Sebelum menyebarluaskan suatu informasi, kita berkewajiban untuk membacanya sampai habis terlebih dahulu dan mencari tahu darimana informasi tersebut berasal karena banyak orang-orang yang hanya membaca judul lalu menyebarluaskannya di grup keluarga, snapgram-nya, dan media sosial lainnya.Â
Bila kita melakukan hal itu, tentunya informasi tidak benar yang kita bagikan akan dilihat oleh orang lain dan ikut disebarluaskan sehingga dapat menimbulkan keresahan atau bahkan kebencian dari masyarakat.
Kedua, kita tidak boleh terpancing dengan judul yang provokatif karena belum tentu isi berita tersebut sama seperti judul yang ada. Bisa saja berita tersebut hanya terdiri dari judul saja dan tidak memiliki isi yang valid.
Ketiga, kita perlu mengamati alamat situs yang tercantum pada suatu informasi. Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs Indonesia yang mengklaim dirinya sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, situs yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi jumlahnya tidak mencapai 300 situs. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang harus kita waspadai.
Keempat, kita harus memperhatikan foto yang ada karena ada banyak foto yang diedit sedemikian rupa untuk memprovokasi pembaca atau digunakan sebagai clickbait. Bukan hanya konten foto yang dapat dimanipulasi, konten berupa teks, suara, bahkan video juga dapat dimanipulasi menggunakan teknologi yang ada.Â
Lalu bagaimana kita dapat mengetahui keaslian foto? Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-dropke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan dengan foto yang kita masukan.
Kelima, kita harus mulai mengedukasi anak-anak untuk menggunakan media digital secara bijak. Untuk menghindari adanya cyber bullying, kita dapat mengajarkan mereka hal-hal apa yang dapat mereka katakan dan yang tidak boleh mereka katakan kepada orang lain di sosial media.Â
Kita juga harus mengajarkan mereka bila beberapa hal akan membuat orang lain merasa sedih bahkan depresi, kita juga dapat meminta mereka untuk membayangkan jika hal itu terjadi kepada mereka sehingga mereka akan lebih paham untuk menghargai orang lain dalam menggunakan media digital. Ada baiknya bila kita juga mengedukasi anak-anak dan remaja bahwa cyber bullying dan hate speech dapat dijerat dengan UU ITE.
Keenam, bila kita melihat suatu informasi yang disebarluaskan merupakan berita bohong kita harus memberitahukannya. Misal, orang tua kita menyebarkan berita hoax di grup whatsapp keluarga, maka itu merupakan kewajiban kita sebagai pengguna media digital untuk memberitahu bahwa berita yang disebarkan tersebut merupakan berita hoax.Â
Tak hanya untuk mengedukasi masyarakat lainnya, hal itu juga penting agar penyebar berita dapat menghapus berita tersebut sehingga tidak terjerat dengan KUHP, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial. Selain itu, bila berita-berita itu menimbulkan kebencian, permusuhan, dan mengakibatkan ketidakharmonisan di tengah masyarakat. Maka dapat dikenakan sanksi yaitu hukuman (pidana penjara) selama enam tahun atau denda sebesar Rp 1 miliar.Â
Dengan adanya literasi media digital tentunya masyarakat akan memeliki pengetahuan mengenai hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan di media digital sehingga hal-hal yang menyimpang dapat dihindari dan masyarakat Indonesia pun akan menjadi lebih baik lagi dalam menggunakan media digital.