Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Nostalgia Nonton Layar Tancap

8 Juni 2012   10:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:15 1413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_181580" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi, iseng bikin sendiri."][/caption]

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belasan tadi malam, ketika saya dan teman-teman klub mengakhiri latihan badminton/bulutangkis di GOR ( Gedung Olah Raga) yang berada di luar komplek di mana kami tinggal, meskipun tak jauh jaraknya. Yang lain tampak tancap gas, ingin buru-buru pulang, sedangkan saya sengaja memacu motor di deretan belakangan. Ingin agak nyantai, saya pikir, ngapain buru-buru, badan masih keringetan, lagian saya juga masih ingin nyari warung yang masih buka, karena stok rokok saya habis.

Menjelang sampai di gerbang komplek, saya terusik dengan suara-suara yang memecah malam. Ow, rupanya ada yang bikin pertunjukan/tontonan layar tancap. “ Hari gini, nonton layar tancap?” batin saya. “ Eh, tapi kan dulu, waktu di kampung saya suka banget, iseng-iseng ngelirik ah, nostalgia..,hehe”

Semula saya ingin melihat sambil lalu, motor saya kendarai perlahan-lahan sembari menikmati suguhan film yang di putar. “ Ahai, itu film lamanya Barry Prima dan Advent Bangun, wah seru nih..” Karena merasa “nanggung” kalau nonton sambil jalan, timbul keinginan untuk berhenti sebentar, nikmat rasanya mengenang masa lalu. Saat tahun 80-90an layar tancap masih jaya, bahkan menyeberang kampung pun dijabanin demi mendapat hiburan ini. Sekarang? Tahu sendiri lah, bioskop-bioskop saja banyak yang gulung tikar karena hampir tiap rumah punya DVD player.

Tapi untuk berhenti menonton saya ragu dan agak malu-malu. Ntar kalau ada yang mergokin gimana ya? Pasti ngeledek habis-habisan. Ah, udah jam segini, mana ada tetangga komplek yang masih keliaran, kurang kerjaan! Eh, lha saya sendiri bukannya kurang kerjaan juga ya? Enggak, saya habis olah raga, istirahat sejenak sambil mengeringkan keringat. Saya pun mantapkan hati untuk menghentikan motor, tapi ternyata, belum juga sedetik, ada motor lain berhenti di belakang saya, lalu menyapa.

“ Pak, ngapain berhenti segala?”

Haiyah! Teman bulutangkis!? Ternyata masih ada yang lebih belakangan dari saya to? Semprul!

“ Eh, nggak papa. Ini, motor saya tau-tau ko’it. Mudah-mudahan bukan habis bensin..”, reflek saya sembari pura-pura susah menstater.

“ Wah, repot juga nih kalau habis bensin, udah pada tutup!”

Ngeeeeeeeeng!!! Motor pun saya berhasilkan hidup.

“ Haha, ini sih gasnya yang setelannya kekecilan, pantes gampang mati..., aman kok pak..”

“ Oooo, ya udah, ayo kita pulang bareng..”

“ Duluan saja deh, aku masih mau nyari rokok..”

“ Okee, aku duluan ya..”

“ Okee.., makasih ”. Padahal dalam hati, saya bilang “, Buruan pergi dah, ah. Nggangguin saja...xixixi”

Sebaiknya memang nyari tempat yang “aman”, biar tak gampang terlihat kendaraan lain yang lewat. Agak lebih mendekat, pada tikungan yang jarang orang lewat, saya pun parkir dan nangkring di sana. Ow..., setelah mata terbiasa dengan kegelapan di sekitarnya, saya bisa lihat, ternyata masih ada dan cukup banyak yang menonton juga. Ada yang mojok, ada yang lesehan, ada juga yang berpasang-pasangan, artinya yang muda-muda juga banyak. Nggak tahu, apa karena nyari hiburan gratis atau karena bosan dengan cineplex dan DVD palayer. Atau mungkin mencari suasana beda, apalagi yang pacaran.

Ah, jangan lama-lama sebaiknya, karena kalau dituruti sampai selesai saya nggak pulang-pulang, sudah makin malam. Sepuluh menit sudah cukup saya kira, untuk sekedar bernostalgia. Sudah memutar kunci kontak untuk menyalakan motor, ketika di layar jadul itu nampak adegan Barry Prima tengah bercinta dengan si cantik itu,..ah, kembali lupa namanya, pokoknya seksi. Nanggung ah, sayang kalau dilewatkan. Nah, setelah adegan itu selesai, saya benar-benar beranjak pulang, lumayan ....mengingat kenangan.

Sepanjang jalan menuju rumah, saya sedikit bersenandung lagu lamanya Nomo Koeswoyo.., “Layar Tancap”.

“ Kini jangan heran, anak-anak sekarang

Kecil-kecil sudah, pada main pacaran

Tanpa surat-suratan,..dududdu...

.

Maju kena, mundur pun apalagi lebih kena

Wadauw!! Jempol kakiku

Terinjak terompah bajak, sandal jawa.....”

.

.

C.S.

Norak ya? Biarin, ah..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun