Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Banner Iklan “Dinamis” Membuat Mata “Cekot-Cekot”

28 September 2012   11:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:32 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sebagai pengguna media online, bisa diyakini bahwa tujuan utama yang hendak di cari adalah mengupdate “informasi”. Sengaja saya beri tanda petik untuk istilah itu karena ingin memilah bahasan dengan tidak terlalu terikat definisi. Yaitu tentang “informasi” dan “iklan”. Meskipun memang, iklan juga bisa dianggap bagian dari informasi juga. Mudah-mudahan Anda sekalian memaklumi “pembedaan” yang saya khususkan untuk tulisan ini.

Sering, bahkan selalu kita temui ketika membaca informasi, baik itu berita, opini dan sejenisnya, tersaji pula suguhan iklan-iklan yang berbentuk banner “dinamis”. Warnanya mencolok dan selalu bergerak. Apa yang Anda rasakan, terutama untuk yang matanya tidak muda lagi? Pegel kan? Sama dengan saya! Membuat mata“cekot-cekot”.

Dari segi “jurus-jurus” periklanan, bisa jadi memang itu merupakan bagian dari strategi. Terutama agar lebih menarik perhatian. Dan mungkin, dari pengelola media online itu sendiri mendapatkan tarif yang lebih besar untuk iklan jenis itu. Tapi, jujur saja, nih. Sebagai pengguna tentunya cenderung menganggap hal itu sebagai “gangguan”. Bahkan kalau boleh berpendapat, menarik atau tidaknya iklan itu untuk di-klik oleh pembaca tidak selalu karena dinamisnya banner/iklan itu. Jadi efisiensinya masih perlu dipertanyakan. Apalagi jika penempatan banner iklan itu terlihat “memaksa” atau “menjebak” pembaca, misalnya begitu membuka situs langsung disuguhi banner yang membungkus homepage-nya. Bisa dikira-kira kan, apa reaksi pembaca? Biasanya sih, kalau saya langsung di “skip” saja.

Sebenarnya, walaupun tanpa banner yang “berkedap-kedip” atau “bergerak-gerak” memusingkan itu pun, sebuah iklan tetap bisa menyedot pengguna untuk masuk ke sana. Apa rahasianya? Gampang saja, kreatifitas agar tepat sasaran! Mungkin Pak Tung Desem Waringin yang bisa kasih advise.

Oke, lah. Saya tidak bermaksud untuk semata-mata “komplain”, kok, apalagi media online yang sering saya baca itu “gratisan” (gak sepenuhnya juga, sih. Kan pakai pulsa..). Hanya sedikit saran saja, baik dari pengelola laman maupun pengiklan, alangkah baiknya mengevaluasi kembali pola ini. Ini terkait efektifitas lho, untuk keduanya. Dari sisi pengelola laman/media, jika pengguna mudah lelah dan jengah, tentunya keinginan atau kebetahannya berkunjung akan berkurang. Demikian juga untuk pemasang iklan. Cukup disayangkan kalau sudah membayar biaya “nampang”, tapi hanya diabaikan atau di-skip oleh pembaca. Apalagi kalau dianggap “mengganggu” kenyamanan saja. Sepertinya, hal ini berlaku juga untuk model kerjasama pemasangan banner iklan dengan sistem “pay for click”.

Itulah kenapa, saya, anggaplah merelakan diri menjadi satu sampel pengguna, lebih menyukai media online yang menyediakan format “epaper”. Apalagi yang...gratisan. Dijamin betah, termasuk melahap iklan-iklannya.

Salam media online yang menyejukkan mata.

.

.

C.S.

Yang cetak tetep beli kok..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun