Saat saya mengawali tulisan ini, waktu menunjukkan pukul 13.14 WIB (eh,..jadi digabung belum ya zona waktu kita?). Langit mulai menghitam, angin bertiup kencang, petir menyambar-nyambar, tanda-tanda akan datangnya,... apa? Hujaaaan. Saat-saat seperti ini, paling enak sih makan sop kambing, minum kopi atau tidur, syukur-syukur kelonan.
Lho? Kok, cuek-cuek, asal “clometan”? Emang nggak dengar kabar kalau hari ini diramalkan akan terjadi kiamat? Setelah tanggal 12-12-12 kemarin nggak jadi, diundur. Mungkin karena banyak yang kawinan, atau ramai operasi cesar pesanan. JADI, ramalannya mengatakan sekarang, lho! 21-12-12. Kok, nyepelein?!
Nyepelein? Terserah kalau ada yang bilang begitu. Tapi, kalau memang hari ini kiamat, lalu mau ngapain, coba? Naik ke puncak gunung? Masuk ke bunker? Bunkernya siapa? Bukankah kiamat itu, sepanjang yang saya tahu, semua bakalan hancur,mati dan punah? Bahkan kalau mendasarkan diri pada keyakinan yang kita anut, sebagian besar memiliki kesamaan tentang hari akhir, penghakiman, ataupun juga kepastian tentang surga dan neraka. Jadi, secara pribadi, jika kiamat itu hari ini benar-benar terjadi, justru saya akan menyambutnya dengan sukacita.
Kenapa sukacita? Karena tak perlu lagi merasa kehilangan apa-apa. Semua mengalami. Musnah, habis tak tersisa. Tak takut setelah “mati” itu akan seperti apa? Sorga atau Neraka? Sudah yakin karena merasa banyak “bekal”? Hm. Jujur saja, tidak! Saya percaya Tuhan. Jika segala pertobatan saya tidak berkenan di hadapan-Nya, terserah kepada Dia saja. Saya hanya ciptaaanNya. Tak mampu mengira-ira apa yang hendak dilakukanNya.
Dan, ini mungkin kerdil, tapi jujur. Menurut saya, kiamat itu adil. Semua makhluk ataupun manusia, baik yang kaya, miskin, jahat, baik,ganteng,cantik, jelek,...semua musnah! Tak perlu lagi kita terbebani urusan duniawi. Tak usah lagi memikirkan siapa capres kita nanti, tak perlu lagi melaksanakan cicilan rumah atau motor lagi. Malah enak, to?
Yang saya syukuri, sikap dari sebagian besar kita dalam menghadapi isu kiamat ini adalah, lebih banyak yang masih berpikir jernih, tidak panik dan cuek yang tak jauh bedanya dengan pasrah. Coba, bayangkan, kalau semuanya termakan isu kiamat ini dan “chaos” melanda. Ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, orang-orang akan ramai-ramai bertobat mohon pengampunan. Yang kedua, “aji mumpung”. Karena meyakini sebentar lagi semua musnah, bukannya tak mungkin justru ingin memanfaatkan waktu tersisa untuk memuaskan hasrat duniawinya. Berpesta pora, berzinah di tiap kesempatan, bahkan pemerkosaan di mana-mana. Mengerikan.
Maka itu, maafkan saya jika kurang bijaksana. Saya berharap, kalau memang benar terjadi kiamat, berlangsunglah dengan seketika. Seperti pencuri, yang tak terkira kapan datangnya.
Salam dunia.
.
.
C.S.
13.53 WIB..
Nggak ada apa-apa..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H