Yang ada di dalam benak saya, manajemen dan pemilik lama Bank Century memang semprul sekali. Sudah berkali-kali mereka memanaskan negeri ini. Masih teringat carut-marutnya pengelolaan mereka sehingga pemerintah memiliki pandangan terkait pengaruh sistemiknya pada kondisi perekonomian/perbankan Indonesia dan memutuskan memberikan bail out dan mengambil alih bank itu menjadi Bank Mutiara yang panjang efeknya, apalagi ketika menyita perhatian karena dihubung-hubungkan menjadi kasus korupsi, tampak menarget pengambil kebijakan saat itu yang kental nuansa politisnya. Bahkan sampai saat ini pihak parlemen pun masih ngotot agar kasus itu terus ditindaklanjuti, hal itu juga yang menjadi pertimbangan mereka memilih Abraham Samad menjadi pimpinan KPK, karena dia lantang berjanji, setahun membereskan Century.
Menepi dulu dari polemik kasus century itu. Sekarang yang hangat adalah mengenai nasabah pembeli produk reksadana dari Antaboga Delta Securitas melalui Bank Century. Sepemahaman saya, argumen Bank Mutiara yang menyatakan produk itu adalah tanggung jawab Antaboga, karena bank hanya berlaku sebagai agen/penjualnya dimentahkan Mahkamah Agung (MA) bulan April kemarin yang secara garis besar memutuskan bahwa Bank Mutiara bertanggung jawab untuk pengembalian dana nasabah tersebut. Kalau tak salah jumlahnya sekitar 41 milyar.
Masalah menjadi rumit ketika teknis pembayaran itu mengemuka. Pemerintah, LPS ataupun Bank Mutiara saat ini pun tentu dihadapkan pada kesulitan untuk melaksanakannya. Tim Pengawas kasus Century di DPR pun tak jelas rekomendasinya, mereka terkesan melempar kembali. Wacana yang muncul adalah mengembalikan dana itu menggunakan APBN. Dan disini tentu tak semudah membalik telapak tangan, wajar kalau kemenkeu dan LPS tak setuju. Nah, di sini kegamangan itu muncul. Saya sendiri, secara pribadi berpendapat,mengembalikan dana nasabah Antaboga menggunakan dana APBN? Enak saja!
Pendapat saya begini, maaf jika kurang berkenan. Kembali kepada latar belakang yang mendasar dari produk reksadana itu. Bagaimanapun juga reksadana, seperti juga saham adalah produk INVESTASI. Dalam setiap investasi produk-produk keuangan, setiap investor pasti seharusnya memahami tentang risiko sebuah investasi. High risk high return, low risk low return, low risk high return, high risk low return, bahkan parahnya high risk zero return seperti yang sekarang mereka alami. Itu bisa terjadi, maka itu sekarang dibentuk OJK (Otoritas Jasa Keuangan) demi meminimalisir hal semacam yang terakhir itu. Tentu juga wajar ketika nasabah yang dirugikan melakukan upaya hukum. Dan sejauh ini mereka berhasil dengan keluarnya putusan MA itu.
Tapi, meskipun akhirnya Bank Mutiara sekarang dipaksa untuk segera membayarnya, disamping argumen yang masih dipertahankan, kemungkinan akan kesulitan karena akan berpengaruh/mempertimbangkan pada kesehatan bank/nilai jualnya. Bagaimana dengan LPS? Susah lah, reksadana mana mungkin dijamin. Lalu kalau pemerintah (selaku pemilik saham) yang didesak, memakai dana APBN? Tak gampang, karena jelas akan mengusik rakyat, apalagi mekanismenya juga sulit karena harus merevisi Undang-undang (APBN).
Lalu bagaimana kira-kira pemecahannya? Yang pertama tentu saja nasabahnya harus tetap sabar, ingat, itu produk investasi lho. Yang kedua, guna mematuhi putusan MA itu, Bank Mutiara tetap melakukan pembayaran disesuaikan dengan kondisi keuangan internalnya, bertahap atau dicicil misalnya, tentu saja jangan termasuk jumlah return yang dulu Antaboga janjikan. Yang ketiga, saya setuju dengan pendapat Pak Agus Marto (Menkeu), pembayaran itu bisa menggunakan hasil recovery/penjualan aset eks Bank Century, terutama yang dibawa kabur pemilik lamanya. Yang keempat, kalau terpkasa yaahh...ditalangi APBN, nantinya Bank Mutiara yang mengembalikan ke Negara, yang penting anggaran cukup dan DPR (katanya wakil rakyat) setuju. Yang kelima, semoga saja tidak ada yang mempolitisasi lagi.
Sabar ya, ikut prihatin, semoga segera ada penyelesaian yang memuaskan. Salam investasi.
.
.
C.S.
Belum punya reksadana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H