Mohon tunggu...
Christian Andreas
Christian Andreas Mohon Tunggu... -

Bukan siapa-siapa, terlahir untuk menjadi diri sendiri. Menulis hanya untuk kesenangan. Santai, sederhana, tidak suka yang berlebihan. Benci otoriter, egoisme, kesombongan dan keserahkahan. Alam adalah rumah ku dan Allah adalah Tuhanku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perkampungan Code: Memperingati 12 Tahun Kepergian Romo Mangun, Seorang Tokoh Multi Talenta

23 Februari 2011   13:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:20 2875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun lalu kita dikejudkan dengan meletusnya gunung merapi, yang menelan banyak korban, menimbulkan kerusakan fasilitas fisik dan alam yang cukup luas. Bahkan sampai hari ini, dampak dari kejadian tersebut masih dirasakan oleh penduduk di sekitar bantaran sungai aliran lahar dingin. Salah satu perkampungan yang mendapat dampak langsung adalah “perkambung code”, yang kebetulan terletak disekitar bantaran kali code Yogyakarta.

Perkampungan Code Di kawasan kelurahan Kota Baru, Kecamatan Gondokusuman, kota Yogyakartaini, berada di bawah jembatan Gondolayu dan di samping gedung-gedung besar sebagai simbol respon Jogja terhadap modernitas, berdiri sebuah komplek pemukiman kecil yang eksotik, perkampungan Code namanya. Perkampungan Code telah dikenal sebagai tempat hunian yang nyaman dan asri oleh seluruh masyarakat Jogja. Satu-satunya tempat hunian unik nan artistik yang terletak bukan di kawasan elit, akan tetapi di bantaran sebuah sungai kumuh yang membelah Jogja.

[caption id="attachment_91582" align="alignleft" width="212" caption="Kali Code - Source : Aga Khan Visual Archive, MIT"][/caption]

Perkampungan Code memiliki ciri khas sebagai perkampungan yang berhasil membangun harmoni dengan lingkungan sekitarnya. Rumah-rumah yang berdiri di kawasan ini berderet dengan penataan arsitektural yang bagus, warna-warni yang cerah, lingkungannya tertata dengan baik, menggambarkan perencanaan dan kematangan pengelola dan masyarakatnya.

Melihat kampung Code, seketika kita akan teringat kepada sosok arsitek yang bertanggung jawab penuh terhadap keberedaan dan kenyamanan pemukiman ini, yakni Yusup Bilyarta Mangunwijaya atau yang dikenal dengan sebuatan Romo Mangun. Dialah orang perancang pertama perkampungan ini pada tahun 1984 silam, saat penduduk di sekitar sungai harus menerima kenyataan menghadapi ancaman penggusuran dari pihak pemerintah kota Yogyakarta karena dianggap mengganngu pemandangan.

[caption id="attachment_91581" align="alignright" width="253" caption="Yusuf Bilyarta Mangunwijaya"]

12984646491227013235
12984646491227013235
[/caption]

Dengan masyarakat Kali Code, Yusup Bilyarta Mangunwijaya atau YB. Mangun Wijaya merupakan dua anasir yang tidak dapat dipisahkan. Peradaban Kali Code seperti yang ada sekarang adalah hasil jerih payahnya. Laki-laki kelahiran Ambarawa itu bahkan mempunyai rumah dan tinggal di kawasan miskin kota tersebut. Ketimbang pemerintah kota yang justru memiliki catatan sejarah pahit dengan komonitas Kali Code, Romo Mangun jelas mempunyai tempat tersendiri dalam masyarakat dan jauh lebih dihormati.

Tanggal 10 Februari 2011 ini merupakan tahun ke 12 kematian Romo Mangun. Momentum ini tentu dimanfaatkan oleh masyarakat Kali Code sebagai momentum mengenang kembali kematian sang Romo. Biasanya diakukan dengan menyelenggarakan semacam atraksi budaya atau pagelaran kesenian di tingkat warga untuk menandai peringatan hari kematian seorang yang sangat penting bagi warga kawasan Kali Code tersebut.

Peradaban Kecil di Pinggir Sungai

Pada mulanya, pemukiman Kali Code sendiri tidak pernah menjadi hunian yang mengundang perhatian sebagaimana realita sekarang. Dulu tanah di bawah jembatan Gondolayu ini tidak bertuan. Masyarakat urban yang belum mempunyai tempat hunian kemudian memanfaatkannya sebagai tempat tinggal dengan bangunan seadannya. Orang sering menyebutnya sebagai masyarakat pinggir kali, yang disingkat menjadi Girli.

Kondisi struktur dan infrastruktur sosial komonitas Girli sangat mengenaskan, terlebih londisi perekonomian mereka yang merupakan penyebab dari sekian ironi masyarakit miskin kota. Dengan bangunan yang terbuat dari kardus dan triplek, rumah Girli amat rentan terhadap banjir yang bisa mengancam tiap musim hujan datang. Tapi apa boleh buat, tanpa pilihan mereka tetap menjadikan kawasan kumuh tersebut sebagai tempat hunian setelah mereka lelah bekerja seharian. Kondisi moral akibat keterdesakan ekonomi juga tak kalah mengenaskan. Beberapa warga kampung Girli Code itu berprofesi mulai dari penjual koran, pengamen, atau penarik becak. Bahkan menjadi perampok dan pelacur merupakan pilihan yang mereka jalani demi menyambung hidup. Di bawah dekade 80-an kondisi masyarakat Kali Code sama sekali bukan daya tarik. Jangankan bisa dibanggakan, bertahan dari penggusuran saja merupakan prestasi yang menggembirakan bagi mereka.

Pada mulanya, pemukiman Kali Code sendiri tidak pernah menjadi hunian yang mengundang perhatian sebagaimana realita sekarang. Dulu tanah di bawah jembatan Gondolayu ini tidak bertuan. Masyarakat urban yang belum mempunyai tempat hunian kemudian memanfaatkannya sebagai tempat tinggal dengan bangunan seadannya. Orang sering menyebutnya sebagai masyarakat pinggir kali, yang disingkat menjadi Girli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun