Mohon tunggu...
Christaniah
Christaniah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi

Mari berbagi ilmu untuk membuat dunia menjadi lebih indah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Setiap Warga Negara Indonesia Harus Beragama?

7 November 2021   06:54 Diperbarui: 7 November 2021   07:15 8029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua tahu negara Republik Indonesia bukan suatu negara agama. Dan kita juga tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang menegakkan HAM (Hak Asasi Manusia). Salah satu hak asasi manusia adalah hak bebas untuk memilih dan meyakini agama, adat istiadat, kepercayaan, dan sebagainya. Lantas, mengapa dalam landasan hukum Indonesia yakni UUD 1945 tidak tercantumkan kebebasan bagi seseorang untuk tidak memeluk agama? Lalu, hanya memuat pasal 28E ayat (1) tentang kebebasan setiap orang memeluk agama. Seolah semua warga negara Indonesia harus memeluk agama tanpa terkecuali.

Jawaban daripada pertanyaan tersebut, yaitu karena ideologi yang dianut oleh negara Indonesia adalah ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila merupakan gagasan negara yang diterapkan sebagai pedoman masyarakat Indonesia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dengan berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Pada konteks ini erat kaitannya dengan sila ke-1 Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Makna sila ke-1 Pancasila, yaitu segenap bangsa Indonesia bebas menganut agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, menjalankan kehidupan selaras antar sesama manusia Indonesia, antar bangsa, juga antar sesama makhluk ciptaan Tuhan. Sehingga, dapat dikatakan nilai sila Pancasila ke-1 memang mendorong setiap warga negara Indonesia untuk memeluk agama.

Hal ini pun selaras dengan realita yang telah terjadi di masyarakat selama ini. Segala administrasi pembuatan KTP, buku nikah, akte lahir, juga pendaftaran anak sekolah perlu tercatumkan agama yang dianut. Kenyataan masyarakat yang tidak beragama menjadi kesulitan saat mendaftarkan penikahannya, membuat KTP (Kartu Tanda Penduduk), maupun mengurus pendaftaran anak sekolah. Sehingga, dapat kita lihat bagaimana negara Indonesia betul-betul mengimplementasikan nilai cerminan sila ke-1 Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai negara yang berlandasan hukum UUD 1945, Indonesia juga telah merekontruksikan Pasal 28E ayat (1), yang berbunyi “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”. Bentuk rekonstruksinya terlihat melalui adanya kebebasan bagi setiap orang untuk memeluk satu agama di antara agama-agama yang telah diakui negara, seperti: agama Islam, Buddha, Katolik, Kristen, Konghucu, dan Hindu.

Walau telah diberikan kebebasan memeluk agama, tapi ternyata masih ada masyarakat yang tidak menggunakan hak tersebut dan tidak jarang pula ada yang menyalahgunakannya. Sebagai contoh, seseorang memeluk agama dikarenakan adanya keharusan meneruskan background agama yang telah diikuti turun-temurun oleh keluarga. Sebagian orang lainnya memeluk agama karena adanya rasa soladaritas yang tinggi terhadap teman, pasangan, tetangga, dan lain-lain. Ada pula beberapa orang diketahui memutuskan beragama demi keperluan administrasi pembuatan KTP, buku nikah, dan KK semata saja. Lalu, ironisnya ada segelintir orang menggunakan agama sebagai alat politik dengan tujuan memperoleh kekuasaan, kekuatan dukungan, dan/atau kekayaan pribadi.

Fenomena masyarakat tidak menggunakan haknya dalam memeluk agama atau malah menyalahgunakan, sebetulnya dapat memunculkan dampak negatif baik bagi si individu tersebut maupun kelompok masyarakat secara luas. Dampak negatif dari masyarakat tidak menggunakan hak kebebasan beragamanya, yakni kurang adanya komitmen diri untuk beribadah, minimnya motivasi beribadah atas kemauan sendiri, serta jadi mudah terpengaruh perkataan orang yang mengatasnamakan agama. Dampak negatif adanya penyalahgunaan agama sebagai alat politik dapat menyebabkan terjadinya perpecahan persatuan di masyarakat, mendorong terbentuknya kubu-kubu agama dalam masyarakat, serta mampu memudarkan toleransi antar umat beragama.

Banyaknya dampak negatif yang dipaparkan di atas diharapkan mampu menyadarkan kita agar memeluk agama sesuai dengan kenyaman dan kemauan diri pribadi. Bukan karena adanya keharusan dari pihak lain, rasa solidaritas, atau pun demi meraup keuntungan pribadi. Upaya untuk meningkatkan kesadaran tersebut kita dapat memulainya dengan bertanya kepada diri sendiri, mengapa diri kita memilih untuk menganut agama yang sekarang sedang dianut? Terlebih dahulu kita harus tahu dengan jelas alasan dibalik kita memilih menganut agama yang kita anut. Hal ini guna membantu meminimalisir munculnya dampak-dampak negatif semacam yang tertera di atas, seperti: rendahnya komitmen diri untuk menjalankan ibadah, minimnya motivasi menjalankan ibadah sendiri, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil kajian survei laporan “The Global God Devide” dari Pew Research Center (2020), diketahui Indonesia bersama dengan negara Filipina menempati posisi puncak sebagai negara paling religius. Meskipun demikian, tetapi kita tetap harus meningkatkan kereligiusitas diri kita atas dasar kesadaran penuh, mengapa kita memeluk dan menjalankan ibadah agama yang kita anut? Berdasarkan hasil data The 2020 Legatum Institueˊs Prosperity Index diketahui Indonesia berada di peringkat ke-57 sebagai negara bertoleransi. Berada di posisi peringkat ke-57 menunjukkan bahwa negara Indonesia masih perlu meningkatkan upaya agar bisa mencapai posisi sebagai negara yang sangat bertoleran. Jadi, selain kita perlu sadar alasan kita memilih dan memeluk agama tertentu, penting pula kita menerapkan toleransi antar umat beragama. Sebab, hidup saling berdampingan di tengah-tengah adanya keberagaman agama dalam suatu negara tidak mudah. Toleransi dapat membantu meminimalisir terjadinya perpecahan persatuan masyarakat, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang tentram.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun