Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saat "Momongan" Tak Kunjung Hadir

17 November 2011   04:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:34 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_142742" align="aligncenter" width="336" caption="from google"][/caption]

Adalah sebuah hal yang lumrah, jika pasangan yang telah mengikatkan diri dalam sebuah bahtera pernikahan, menginginkan hadirnya momongan. Katakanlah penerus keturunan. Justru menjadi aneh dan "tidak lumrah" jika terdapat pasangan suami istri yang tidak berharap memiliki keturunan. Namun sayangnya, tak semua harapan akan hadirnya keturunan itu segera terwujudkan. Ada yang cepat, lambat, bahkan banyak yang "putus asa" karena saking lamanya buah hati itu tak juga hadir di keluarganya. Dan tulisan saya kali ini, anggaplah sebuah obrolan antar sesama. Yang tentu saja kita harapkan dapat kita ambil manfaatnya, meskipun mungkin hanya sedikit saja. Atau jika rekan-rekan menganggap tak berguna, jelas tak mengapa. Karena saya pun hanya berusaha konsisten dengan prinsip "sharing and connecting" di kompasiana tercinta ini. Saya masukkan tulisan ini ke dalam rubrik humaniora (sosial budaya), tentu saja ada maksudnya. Yaitu mengajak sharing dalam hal pasangan yang "kesulitan" memperoleh keturunan, dari sisi-sisi pengetahuan kita secara budaya. Meski nantinya sedikit menyinggung kulit-kulit medis, anggaplah itu sebagai penguat saja, karena posisi saya adalah bukan ahli dalam hal medis (itu sih sudah tahu ya?). Pokoknya yang menjadi inti adalah kita sharing sajalah, bukan mengajari ataupun menggurui. Yang jelas mudah-mudahan bisa saling melengkapi. Agar tulisan ini tak sia-sia, karena ada sedikit pemikiran di dalamnya. Bukan sekedar olah kata. Anda termasuk yang mudah memperoleh keturunan? Jika iya, berbahagialah dan bersyukurlah. Dan jika anda termasuk yang merasa "sulit" mendapatkan keturunan, setelah bertahun-tahun menjalani hidup perkawinan, sabarlah dan usah putus asa, apalagi kehilangan bahagia. Semua ada masanya. Tenang saja. Beberapa hal yang menurut pengetahuan sempit saya, yang sering menjadi faktor "penghambat" hadirnya keturunan di antara pasangan suami-istri adalah: FAKTOR MEDIS Secara sederhana saya sampaikan, faktor yang berhubungan ditinjau dari sisi medis, yang sering menjadi sebab tidak mudahnya memperoleh keturunan adalah kondisi berkaitan dengan kurang berfungsinya dengan baik organ-organ tubuh, baik pria dan wanita yang bermuara pada terganggunya kondisi ideal sistem reproduksinya. Bisa dipengaruhi oleh keadaan alami lahiriah ataupun asupan dari luar badan/tubuh. Misalnya: Posisi rahim pada wanita, berkurangnya tingkat kesuburan (pria/wanita), gangguan penyakit, impotensi, lemahnya kandungan, dan lain-lain. Mungkin untuk hal ini secara detail dapat ditanyakan pada para pihak yang bergelut di bidang medis. Saya hanya bisa singgung permukaannya saja, itupun mohon maaf jika kurang pas istilah-istilahnya. POLA/GAYA HIDUP Selanjutnya, faktor pola/gaya hidup sangat besar pengaruhnya dalam hal mudah/tidaknya memperoleh keturunan. Hal ini dapat secara mudah kita amati dan tafsirkan, karena sangat jelas terlihat dan yakini hubungannya. Misalnya saja : pasangan yang karena kondisi hidup terpaksa tinggal berjauhan sehingga intensitas pertemuan menjadi berkurang, gaya hidup yang menjadikan begadang dan mengkonsumsi makanan/minuman kurang sehat, kebiasaan merokok, kebiasaan menggunakan sepeda motor dalam waktu yang lama dan berlangsung sehari-hari, juga hal-hal lain menyangkut kebiasaan yang menjadi pola/gaya hidup kita. FAKTOR KEJIWAAN (PSIKIS) Sekali lagi saya sampaikan, dalam hal ini kembali hanyalah pengungkapan secara sederhana, sebatas pengetahuan saya. Yang tentu saja bukan merupakan pendapat seorang psikolog ataupun ahli kejiwaan. Faktor yang dapat dikategorikan dari sisi kejiwaan, yang dapat berpengaruh dalam sulitnya memperoleh keturunan adalah faktor yang mampu mempengaruhi pasangan ketika sisi psikis atau kejiwaannya terusik. Sering kita temui, karena sudah terlalu lamanya menunggu keturunan yang tak kunjung hadir, banyak pasangan yang menjadi putus asa dan patah semangat. Demikian juga reaksi sosial terhadap pihak luar, semisal rekan atau bahkan keluarga sendiri yang seringkali tidak menyadari bahwa sikap ataupun ungkapan baik sengaja ataupun tidak, mampu membuat pasangan yang "terkendala" untuk memperoleh momongan menjadi semakin tertekan. Misalnya saja tuntutan orang tua pasangan yang selalu memojokkan karena ingin segera menimang cucu, demikian pula gurauan rekan atau pihak lain yang terkadang menyakitkan. Bukankah kita sering menemui bahkan menjadi pelaku atau bahkan korbannya sendiri, saat sebuah ledekkan atau guyonan yang pasti bisa mengusik sensitivitas pasangan yang sedang "bermasalah" ini. Faktor psikis ini, selain di suplai oleh kondisi dari luar, terkadang dipengaruhi juga oleh watak bawaan si subyek. Banyak ditemui, pasangan yang tidak juga diberi keturunan, sehari-harinya memang tidak menunjukkan rasa "menyukai anak-anak". Padahal rasa suka dan sayang terhadap anak-anak ini diyakini mampu membawa pengaruh kejiwaan bagi pasangan yang ingin memperoleh keturunan. Perlu diungkap juga bahwa pada jaman ini, saat banyak yang mengenyam pendidikan tinggi, sehingga banyak pasangan yang sulit memperoleh keturunan terkesan menyepelekan pendapat pihak lain yang secara intelektual dianggap berada dibawahnya. Mudahnya bisa dikatakan, mereka merasa sudah pintar dan hebat, sehingga merasa lebih tahu bagaimana caranya agar mendapatkan keturunan. Banyak saran-saran tulus yang akhirnya diabaikan. Jadi, bukannya sok pintar dan berpengalaman, jika pada tahap selanjutnya tulisan ini, saya ingin mengedepankan pendapat, yang mungkin jika tidak terlalu berlebihan anggaplah berbau solusi. Paling tidak, mohon dianggap sebagai sebuah empati, karena banyak pula yang sudah mengalami. Ketiga faktor di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri-sendiri ataupun terpisah. Semua saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Faktor pola hidup berpengaruh pada faktor medis, demikian juga faktor kejiwaan/psikis. Seperti lingkaran, mereka saling berhubungan. Hubungan keterkaitan itu, akhirnya bertemu dengan apa yang saya sebut sebagai "keselarasan". Sedikit mengutip pendapat seorang pakar penyembuhan, yakni Jack Angelo dalam bukunya, "The Healing Power" , yang mengatakan bahwa tubuh manusia ini sejatinya tersusun dari partikel-partikel kecil, yang lebih kecil dari atom dapat dikatakan sebagai sub atom. Partikel-partikel itu masing-masing memiliki "energi" yang bergerak selaras. Membentuk sel, organ, dan akhirnya saling melengkapi dan menyatu dalam bentuk tubuh manusia. Satu hal lagi yang bisa dipermaklumkan adalah pendapat dari seorang ahli atom (energi), yaitu Albert Einstein yang kalau tidak salah mengungkap juga bahwa energi dan gerakan partikel-partikel sub atom ini sangat "responsif" dan sangat peka terhadap pengaruh rangsangan dari luar yang dialirkan, yaitu "pikiran". Cukup itu saja, saya telah meyakini kecenderungan kebenaran dan alurnya dapat diterima lakunya. Karena jika membahas lebih dalam dan lanjut, saya kuatir jika kita menjadi pusing kepala, lain waktu saja. Kembali ke menyikapi kesulitan mendapatkan keturunan itu tadi. Saya berani menyimpulkan bahwa apa yang menjadi sebab hal ini adalah terganggunya atau tidak berfungsinya sebuah sistem "keselarasan" itu. Keselarasan yang seharusnya ada atau dalam standar minimal masih mampu membuat sel, tubuh, ataupun organ bekerja sebagaimana mestinya. Saat gangguan terhadap keselarasan yang terjadi diantaranya karena faktor medis, gaya hidup dan psikis itu membuat organ reproduksi tidak mencapai standar untuk bekerja dengan baik seperti yang diharapkan, yaitu membentuk sel baru yakni keturunan. Lalu bagaimana praktek nyatanya? agar keturunan yang diharapkan itu dihadirkan ke dunia? Ya, tentu saja jawabnya sederhana, pelihara atau kembalikan/ciptakan keselarasan sistem itu. Sedikit lebih detail mungkin begini: Secara medis, segala yang bisa diupayakan tetap saja jalankan. Karena semua yang dilakukan dalam bidang medis, ujungnya adalah membantu agar organ tubuh kita kembali berfungsi dengan baik. Sebaiknya baik istri ataupun suami, dua-duanya tetap berbesar hati menjalani pengobatan ini. Kegiatan therapy, obat-obatan, vitamin, operasi, olah raga, tidur dan lain-lain, semua adalah membantu agar keselarasan energi untuk sel ataupun organ tubuh berfungsi sesuai standarnya. Pola/gaya hidup, tentu saja dengan mudah disimpulkan mempengaruhi keselarasan ini. Siapapun tidak akan membantah jika gaya hidup yang "bertentangan" dengan fungsi organ tubuh secara standar sangat berpengaruh. Memang kemampuan tubuh tiap orang berbeda-beda. Ada tubuh yang tetap mampu menahannya, meski ada gangguan dalam organnya karena gaya hidup. Fungsi standarnya masih mampu untuk menghasilkan keturunan. Misalnya kita temui, banyak yang sering begadang, ataupun merokok, bahkan mengkonsumsi narkoba masih bisa memperoleh keturunan. Itu tak lepas dari "kemurahan" Sang Pencipta yang memberi energi lebih padanya. Namun banyak juga yang fisiknya mudah "drop" fungsinya karena gaya hidup yang kurang mendukung ini, sehingga keturunan pun sulit diperoleh. Untuk itu, lebih baik, jika bisa pilihlah gaya hidup yang cenderung "aman" saja. Istirahat cukup, berhenti/kurangi rokok, tidak mengkonsumsi alkohol (apalagi narkoba), dan racun-racun tubuh lainnya. Untuk pasangan yang terpaksa terpaut jarak, sedapat mungkin berusaha agar mencari cara untuk dapat lebih lama berkumpul. Jika belum bisa, usahakan saat ada waktu bertemu, lakukanlah semuanya lebih "intensif". Dalam hal ini, dapat diistilahkan meski "kuantitas" pertemuan kurang, tapi "kualitas" dikedepankan. Untuk kebugaran psikis/kejiwaan, perlu mendapatkan porsi dan perhatian serius. Karena jelas, kejiwaan berpengaruh pada pikiran, dan pikiran sangat berpengaruh pada organ. Seperti saya ungkap di atas, partikel-partikel pembentuk sel, organ, dan tubuh pergerakannya sangat "responsif" terhadap pengaruh energi pikiran. Jika yang didekatkan padanya adalah energi "takut", "pesimis", ataupun "apatis" atau hal negatif lainnya, maka patut diperkirakan apa reaksi yang akan diresponnya. Yang tentu saja respon itu akan sampai juga ke organ reproduksi kita. Untuk itu,  jika ada rekan/pasangan kita yang sedang terkendala, ada baiknya kita koreksi sikap kita ke mereka. Jangan sampai ucapan/gurauan kita menyinggung rasa sensitif mereka. Karena akan sangat berpengaruh pada kejiwaannya. Dan untuk pasangan yang mengalami hal seperti ini, banyaklah panjang sabar. Anggaplah gurauan itu murni gurauan, bukan bermaksud menghina namun menyemangati. Jikapun ada yang memang berniat menghina/melecehkan, lupakan saja, anggap angin lalu. Hidup anda hanyalah urusan anda, begitu kira-kira. Sebaliknya juga, jika anda merupakan pasangan yang terkendala mendapatkan keturunan. Meski anda seorang intelektual berpendidikan tinggi dan cerdas setinggi langit. Jangan menutup diri karena merasa hebat. Dengarkanlah meskipun sekali-sekali, saran dan simpati orang-orang yang tulus kepada anda. Jangan merasa mampu mengatasinya sendiri. Mulailah juga belajar menyayangi dan menyukai anak-anak. Anak siapapun, bukankah mereka lucu-lucu? Ini sangat positif untuk menyehatkan jiwa ibu/ayah dalam diri anda. Perlu di catat. Hal penting menyangkut pandangan anda, pasangan yang tengah mengalami kesulitan memperoleh keturunan. Jangan memandang hubungan cinta anda berdua, dalam ikatan pernikahan adalah untuk "memproduksi" keturunan. Itu kurang tepat! Pernikahan adalah pernikahan, hidup bersama dalam kasih dan cinta. Jika nantinya ada keturunan untuk anda berdua, itu adalah "BONUS" dari Sang Pencipta. Saya katakan hal ini, agar jangan sampai anda merendahkan diri anda sebagai "pabrik bayi", hingga saat anda berdua ingin bersanggama pun yang tertanam dalam jiwa anda adalah "ingin membuat anak". Jangan seperti itu!  Bersanggama tetaplah bersanggama, bercinta tetaplah bercinta. Nikmati saat bercinta dan bersetubuh dengan pasangan anda sedalam-dalamnya, penuh kasih, saling memberi dan menerima. Tak terlintas sedikit pun "nafsu" hanya terutama untuk memperoleh keturunan, maka persetubuhan anda justru akan menjadi lebih berkualitas, yang akan mempermudah hadirnya keturunan.

[caption id="attachment_142744" align="aligncenter" width="300" caption="from google"][/caption] Sepertinya cukup sekian. Mungkin ada rekan yang ingin menambahkan, mengkoreksi pun tak apa, karena inilah pendapat saya yang belum tentu seragam dengan pendapat yang lainnya. Harapannya sih, mudah-mudahan ada yang berguna. Salam energi diri And Happy Family. . C.S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun