Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bedah Karya Enny Errow: Sutra yang Hilang dari Kisah “Selembut Sutra”

22 Februari 2013   12:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:52 12905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TAMAN RIA Remaja Senayan. Air membentang seluas mata memandang. Perahu-perahu hilir mudik dengan berbagai bentuk. Kebanyakan berkepala bebek. Penumpang-penumpangnya bermacam-macam. Ada keluarga. Terdiri Bapak, Ibu dan anak-anaknya. Atau pasangan-pasangan yang sedang berpacaran. Wajah-wajah mereka menunjukkan kegembiraan. Ada yang senyum, tertawa cerah. Atau bercanda ria.

Memang demikianlah halnya kebanyakan pengunjung-pengunjung Taman Ria ini. Kebanyakan menampakkan wajah gembira. Ceria. Namun di antaranya, ada seorang yang tidak menampakkan wajah gembira. Benny ! Dia duduk di atas rerumputan pebukitan yang memanjang. Matanya memandang ke depan. Sebentar meredup, sebentar membola. Seperti ada golakan di dalam hatinya. Seperti gelombang yang menderu-deru. Tiap sebentar menghela napas panjang!

Langit cerah. Awan-awan putih bergumpal-gumpal di sela-sela langit biru. Benny merebahkan tubuhnya di atas rerumputan. Kedua lengannya disilangkan di bawah kepala. Lama dia memandang langit. Tetapi langit bagai tak tampak. Yang terlihat olehnya, bayangan kabut. Bergumpal-gumpal. Di antara kabut itu, bagaikan menyembul seraut wajah. Perempuan. Cantik. Dan Benny menarik napas panjang lagi. Seraut wajah itu tersenyum. Manisnya. Lebih manis dari pada gula atau segala yang paling manis di dunia ini. Benny memejamkan matanya. O, kesalnya dia. Tak ingin sebenarnya dia menyaksikan seraut wajah itu. Tetapi wajah itu seperti mengejarnya. Wajah Lisa. Wajah seseorang yang dicintainya.

Tiga alenia di atas adalah pembuka sebuah tulisan fiksi berjudul “Selembut Sutra” karya penulis yang sampai saat ini diyakini masih menjadi misteri. Yah, Enny Arrow. Belum bisa dipastikan, siapa sosok dibalik ‘nama pena’ yang telah ‘melegenda’ dengan cerita-cerita bertema seks ini. Yang pada zamannya, sekitar tahun 80/90-an, karya itu lebih sering ‘diterbitkan’ dalam wujud stensil-an.

Iseng-iseng dan dalam rangka mewujudkan sikap ‘adil’ dalam berusaha menilai sebuah karya tulis, saya ingin sedikit ‘membedah’ salah satu karyanya, yaitu yang berjudul “Selembut Sutra” itu.

Apalagi, tidak ada beban bagi saya dalam menilai ataupun mengritik karya ini. Jelas, karena selain bukan seorang kritikus sastra yang kompeten, tentu 10 dari 10 orang saya yakini tak akan ada yang (berani) menyebut karya Enny Errow itu sebuah karya sastra.

Tulisan fiksi yang tidak tebal ini (21 halaman versi pdf), berkisah tentang pemuda (24 tahun) bernama Benny yang tengah patah hati dari kekasihnya, Lisa. Berkenalan dengan wanita lajang berumur di atasnya (30 tahun), bernama Aningsih. Mereka pun menjalin hubungan dekat dan berakhir di ranjang. Ternyata, sebelumnya, selama ini Benny pun terbiasa melakukan hal tersebut dengan wanita yang umurnya setengah tua juga, yaitu Tante Dewi, Ibu kostnya. Ada lagi tokoh wanita lain yang dihadirkan untuk itu, yaitu Tante Mia (Zus Mia), teman Tante Dewi.

Pada awal membaca kisah ini, kita akan disuguhi proses penceritaan yang sebenarnya bisa dikatakan menarik dalam segi penulisan (menurut saya tak kalah dengan gaya penulisan novel-novel laris Indonesia, bahkan yang telah mendunia sekalipun). Pilihan kata yang bervariasi dirangkai menyatu dalam  alur yang menarik. Dialog pada awal-awal cerita cukup mampu membawa pembaca untuk menggambarkan suasana yang terjadi. Selain itu enak dibaca dan tidak membosankan.

