Ada sesuatu yang membuat saya gusar. Mereka adalah oknum penegak hukum yang mengendarai motor dengan pakaian seragam dan tidak mengenakan helm. Keduanya, pengendara dan penumpang. Saat itu lampu merah dan mereka menerobos saja tanpa berdosa kalau ada warga sipil yang mengikuti perbuatan tercela mereka. Komplit sudah perbuatan melanggar hukum mereka di saat mereka adalah penegak hukum di negeri ini.
Lengkap sudah penderitaan negeri dan warga negara ini. Para pembuat hukum negeri ini berfoya-foya untuk kepentingan pribadi dan golongannya. Sedangkan para penegak hukumnya ramai-ramai mencederai hukum itu sendiri. Lantas bagaimana dengan masyarakat? Lantas kepada siapa masyarakat bisa melihat hukum itu tegak dengan sebenar-benarnya hukum yang tertulis tanpa ada rekayasa dan pasal karet?? Pantas saja, masyarakatnya sulit diatur. Itu ternyata bawaan dan contoh teladan dari pembuat hukum di DPR yang telah memberikan teladan sangat baik terhadap 'kongkalikong anggaran dan produk hukum', lalu penegak hukum tentang bagaimana 'mengakali aturan yang ada'.
Hmm.. kapan Indonesia bisa nyaman dalam menjalankan 'hukum' yang berlaku tanpa ada yang bisa 'kongkalikong' dan 'mengakali'???????????? Insya Alloh masa itu akan datang... Ya, segera...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H