Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Batu Alien di Merapi

16 Juli 2013   18:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:27 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1373972972778287003

[caption id="attachment_255113" align="aligncenter" width="600" caption="Batu Alien. Foto: Dok.Pribadi"][/caption]

“Setelah ini kita akan menuju ke Batu Alien, Pak”. Itu yang dikatakan oleh lelaki setengah baya pemegang kemudi jeep Willis yang kami tumpangi. Sekaligus menjadi pemandu wisata, yang jasanya kami pakai untuk sebuah kesempatan mengunjungi lereng-lereng Merapi, sekitar akhir bulan Juni lalu.

“Batu Alien? memangnya mirip?” tanya saya sedikit penasaran. Dalam bayangan saya, apa yang ia maksud adalah sejenis batu unik menyerupai makhluk luar angkasa, seperti yang ada di film-film scifi.

“Batunya besar, berbentuk mirip wajah manusia, Pak!”

Saya tak berharap banyak bahwa apa yang ia ceritakan seperti apa yang ada dalam benak. Apalagi setelah beberapa tempat selesai kami kunjungi, seperti yang telah banyak diceritakan rekan-rekan lain yang pernah ke sana. Dusun Petung, Kaliadem ataupun Kinahreja, serta sosok mendiang Mbah Maridjan. Yang muncul adalah sebuah hikmah, kenangan erupsi dahsyat gunung yang ada dipangkuan dua wilayah administratif, Yogyakarta dan Magelang ini, pada tahun 2010 lalu. Tentang kekuatan alam yang mampu meluluhlantakkan apa yang ia terjang. Baik manusia, binatang, fasilitas ataupun harta benda yang bahkan nyaris tanpa sisa. Di samping menghargai sebuah proses kebangkitan kehidupan, dari mereka yang sebelumnya tinggal di sana setelah bencana. Dan tentunya “keseruan” merasakan melintasi jalanan terjal, walaupun sesekali harus merapatkan masker penutup mulut karena pekatnya debu saat berpapasan dengan truk-truk pengangkut pasir.

Batu Alien. Karena bisa dikatakan itu adalah bagian dari “paket” perjalanan, tak ada ruginya diiyakan. Mengunjungi Batu Allien, begitu warga sekitar menamakan, bagi saya merupakan bagian penghargaan terhadap “kreatifitas” mereka. Memetik pelajaran dari bencana dan mengubah apa yang tersisa menjadi tempat wisata. Bukan sekedar anggapan “berlebihan” atau tidaknya jika batu itu dinilai sebagai sesuatu yang ajaib, aneh dan istimewa. Sebab, setelah melihatnya sendiri, kemungkinan besar kita akan berpendapat bahwa terbentuknya wujud batu itu adalah kebetulan, fenomena alam.

Salam Merapi.

.

.

C.S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun