Waktu sudah mendekati tengah hari. Sudah saatnya memperhatikan perut yang berontak ingin diisi. Sebelumnya tak ada salahnya berkunjung ke Kompasiana lagi. Membaca-baca artikel dari kompasianer yang menarik dan seksi. Alangkah baiknya Saya juga ikut menyumbang tulisan siang ini. Meski tidak menarik, yang penting dasboard posting saya ada gerakan aktif. Ada penambahan tulisan. Lalu apa yang akan kutulis kali ini? aku bukan ahli apa-apa. Menulis politik sudah menjadi basi, menulis romantis jadi komedi, menulis agama takut diblejeti. Menulis yang seksi-seksi? ah pasti membosankan untuk para rekan. Ini lagi-ini lagi. Akhirnya jatuh lagi pada teori klasik. Menulis tentang diri sendiri. Narsis lagi-narsis lagi. Tak apalah siapa tahu bisa berbagi. Aku menulis apa yang ada didepanku saat ini. Sebuah rantang nasi. Komplet dengan sayur dan lauk pauk. Bekal dari istri tercinta tadi pagi. Setiap hari, saya melakukan ini. Pergi ke tempat kerja membawa bekal dari rumah. Silahkan anda prediksi. Mungkin dalam benak anda, Saya ini orang yang ngirit. Itu lumayan betul. Atau pelit. Itu cenderung salah, karena bagaimana mau pelit kalau duitnya cuma sedikit? Atau mungkin anda simpulkan hari ini Saya sedang bokek? ah ini juga nggak betul, karena bukan hari ini saja saya bokek. Sering. Tapi jangan salah, tidak selalu. Karena kadang-kadang saya juga punya duit. Rejeki kalau sudah datang, siapa yang mau nyana kan? Semua itu sebenarnya adalah karena Saya tidak suka "JAJAN". Lebih tepatnya mungkin, malas jajan. Dari tempat kerja saya ke warung makan lumayan jauh. Malas jalan kaki. Yang dekat juga ada sih, tapi menunya membosankan dan tidak menarik hati. Mie ayam, bakso, ketoprak atau indomie. Ah, tidak menarik hati. Lebih baik makan bekal dari rumah. Lebih higienis, bergizi, dan tidak usah cape - cape jalan kaki. Saya himbau juga kepada rekan bapak-bapak sekalian. Jangan suka jajan lah. Bukankah sudah tahu kalau jajan itu banyak resikonya? makanan dari jajan belum tentu terjamin kebersihannya. Peluang untuk terkena penyakit kotor itu lebih terbuka. Mules, mencret, bahkan tipus siap mengancam jika makanan kita tidak terjaga kebersihannya. Belum lagi kalau yang namanya makan diluar atau jajan, pasti selalu mencari yang lebih "lezat", menarik, dan menggairahkan selera makan kita. Disamping harganya mahal, makanan enak itu seringkali mengandung lemak yang tak baik untuk kadar kolesterol kita. Apalagi yang namanya daging, jeroan dan otak. Meski lezat sungguh sangat mengancam kesehatan kita. Dan yang lebih bahaya lagi adalah, makanan enak-enak itu bisa membuat kita "ketagihan" untuk jajan dan jajan lagi. Bagaimana dengan variasi? Kita ingin sate kambing, bukankah tidak harus beli kambing terus istri memasaknya? Lebih praktis kalau pergi ke warung dan beli satenya? memang iya. Atau sekali kali pengin juga menikmati makanan enak diluar? ya, boleh -boleh saja lah. Asal tidak keseringan dan ketagihan. Dan harus tahu dimana makanan yang bersih dan sehat. Dan bilanglah baik-baik dengan sang istri. Jangan sampai dia kecewa karena masakannya tidak dimakan. Lho kalau gratis atau ditraktir gimana bung? ya nggak masalah lah. Sekali-kali boleh saja gratis, asal ingat menu dan porsi. Apalagi harus ingat tempat makan yang sehat dan bersih. Jangan sembarang warung makan atau restoran. Tapi alangkah baiknya jika kita sudah membawa bekal, makanlah bekal yang kita bawa. Ditraktir bisa nanti-nanti. Atau kalau terpaksa juga, makanan bekal dari rumah itu harus tetap kita makan. Sore hari misalnya. Atau saat pulang, beritahu dengan baik pada istri. Agar dihangatkan dan disantap kembali. Tentu saja hal ini berlaku untuk semua. Tidak hanya bapak-bapak. Kaum perempuan atau ibu pun tidak terlepas dari resiko penyakit kalau sering jajan di luaran. Namun sepertinya, sangat jarang kaum ibu yang suka jajan diluar, kecuali mereka yang malas atau tidak ada waktu untuk memasak. Dan berdasar pengamatan asal-asalan, kecenderungan kaum pria yang umurnya mulai tiga puluh ke atas, resiko gangguan organ tubuhnya karena konsumsi makanan yang tidak baik lebih rentan ditemui. Maka itu kaum bapak-bapak diharapkan lebih berhati-hati dalam hal asupan makanannya. Tak dipungkiri, makanan dari rumah atau buatan istri kita sendiri cenderung lebih bersih dan terjaga. Lebih pas menu, komposisi dan rasanya. Apalagi jika kita peduli, makanan itu dimasak dengan bumbu-bumbu sayang dan cinta. Dengan doa yang mungkin tak terucap agar Sang suami selalu diberi kesehatan dan lancar tugas mencari nafkahnya. Tentu beda dengan jajanan diluar yang dibuat dengan motivasi mendapatkan untuk semata. Nah. Sudah saatnya makan nih. Wah, apa bekalku hari ini. Wuih..mantap. Mari rekan-rekan kompasianer. Saya makan dulu. Tidak lupa berdoa agar diberkati. Banyak banyak makan, jangan ada sisa, makan jangan bersuara. Happy Lunch. [caption id="attachment_137575" align="aligncenter" width="442" caption="from google"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H