[© Achim Baqué | Dreamstime Stock Photos]Jepang, negara yang sudah tidak asing lagi di telinga orang Indonesia, dikagumi oleh banyak orang termasuk negara Amerika Serikat dikarenakan kehebatan mereka dalam hal pelayanan jasa, teknologi robot, mobil, kereta api, dan masih banyak lagi. Negara Jepang menjadi negara maju dikarenakan mereka tidak mempunyai sumber daya alam yang cukup. Dikarenakan itu mereka harus berpikir ekstra keras untuk bisa survive di lingkungan seperti itu. Seperti dikutip dari seorang penulis yang dikenal dengan Black Swan, Nassim Nicholas Taleb:
"Singapore has had advantages from the fact that it had no resources... Having had difficulties makes you richer. There is something called the curse of having resources. ..."
Begitu juga dengan negara tetangga kita, Singapura menjadi negara maju karena mereka merupakan negera kecil yang setelah gagal bergabung dengan Malaysia harus berpikir super ekstra keras untuk bisa bertahan hidup dikarenakan tidak adanya sumber daya alam (SDA) seperti yang ada di Indonesia. Inilah salah satu alasan kenapa negara Indonesia tidak maju dikarenakan kita memiliki SDA yang berlimpah dan akhirnya dimanfaatkan oleh negara asing. Ini yang disebut oleh Nassim the curse of having resources.
Terlepas dari itu semua, negara Jepang memang patut dijadikan contoh untuk Indonesia, tetapi kita harus berhati-hati ketika memuji negara Jepang. Memang boleh kita memuja negara Jepang berkat kriminalitas yang sangat rendah, shinkansen tercepat di dunia, mobil mereka yang mendunia, teknologi robot, toilet tercanggih di dunia, anime dan manga yang merajarela hampir di semua negara, dan masih banyak lagi.
Tetapi, dibalik kehebatan negeri Sakura ini menyimpan segudang permasalahan baru yang tidak banyak diketahui oleh khalayak ramai di luar Jepang. Contoh sederhananya: negara Jepang dikenal sebagai negara yang homogenous. Ini merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah Jepang untuk menyelaraskan perbedaan yang diajarkan pada saat anak masih muda (TK atau SD). Langkah ini menjadi bumerang bagi negara Jepang sendiri, angka bunuh diri yang sangat tinggi. Salah satu alasan kenapa angka bunuh diri tinggi di Jepang ialah perbedaan itu bisa meningkatkan tekanan dalam batin seseorang. Tentunya itu cuma satu alasan, tidak cukup untuk menjelaskan kerumitan persoalan sosial ini.
Mentalitas orang Jepang yang selalu mengutamakan pendidikan sebagai kunci sukses dan kunci kebahagiaan di kehidupan membuat banyak anak muda di Jepang stress dan menyumbang angka bunuh diri. Ini menyebabkan banyak orang tua memulai pendidikan anak mereka sejak usia dini. Orang tua seperti ini juga dikenal dengan sebutan kyoiku mama. Dari kecil anak-anak diharuskan untuk belajar supaya bisa masuk ke sekolah dasar swasta terkenal, dengan demikian mereka bakal mempunyai peluang untuk masuk ke universitas yang bagus. Sering kali sekolah dasar swasta yang terkenal merupakan afiliasi dari universitas di Jepang. Ini bisa ditonton di televisi drama Jepang Mother Game, I'm Home, atau Kazoku Game.
Angka kelahiran di Jepang yang bermasalah dikarenakan oleh rendahnya birth rate di Jepang. Orang yang berusia lebih dari 65 tahun diprediksi bakal meningkat lagi. Kecanggihan teknologi dalam dunia medis membuat orang mampu bertahan hidup lebih lama, tetapi ini menyimpan suatu permasalahan karena sistem kesejahteraan di Jepang dimana orang pensiunan dibayari oleh pemerintah dengan pajak dari orang yang masih bekerja. Persoalan lainnya oleh karena menurunnya jumlah bayi di Jepang ialah ekonomi yang menurun karena jumlah orang yang produktif bekerja berkurang.Â
Bahasa Inggris merupakan persoalan yang ramai diperbincangkan oleh media di Jepang, dikarenakan orang Jepang pada umumnya tidak bisa berbahasa Inggris. Banyak kritikan dilontarkan kepada pemerintahan Jepang oleh orang luar negeri karena sistem pendidikan di Jepang yang mementingkan grammar dan memorisation (hafalan)Â untuk ujian masuk universitas di Jepang. Disana sendiri, orang Jepang yang bisa berbahasa Inggris dianggap keren. Yang menjadi pertanyaan ialah pemerintah Jepang terlalu fokus untuk meningkatkan bahasa Inggris penduduknya, dan bahasa asing itu dianggap hanya bahasa Inggris belaka. Bagaimana kalau Jepang fokus dengan bahasa negara tetangga mereka yang ekonominya sudah mulai catch-up (mengejar) negara Jepang? Sudah banyak turis dari negara China, tetapi masih banyak toko-toko di Jepang tidak bisa berbahasa Mandarin.
Saya sudah mengulas sedikit tentang isu sosial di Jepang, diantarnya: sistem pendidikan yang mengutamakan homogenous, equality atau persamaan, mentalitas orang Jepang yang mengedepankan pendidikan sebagai syarat seseorang bahagia dan sukses, angka kelahiran yang memprihatinkan (sebenarnya ini bukan hanya terjadi di Jepang tetapi juga di negara maju lainnya), bahasa Inggris sebagai satu-satunya bahasa asing yang menjadi prioritas pemerintahan Jepang. Mudah-mudahan pembaca bisa menambah sedikit pengetahuan baru tentang Jepang.
Satu lagi yang menurut opini saya sangat menarik: keberadaan vending machine, robot, komputer yang sudah mulai menggantikan pekerjaan manusia, transportasi yang sangat efisien. Apakah itu merupakan sesuatu yang bagus? Apakah Indonesia perlu menjadi seperti negara Jepang?