Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menjiwai “4P” Sebagai "P4"-nya Kompasiana

20 Juni 2012   03:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:46 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu yang bisa dijadikan sedikit pembeda antara orang dewasa dan anak-anak dalam hal kecerdasan alamiahnya adalah anak-anak lebih tajam dan dominan perannya dalam kemampuan menghapal, sedang orang dewasa dapat diyakini akan lebih mengedepankan nalar/logika berpikir dibanding kemampuan menghapal yang seiring berjalannya usia akan semakin menurun. Tetapi jika dikaitkan dengan kecerdasan, jika boleh saya samakan dengan IQ, tidak setuju jika ada pendapat mengatakan usia yang menua membuat kemampuan itu menurun ataupun mencapai titik batas (mentok). Karena menurut saya kecerdasan itu tetap dapat diasah pada berapapun tingkat usianya.

Paling tidak sebesar atau sekecil apapun kemampuan alamiahnya, yang mutlak penting untuk melatih “kecerdasan” di sini adalah tentang mengasah kemampuan dalam menajamkan pola pikirnya. Sehingga berapapun umurnya, kita tetap bisa memposisikan diri menyerap banyak pengetahuan dari apa yang kita lihat, baca, percakapkan serta hasil dari berbagai interaksi dengan pihak di luar diri. Bahkan dalam menajamkan pola pikir menyerap pengetahuan ini, orang dewasa sebenarnya memiliki kelebihan lain terutama dalam mengolah rasa ataupun pengendalian diri.

Lebih terfokus pada bahasan melatih dan menajamkan logika berpikir kita untuk menyerap banyak pengetahuan. Saya berpendapat bahwa KOMPASIANA yang memiliki ruh “sharing and connecting”ini cukup memadai sebagai media yang mewakili hal itu. Apa yang kita tulis, baca serta diinteraksikan akan sangat disayangkan jika mengabaikan segala kemungkinan tentang banyak bahan yang melatih kita untuk lebih meningkatkan kecerdasan berpikir serta menyerap pengetahuan.

Berusaha mengadaptasi apa yang menurut para ahli telah disarikan, kita pun bisa menerapkan prinsip 4P dalam berkompasiana ini agar hal ideal yang sebenarnya kita utamakan di atas bisa tergapai. Pola 4P itu, sesuai dengan selama ini mampu saya serap dapat kita terapkan di kompasiana ini, yaitu:

1. Positif

Berpikir positif sebaiknya dikedepankan ketika kita berinteraksi, baik itu menulis, membaca ataupun menanggapi. Sejauh mungkin berusaha memandang nilai-nilai kebaikan yang bisa kita petik di sana. Dengan niat utama untuk berbagi ataupun mencerdaskan diri, maka pikiran positif ini bisa menjadi pengendali ketika naluri yang cenderung hanya ingin defensif ataupun menyerang berusaha menguasai diri.

2. Proses

Setelah dasar berpikir positif itu kita letakkan, maka proses itu akan kita jalani. Yakni proses berbagi, berdiskusi, berguru, mengajar, ataupun berdiskusi sehat yang niscaya akan berperan besar dalam mengembangkan kemampuan kita berpikir secara cerdas, terpola dan sistematis. Dalam proses yang berjalan inipun kemampuan kita akan semakin terasah dalam hal memilah, pada konteks yang mana kita akan mengambil sarinya dan juga menyingkirkan sampah-sampah tak berguna.

3. Present

Tentu saja niatan kita untuk belajar, menambah wawasan serta mempertajam kecerdasan berpikir itu sangat membutuhkan kehadiran kita. Di sini sikap untuk peduli itu diperlukan. Akan sangat tumpul keinginan saling tukar pengetahuan (transfer knowledge) itu dapat terjadi jika kita tak terlibat dalam diskusi yang ada, meskipun itu sekedar menyimak saja. Sebuah kehadiran/keterlibatan akan membuat apa yang masih remang menjadi terang, yang terkunci bisa terbuka ataupun kenikmatan saat melakukan pencarian bersama.

4. Progress

Progress di sini lebih menuju pada sebuah evaluasi diri. Kita secara sadar ataupun tidak bisa menilai atau bercermin tentang diri sendiri. Dalam waktu yang telah berjalan saat melibatkan diri dalam kompasiana ini, sampai di manakah kemajuan yang telah kita dapat. Tak ada halangan untuk mengkoreksi diri sendiri secara jujur, apakah selama ini kita semakin baik dalam pola pikir, dan memetik manfaat interaksi/diskusi. Ataukah dari awal bergabung sampai detik ini sama saja, tetap merasa paling hebat, paling benar, puas menjatuhkan/mengacau, anti kritik, mengutamakan misi/agenda pribadi/golongan? Bahkan bisa jadi kita tengah mengalami rasa kemunduran, kejenuhan, bahkan ketakutan?

Demikianlah gambaran 4P yang menurut hemat saya dapat pula kita jiwai dan terapkan dalam berkompasiana. Saya pun yakin, rumusan positif, proses, present, dan progress (4P) ini masih satu jiwa dengan slogan yang disematkan oleh para pendiri kompasiana ini, yaitu sharing and connecting.

Semakin tua belum tentu semakin “dewasa”, demikian juga “dewasa” tak harus tua terlebih dahulu. Kita sama-sama ber-4P menuju ke sana. Tak berlebihan jika 4P ini setara P4-nya berkompasiana. Masih ingat P4? Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

Semoga berguna. Salam menuju kedewasaan.

.

.

C.S.

Makin tua..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun