Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Brotoseno Terpikat Mulusnya Bidadari

14 Desember 2011   03:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:20 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

[caption id="attachment_148603" align="aligncenter" width="359" caption="from google/wayang.wordpress.com"][/caption]

.

*BROTOSENO WUYUNG*

.

Negeri AMARTA, negeri yang dahulu termasyur dengan gemah ripah loh jinawinya, tengah mengalami krisis ketatanegaraan. Penyakit klasik yang terus membudaya sangat sulit diberantas. Karena penyakit klasik itu adalah hilangnya peduli kepada penderitaan rakyat yang telah patuh mengabdi, mengasungkan bulu bekti berupa upeti. Upeti itu terkumpul untuk kemajuan negeri Amarta yang besar dengan beribu-ribu pulaunya, butuh dana dan keikhlasan yang besar untuk memakmurkannya.

Sayangnya, kumpulan upeti rakyat dan pendapatan negara itu banyak dirongrong para oknum yang bertugas mengelolanya. Banyak punggawa yang terlibat, bahkan beberapa anggota Dewan Wakil Kawulo , banyak yang dicurigai/disangka berperan menilep dana negara.

Brotoseno, salah satu dari ksatria Amarta, selama ini dipercaya menjadi bagian dari Panglima-panglima yang bertugas menjadi penyidik terhadap orang-orang yang dicurigai menjadi pemakan harta negara, baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama. Kstaria gagah perkasa dan teguh pendirian ini, ternyata bisa terlena juga. Niatnya mengabdi dan menegakkan keadilan negara, menghadapi godaan berat saat harus memeriksa dan menyidik salah satu punggawa yang diduga terlibat dalam pengganyangan dana rakyat. Dana rakyat yang mengucur untuk membangun gelanggang pasugatan olah krida untuk kewarasan raga seluruh Amarta.

Semula Brotoseno mencoba bertahan dengan tugas mulianya. Namun karena kemolekan dan kecantikan punggawa Dewan Wakil Kawula ini, Brotoseno luluh juga. Karena yang diperiksa ini adalah Punggawa Dewan Wakil Negeri yang terkenal cantik jelita. Wajar, karena dulunya ia adalah seorang Putri Ayu yang menjadi pilihan segenap kawula dan dinobatkan sebagai wanita tercantik di Amarta. Dia di kenal sebagai Putri Bidadari, dewi yang rupawan. Kecantikannya seolah bidadari dari kahyangan, selayak namanya. Apalagi Sang Putri ini sekarang menyandang status janda, karena suaminya yang dulunya juga punggawa Wakil Kawula, telah mendahului dipanggil Sang Pencipta.

Mulanya biasa saja. Sang Pandawa ini menyidik dengan seksama ucapan-ucapan Putri Ayu yang diperiksanya. Namun, entah kenapa, naluri lelakinya terusik ada yang menjalar nikmat di darahnya. Membuat ia lupa dharma, lupa negara, bahkan lupa Arimbi kekasihnya. Yang ada di hatinya kini adalah sang Putri Ayuning Negeri, Putri Bidadari, punggawa Dewan Wakil Kawula yang di matanya begitu mempesona. Luntur dan luluh segala keperkasaannya sebagai kstaria Amarta. Brotoseno menyerah, kalah, tenggelam dalam pesona asmara. Kesengsem dengan lagak lagu Sang Bidadari yang membuat dada lelakinya sesak. Ia dengan segala kesaktiannya, tak kuasa melupakan Sang Bidadari. Senyumnya, suara desahnya, kulit putih mulusnya dan mungkin juga lekuk indah tubuhnya yang dengan pasrah atau penuh kecerdasan diberikannya kepada sang ksatria.

Kocap kacarita, Brotoseno pun tak mampu lagi menimbang tugas. Demi mangayubagyanya, dia lebih memilih undur dari gelanggang keadilan, daripada hatinya resah tak karuan karena pesona rayuan sang bidadari yang telah berhasil memikatnya. Entah apa kata Amarta nantinya. Brotoseno telah membuat kecewa. Mudah-mudahan ksatria lain masih mampu tegakkan kepalanya demi negara. Masih ada Arjuna, Puntadewa sang raja, Nakula, Sadewa, dan Sri Khrisna. Juga kawula Amarta yang sejatinya sabar dan penuh harapan cinta negara, semua akan memberikan sumbangsihnya pada negeri tercinta.

Tok..tok...tok...tok!!!......OOOOiiiiiiiiingggg! Bumi gonjang ganjing langit kelap-kelap!

Gamelan duka dan resah mengalun.

.

.

By : Chris Suryo (dhalang mendem..masih publish pake hape)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun