Terus terang, Saya selama ini “kurang berminat” untuk terus memantau perkembangan sepak bola nasional kita, apalagi menghapalkan jadwal-jadwal perhelatanya. Mungkin, karena sampai sekarang prestasi sepak bola tanah air belum sampai pada taraf mendunia. Sehingga jujur saja, belum pernah sempat menjadikannya “idola”. Jadi, taraf “menghibur”nya memang belum masuk ke dalam rasa. Berbeda dengan tim-tim nasional tingkat dunia yang membuat saya otomatis ingin mengingat jadwal pertandingan saat Piala Dunia digelar. Bagi saya, seperti olah raga lain yang saya gemari, sepak bola selalu saya pandang dari sisi menghiburnya. Kalau menghibur ya saya pantau hingga mungkin levelnya menjadi fans karena fanatik, kalau tak menghibur ya sambil lewat saja.
Tak terkecuali Timnas sepak bola kita. Kedudukannya di hati masih “sambil lalu” saja. Sambil lalu, saya tahu timnas kita tak maju-maju. Sambil lalu, saya tahu ada “dualisme” liga dalam persepakbolaan kita. Ada ISL ada IPL. Sambil lalu juga saya tahu, penyelesaian masalah ini belum sepenuhnya tuntas, PSSI dan KPSI belum harmonis. Tim Nasional yang terbentuk untuk Piala AFF kali ini pun lahir dari carut marut itu, belum semua pemain terbaik bergabung di sana. Tapi, ya sudahlah, penyelesaiannya mungkin masih panjang. Yang jelas, sekarang, inilah timnas kita. Ada.
Kenapa sambil lalu? Mengapa tak ingin terlibat dalam “diskusi” yang “seru” tentang ini? Ya, karena saya belum tertarik. Karena tak menghibur, belum sampai pada taraf “fanatik”. Maka itu, saya seringkali heran, ketika banyak terjadi “perdebatan-perdebatan” tentang liga/timnas sepak bola kita di ranah media (sosial) yang begitu “berdarah-darah” seperti perang. Bahkan menjadi bingung sendiri mengamati, dalam hati sering membatin, “ Pada ngapain sih, kalian? Kok sampai segitunya?”
Dan saya yakin, untuk penyelesaian masalah persepakbolaan nasional kita itu hanya bisa dilakukan oleh mereka-mereka yang benar-benar tahu, memiliki akses kekuatan/kewenangan dan benar-benar menempatkan prestasi sepak bola Indonesia menjadi tujuan nomor satu. Mengenai nasionalisme? Saya tak ragu. Tiap sempat menonton timnas kita bertanding, tak pernah ada perasaan ingin timnas kita kalah. Bahkan, tiap gawang Indonesia bergetar, hati ini juga lunglai berdebar. Yaah,...bobol. Demikian juga, tiap pemain kita berhasil menjebol gawang lawan, secara reflek saya pun terlonjak dalam sorak girang, goool...!!
Untung saja minggu malam ( 25/11/2012) kemarin, saya mengantar istri belanja ke pasar tradisonal (pasimall) Cikarang. Jika tidak, pastinya akan melewatkan pertandingan Timnas PSSI (Garuda) Indonesia melawan Laos. Seperti biasa, selagi istri sibuk belanja, saya bertugas menjaga kedua anak balita saya. Mengajak mereka bermain di tempat yang “aman”. Karena meskipun pasar ini termasuk dalam kategori pasar bersih, tetap saja belum bisa seperti mall-mall besar. Di sana-sini masih banyak lantai yang licin (bukan becek, sih), demikian juga bau amis daging ataupun ikan dan “harum” kotoran ayam. Kami bertiga selalu menyingkir di ujung yang agak lega, di sana ada warung kaki lima yang bisa dijadikan tempat kami bertiga duduk-duduk menunggu.
Dan malam itu ada yang berbeda. Tak ada tempat untuk duduk. Pesawat televisi kecil di sana telah dikerumuni pedagang yang berteriak riuh. Ternyata, pertandingan Indonesia versus Laos yang jadi penyebabnya. Raut-raut wajah “kuatir” banyak terpampang, Indonesia tertinggal 1-2. Sedangkan pertandingan sudah memasuki menit-menit akhir babak kedua.
“ Yah, ada tipi gede banget, tuh!”. Anak terkecil saya mengacungkan telunjuknya ke seberang (belakang) pasar. Ternyata, benar yang ia katakan. Ada layar lebar dibentang oleh Pujasera yang ada di sana. Daripada lelah berdiri, kami pun sepakat untuk bergabung menonton bareng (nobar) di sana. Cukup membeli teh botol untuk pantas-pantas dan kami pun duduk menikmati kemeriahan itu. Tak terlalu cemas meskipun kedua anak balita saya menontonnya “sambil” lalu, berlarian kejar-kejaran. Lantainya bersih, tak licin dan bau.
Menit semakin berlalu, mendekati habis waktu. Kedudukan masih 1-2 untuk keunggulan Laos. Apa yang saya rasakan? Terbawa dalam debar kekuatiran, gambaran kekalahan. Apa yang saya lihat? Timnas Garuda masih terus berupaya, berpacu, mencoba mengejar ketinggalan. Sekitar menit ke 88, pergerakan Andik Firmansyah mampu menusuk pertahanan lawan, tembakan keras dia lontarkan. Kiper Laos tak sempurna mengatasinya. Bola muntah, di sambar pemain kita (saya lupa namanya). Goool!!! Saya dan semua penonton di sini pun berteriak membahana, bergembira. 2-2! Indonesia mampu menyamakan kedudukan.
Pada menit-menit akhir itu, timnas kita terlihat lebih menguasai dan mengepung, berusaha meraih kemenangan. Tim Laos sebenarnya tampak habis, hanya sesekali menciptakan peluang, tak berbahaya. Bahkan tim Garuda berpeluang menambah gol lagi ketika dalam sebuah kesempatan ada pemain kita (saya lupa lagi namanya) yang mampu menusuk sampai kotak pinalti. Sayangnya dia tidak mengakhiri dengan shooting ke gawang. Bolanya diumpan, dan pemain lain kalah cepat dengan bek lawan. Padahal kalau ditembak saja, besar kemungkinan bolanya muntah, bisa disambar lagi. Sayang. Hingga peluit akhir dibunyikan, hasil imbang 2-2 tetap bertahan. Indonesia selamat dari kekalahan.
Apa komentar saya setelah menonton pertandingan ini? Mungkin sama seperti Anda. Permainan timnas kita belum terlalu padu, masih seriing terjadi salah umpan. Tapi ada yang tercatat sebagai harapan. Yakni, “mental juara” itu boleh terlihat. Semangat menggebu meskipun tertinggal skor masih terus mereka gelontorkan. Tak putus asa berusaha sebelum peluit akhir berbunyi. Hasilnya, gol pun tercipta. Mental juara, tim Garuda punya . Itu modal penting untuk dipelihara.
Mungkin ada yang menganggap hasil pertandingan dengan Laos ini memalukan. Karena selama ini, dalam “sejarah”nya, kita selalu menang besar melawan mereka. Menurut saya, nanti dulu. Selain harus dihargai pencapaian malam itu, setidaknya kita pun tak terburu-buru mem”vonis” seperti itu. Kita menganggap Laos itu tim lemah. Karena sejarah. Tapi, apakah kita menganggap Laos tak pernah berbenah? Apakah mereka selalu pasrah menjadi ladang gol tim lainnya? Padahal, bisa jadi, mereka pun berlatih keras untuk lebih maju. Alangkah baiknya, kita lihat juga nanti saat Laos bertemu Malaysia atau Singapura. Jadi jangan langsung “mempermalukan” timnas kita sendiri.
Tim Laos mengalami kemajuan, ataukah kita yang menurun? Yang jelas, dalam dunia sepak bola, dengan “budaya” bersepakbola yang tak jauh beda seperti di Asia Tenggara ini, kemungkinan untuk mengalami kemajuan ataupun kemunduran tiap negaranya berpeluang sama. Hitung-hitungan di atas kertas tak selalu menjadi patokan. Dalam uji coba kemarin, timnas kita ini hanya menang tipis 1-0 melawan Timor Leste. Padahal biasanya, bisa menang besar. Kita yang mundur atau Timor Leste yang maju? Lalu, pada uji coba selanjutnya kita bermain imbang 0-0 melawan Kamerun. Kamerun beberapa kali ikut dalam Piala Dunia. Dengan hasil itu, di atas kertas bisakah di nilai Tim Kamerun yang menurun performanya, ataukah Indonesia mengalami peningkatan?
Yang jelas, hasil seri melawan Laos ini janganlah melulu dan terburu-buru dianggap sebagai kegagalan ataupun pesimisme. Kita hanya seri, timnas tak kalah, lupakan dulu sejarah. Anggaplah Laos selama ini memang telah berbenah. Satu hal yang patut kita jadikan modal, timnas kita memiliki mental juara, pantang menyerah. Hasil pertandingan ini bisa dijadikan catatan, pada titik mana saja tim Garuda memiliki kelemahan, tentu belum terlambat untuk memoles kembali. Dengan mental juara yang kita punya, dibarengi penyempurnaan dari sisi permainan, bukan tak mungkin, Tim Singapura ataupun Malaysia akan kita gilas. Sekarang, nyatanya, inilah timnas yang kita punya. Ayo Tim Garuda, kita bisa!
Sekian kesan saya tentang pertandingan timnas kita melawan Laos kemarin. Meskipun sambil lalu, saya yakin kita semua masih memelihara harapan itu. Thanks, Tim Garuda. Paling tidak, sudah membantu saya mengisi waktu sambil menjaga anak-anak balita saya dengan hiburan yang nyaman. Timnas kita punya mental untuk juara.
“ Dari mana saja, Yah. Kok ditempat biasa nunggu tadi nggak ada?”
“ Di “cafe” depan, Ma. Nobar sepak bola”
“ Enak banget, nggak ngajak-ngajak..”
“ Mama belanja ya belanja aja, lah. Ngapain ikut nonton bola..”
“ Yee, di sana kan jajanannya komplit. Ada Soto, Bakso, Mie, Jus, dan macem-macem..”
“ Kirain..(Kita saja Cuma beli teh botol..)”
Salam sepak bola.
.
.
C.S.
Kasih tau dong jadwalnya....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H