Ternyata bangunan dari GKJW Gubeng ini telah berdiri lebih dari delapan puluh delapan tahun amanya. Gereja ini juga memiliki keunikan yaitu memiliki tulisan aksara jawa diatas pintu gerbang gereja tersebut untuk memperkuat rasa Jawi Wetan, gereja ini ber-alamatkan di Jl. Prof. Dr. Moestopo 25-27, Surabaya. Gereja ini juga masih memiliki sentuhan arsitektur Kolonial Belanda yang kuat.
     Pioner GKJW yang berada di Gubeng ini ialah seorang Jerman yang berprofesi sebagai tukang arloji di daerah Peneleh, Surabaya. Tokoh tersebut bernama Johanes J. Emde yang dilahirkan pada 18 Desember 1774. Salah satu ciri yang menunjukkan dari Kolonial Belanda adalah gereja ini berdiri di atas tanah yang luas dengan dikelilingi taman-taman kecil di setiap samping bangunan, kebun-kebun yang mengelilingi bangunan gereja, terdapat batu alam yang menempel di setiap dinding luar gereja. Pada bagian atap menggunakan atap pelana yang merupakan pengaruh perkembangan arsitek pada tahun 1920an (Atap pelana dapat diartikan sebagai simbol Trinitas dan simbol GKJW).
     Sangat disayangkan karena adanya pandemi Covid-19 ini, Gereja GKJW ini sempat tidak aktif dan mengakibatkan beberapa kerusakan pada interiornya, seperti terjadinya rembesan air hujan pada dinding dan terjadi lumut. Tetapi pada interior bangunan tetap mempertahankan keasliannya yang dulu, seperti yang ada pada jendela mati yang terpengaruh dari gaya arsitektur modern pada tahun1900an.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H