Jumlah kecelakaan dan korban jiwa pada masa mudik lebaran tahun ini diketahui mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kita bisa melakukan pengecekan sendiri data-data itu karena sudah banyak dirilis media, di sana dengan mendasarkan pada catatan Korps Lalu Lintas (Polri) ataupun Kementerian Perhubungan menyajikan angka yang membuat miris. Korban meninggal saja mencapai jumlah 600 lebih sampai dengan kamis (23/8/2012) kemarin, jelas lebih besar dari catatan tahun sebelumnya di mudik tahun 2011 dengan total korban meninggal 549 orang.
Patut digarisbawahi,kecelakaan lalu lintas selama musim mudik itu 70%nya terjadi pada para pengguna sepeda motor. Dengan asumsi di antara korban itu ada juga pengendara lokal, dalam arti bukan yang melakukan perjalanan jauh untuk mudik, angka pemudik sepeda motor yang mengalami kecelakaan itu tetaplah tak jauh dari angka itu, intinya kecelakaan mudik didominasi oleh pengguna sepeda motor.
Pihak berwajib sering menyatakan bahwa sepeda motor bukanlah diperuntukkan untuk perjalanan jauh, namun tak bisa menemukan alasan untuk melarang, apalagi penyediaan transportasi massal yang nyaman ataupun infrastruktur jalan oleh pemerintah seperti berjalan pelan.
Pemudik banyak yang memilih menggunakan sepeda motor, jumlahnya semakin meningkat, petugas selalu kelimpungan menertibkan, ini yang terus berlangsung selama beberapa tahun ini. Sedangkan di sisi lain ada yang sepertinya lepas dari ketidaknikmatan, yaitu produsen sepeda motor. Ketika proses memiliki sepeda motor semakin mudah karena dukungan jasa pembiyaaan, penjualan semakin membengkak, diiringi jumlah korban kecelakaan mudik yang didominasi pengendara motor dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, bahkan secara total mungkin melebihi jumlah korban dari negeri yang dilanda perang, kemanakah suara para produsen sepeda motor? Mereka seperti tenggelam mengabaikan kenyataan, sepi sunyi tanpa terusik sebuah tanggung jawab, paling tidak secara moral.
Saat selalu dikemukakan pernyataan bahwa sepeda motor tidak diperuntukkan untuk perjalanan jauh, meski secara logika mengandung kebenaran, pengguna tetaplah membutuhkan pencerahan. Dari sisi mana pernyataan itu memerlukan dukungan? Apakah secara spesifikasi mesin, desain, ataukah fisik pengendara yang membuat sepeda motor itu tidak layak untuk perjalanan panjang?
Di sinilah dituntut pula “keberanian” para produsen motor untuk menyeimbangkan antara target pemasaran (ekonomis) dan tanggung jawab moral. Sayangnya, himbauan-himbauan itu terlihat sepi dari dukungan produsen, bahkan tampak bertolak belakang, tenggelam dengan “rayuan” produsen yang lebih mementingkan penjualan. Sering kita lihat, ketika mereka meluncurkan produk baru, dengan gagahnya menunjukkan kekuatan produknya yang mampu nonstop menempuh perjalanan jauh. Belum lagi gencarnya promosi mereka yang memuja/menjual “kecepatan”, bahkan dengan lebaynya menggambarkan pengendaranya bajunya sampai sobek-sobek dan jembatan runtuh karena saking kencangnya motor itu.
Boleh saja menampilkan keunggulan produknya, tapi alangkah baiknya jika produsen mendukung juga kampanye keselamatan berkendara. Mereka harus berani membuat sebuah dukungan bahwa mesin mereka hanya diperuntukkan untuk perjalanan pendek, mensetting batas kecepatan, menyuarakan tentang saran penggunaan dalam panjang waktu standar untuk beristirahat, jumlah muatan dan lebih gencar menyosialisasikan cara aman dan benar berkendara . Itu hanya contoh sebagai bentuk tanggung jawab.
Patut diacungi jempol jika saat mempromosikan produknya mereka berani menambahkan catatan dengan mengadopsi yang ada pada produk rokok, misalnya: “ Hati-hati! Sepeda motor dapat mengakibatkan impotensi, kanker, serangan jantung, gangguan kehamilan dan janin, dan...rawan kecelakaan menuju kematian.”
Salam hati-hati dan saling menghargai antar pengguna jalan.
.
.
C.S.
Paling banter tahan 1,5 jam...
Lalu sakit pinggang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H