Sayangnya, saya melihat penulis kisah ini terlalu ‘bernafsu’ untuk segera membawa pembaca pada ‘inti’ cerita yang memang dimaksudkan bermuara pada ‘vulgar’nya kisah ‘persetubuhan’. Sehingga sangat miskin penjelasan untuk berusaha menunjukkan bahwa kisah itu logis. Misalnya, tentang Aningsih yang ‘mendahului’ mendekati Benny. Padahal Aningsih adalah seorang wanita, yang lazimnya adalah sosok pasif. Karena tidak diketemukan paparan yang tegas mengilustrasikan bahwa Aningsih adalah wanita ‘gampangan’ atau pelacur sekalipun. Kenal beberapa kejap, lalu kencan. Namun, dari alur cerita yang berjalan, sebenarnya memberikan arahan kepada pembaca untuk menyimpulkan hal tersebut. Dari dialog kedua tokoh yang cukup untuk memberi ‘cap’, tentang kepribadian Aningsih.

Aningsih tersenyum. "Aku belum punya pacar." katanya. "Lalu?! Lelaki yang janjian sama Mbak, yang ternyata sekarang tidak datang?!"

Aningsih menggeser-geser rambutnya ke leher Benny, "Lelaki itu belum lama kukenal. Baru dua kali bertemu. Dan sekarang dia tidak datang. Janjinya tidak bisa kupercaya!" ujar Aningsih.

Demikian juga penjelasan tentang Benny, di awal kisah, terkesan Benny itu adalah pemuda ‘baik-baik’ yang memiliki ‘cinta’ dan setia. Ternyata, ada ‘jejak’ yang terputus saat kisah selanjutnya menerangkan bahwa lelaki ini sering juga bercinta dengan wanita lain.

Meskipun jika benar, memang tema utama cerita ini adalah tentang ‘seks’, tapi terlalu memenuhi lembar-lembarnya dengan ilustrasi adegan persetubuhan yang kembali tidak logis penggambarannya, tentu saja membuat pembaca bosan. Bayangkan saja, kisah pembuka yang menurut saya lumayan bagus tadi hanya terdiri sekitar 4 halaman. Selanjutnya hampir semua lembar didominasi adegan persetubuhan vulgar. Halaman 8-16 percintaan Benny dan Aningsih, 17-18 dengan Tante dewi, dan halaman 19-21 bertiga antara Benny, Tante Dewi serta Zus Mia.

Apalagi dalam pemaparannya adegan itu lebih banyak dipenuhi percakapan/dialog daripada ilustrasi suasana, menjadikan kesan mengada-ada itu begitu memancing pembaca untuk tertawa. Sulit dipercaya ketika dua orang bercinta “kebanyakan ngobrolnya”.

Hanya saja, boleh dikatakan terdapat ‘gaya’ yang unik sebagai istilah lain jika ingin dikatakan ‘khas’ dari penulis ini dalam memilih kata sebagai ‘variasi’ kata ganti di sana.

Dan . . . wow!! Mata Aningsih membelalak. Bagaimana tidak?!

Sesuatu yang biasanya selalu tersembunyi itu, kini terpampang bebas. Bazoka Benny!

Seperti halnya bagian yang bisa disebut pembukaan tadi, bagian penutupnya pun selain begitu singkat, yakni ada pada halaman 21 juga, jelas-jelas sangat ‘garing’. Terlihat kalau penulisnya ‘kehabisan tenaga’ untuk menulisnya dengan lebih menarik, karena terlalu ‘memforsir’ diri pada adegan ‘persetubuhannya’ (bisa jadi, dia menulis sambil terangsang). Sangat lucu ketika dikisahkan tentang Aningsih yang tiba-tiba pergi tanpa alasan. Dan Liza, kekasih Benny yang membuatnya patah hati itu sama sekali tak disebut lagi, bahkan kita pun tak diberi penjelasan, apa sebab Benny patah hati.

Satu lagi, hampa sama sekali untuk menemukan kesesuaian antara judul dan isi. Judulnya “Selembut Sutra”, tapi sama sekali tak ada persentuhan terhadap hal itu dalam isi ceritanya.

Jadi, secara keseluruhan, kisah ini hanya pembukanya saja bisa dibilang menarik dan terkesan lembut, selanjutnya benar-benar patut diringkas dengan kalimat sederhana “mereka bersetubuh”. Itu saja. Pesan-pesan dan kekuatan cerita? Sulit untuk disarikan, selain hanya itu tadi, “mereka bercinta” dan ..vulgar penulisannya.

Sayang sekali, menurut saya, sebenarnya pemilik nama “Enny Errow” ini memilki kemampuan yang hebat sebagai penulis, hanya, dia salah arah. Andaikan saja dia masih hidup dan menyadari, lalu serius dalam menuliskan karya-karya yang lebih baik, bukan mustahil novel-novelnya bisa jauh lebih baik dari karya-karya novelis lain yang telah laris bahkan menyandang gelar internasional best seller sekalipun.

Salam belajar bedah karya.

.

.

C.S.

Jelas nggak kompeten...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun