Beberapa rekan saya di Kompasiana ini adalah para penulis fiksi yang fokus dengan jenis karya novelnya. Jujur, sekaligus saya ingin meminta maaf pada mereka karena sering terlewat membaca karya-karya mereka. Demikian juga, meski dengan pengamatan sepintas, secara umum di media ini, tulisan-tulisan berjenis novel bisa dibilang “sepi pembaca”. Paling tidak jika dibandingkan dengan jenis fiksi berbentuk cerpen atau cermin.
Kenapa demikian? Nah, ini yang ingin jujur saya katakan, mudah-mudahan sedikit mewakili pendapat kompasianer penggemar fiksiana lainnya. Apalagi jika mampu pula menjadi sepatah jawaban akan pertanyaan-pertanyaan para penulis novel di sini, meskipun tidak terungkapkan, hanya dipendam di angan. Mungkin tidak semua penulis novel memendam tanya itu, namun ketika ada yang mengakui rasa itu ada, adalah hal yang sangat wajar mengingat seorang penulis tentunya ingin agar karyanya di baca.
Kepada para penulis novel, sepinya pembaca pada tulisan anda jelas bukan selalu karena novel anda kurang bagus. Menurut saya pribadi sebagai pembaca, sesuai dengan yang saya alami sendiri, hendak membuat sebuah premis awal bahwa pembaca (fiksi) di kompasiana ini sebagian besar, karena pengaruh banyak faktor terutama waktu akan lebih mengarahkan mata bacanya (untuk tulisan fiksi) pada karya fiksi yang langsung selesai (tamat).
Demikian pula dengan waktu online yang tidak bisa dipastikan secara rutin dijalani, sehingga sering pembaca yang berniat membaca novel Anda menjadi terputus/terlewat akan kisah-kisah selanjutnya. Jika sudah begitu, mohon dimaklumi ketika akhirnya mereka enggan meneruskan lagi.
Nah, gambaran kondisi ini sangat diharapkan jangan sampai menyurutkan semangat anda untuk tetap menulis novel itu. Sama seperti genre lainnya, tetap teruskanlah, lanjutkan hingga selesai novel Anda itu. Walaupun mungkin dalam prosesnya sepi pembaca, tapi saya yakin ada kenikmatan dan kelegaan sendiri ketika berhasil menamatkannya. Bagaikan mendaki gunung, anda lega dan puas ketika sampai pada puncaknya.
Sedikit saran, yang tentu saja sangat..sangat..sangat tidak bermaksud untuk menggurui, anggaplah ini sebagai suara pembaca yang dengan “lancang” saya wakili, yaitu jika Anda penulis novel di fiksiana ingin lebih berpeluang/meningkat jumlah pembacanya, berusahalah agar dalam karya anda dikemas “bagaikan” cerpen/cermin pada tiap episodenya. Bisa dengan membagi konflik dan penyelesaian tiap serinya, judul yang berbeda, ataupun sebuah “penghubung” antar kisah. Yang terakhir ini bisa dilakukan dengan memberikan sedikit ringkasan kisah sebelumnya pada seri lanjutan dan link kelanjutannya (jika sudah ada). Atau bagaimana caranya lah! Agar karya novel Anda itu selalu terhubung antara awal dan akhirnya sehingga terlihat benang merahnya.
Dan satu lagi! Ini saya pandang sangat berhubungan dengan apa yang namanya “motivasi”. Khusus hal ini adalah salah satu motivasi agar penulis novel lebih bersemangat melanjutkan kisahnya. Yaitu tentang “kebijaksanaan” admin kompasiana dalam menempatkan HL (Headline) tulisan berbentuk NOVEL. Dengan tidak bermaksud “menyinggung” rasa penulis-penulis yang karyanya nangkring di HL kanal novel, saya melihat terdapat “kealpaan” pada admin kompasiana selama ini. Silahkan kita cermati, karya yang masih menjadi HL di kanal novel fiksiana, sampai dengan hari ini, 16 Mei 2012, (sudah kurang lebih setengah tahun) belum juga berganti. Meskipun pada kategori drama juga terjadi, namun kali ini saya lebih menyoroti pada kategori novel ini.
Secara isi, saya mengakui karya yang nangkring sekian lama di kolom HL kategori novel itu memang bagus. Tapi,..ini tapi nih! Saya memposisikan diri sebagai pembaca yang sedikit “belagu” mencocok-cocokkan jenis karya, cenderung melihat keempat tulisan yang masih terpampang di sana bukanlah berjenis NOVEL. Mungkin saja saya yang kurang teliti, tapi saya sudah berusaha mencari-cari bagian lain dari tulisan-tulisan itu sebagai kisah sebelumnya. Jika tak keberatan mungkin admin atau kompasianer lainnya bisa memberikan pencerahan kepada saya, sebenarnya novel itu yang seperti apa. Apakah cerita yang singkat itu juga novel? Lalu apa bedanya dengan cerpen atau cermin?
Tentu saja di luar cocok atau tidak cocoknya sebuah tulisan untuk dianggap novel atau tidak, hendaknya admin bersedia meninjau tulisan yang “terlalu lama” menjadi HL di sana. Memang, saya akui tak mudah bagi admin untuk memilah karya novel yang akan dipajang sebagai HL, tentu saja dengan definisi sederhana novel itu sebuah cerita fiksi yang “panjang”. Namun paling tidak, mereka bisa menilai, meskipun karya novel itu belum usai secara keseluruhan, bahwa terdapat parameter yang dibuat untuk menilai sebuah tulisan (novel) tetap bisa dianggap bagus/menarik/layak untuk dijadikan HL selanjutnya. Agar supaya pembaca bisa diberikan sedikit bimbingan, karya novel yang bisa diselakan waktu untuk dibaca (dan ditunggu kelanjutannya) dan penulisnya pun mendapatkan suntikan motivasi untuk meneruskannya.
Chris Suryo, sotoy kamu! Saya tetap semangat! Saya tuh menulis novel karena memang ingin menulis novel! Terserah mau dibaca atau dihargai atau tidak!
Okay..okay! Itu yang selalu saya harapkan, tapi salahkah saya sebagai pembaca memiliki asa dan ingin berusaha menjaga semangat Anda?
Salam. Lanjutkan!
.
.
C.S.
Pengin baca novel, tapi nggak telaten/sering “keponthal-ponthal”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI