Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mewaspadai Imbas “Limbung”nyaYunani

29 Mei 2012   04:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:39 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13382648741591859020

[caption id="attachment_179534" align="aligncenter" width="368" caption="Lama-lama Pegal juga, Yunani tak sanggup lagi? (foto Dok.Pribadi)"][/caption]

Berawal dari gonjang-ganjing perekonomian Yunani yang berbuntut panjang, akhirnya membuat negara-negara  yang tergabung dalam uni eropa sekarang-sekarang ini tengah gamang “rembugan”. Krisis ekonomi (keuangan) yang melanda para anggotanya harus segera di atasi, namun tampaknya sulit diketemukan formula yang pasti. Perdebatan panas antar mereka terutama adalah mengenai cara pandang mengatasi krisis itu, antara pilihan efisiensi/pengetatan anggaran ataukah pengucuran/penambahan stimulus fiskal agar roda ekonomi kembali bergerak sehat. Wacana diadakannya penggalangan dana antar anggota dengan meluncurkan semacam obligasi khusus (eurobonds) pun sepertinya tak mendapat kata sepaham. Jerman paling tidak berkenan dengan model pengucuran dana/stimulus, apalagi dengan eurobonds itu, karena negara yang termasuk paling sehat ini lebih setuju dengan pengetatan anggaran. Apalagi dengan obligasi itu, ketidakpercayaan investor global membuat mereka yang membeli surat utang negara uni eropa menginginkan bunga yang tinggi, jika eurobonds diluncurkan dengan bunga wajar/rendah, mau tidak mau nama Jerman seolah-olah digunakan sebagai “penjamin” kepercayaan itu.

Itu sekilas yang saya baca dan pahami dari berita-berita dunia dengan kemampuan terbatas tentang perekonomian (baik makro ataupun mikro) ini. Memang, sebelum merembet ke Portugal, Italia dan Spanyol, awal mulanya krisis ini terjadi di negeri “para dewa”, Yunani. Negara yang dalam sejarahnya cukup dikenal sebagai gudangnya para pemikir. Dari sana banyak muncul para ilmuwan ataupun filsuf. Siapa tak kenal Aristoteles, Plato, Archimides ataupun yang lain. Dapat dijadikan bukti bahwa Yunani berisi orang-orang cerdas pada masanya. Apakah dengan kondisi ini menunjukkan bahwa generasi cerdas yang jeli dan berpikir logis itu telah terputus? Ataukah memang karena Yunani hanya melahirkan para filsuf dan ilmuwan eksak, tidak pernah melahirkan para ekonom yang mengglobal?

Di luar anggapan tentang “limbung”nya kejayaan Yunani ini, kita berharap uni eropa menemukan jalan keluarnya untuk mengatasi krisis. Karena mau tidak mau dan diyakini, krisis di sana nyata-nyata berpengaruh pada perekonomian dunia, termasuk Asia. Jangankan Indonesia, China saja yang disebut-sebut muncul sebagai kekuatan ekonomi baru dunia saja terpengaruh. Inilah yang saya sebut Global Respon, Global Connect, efek Globalisasi. Ringkihnya perekonomian eropa akan direspon oleh para investor global menarik dananya dari Indonesia, mereka lebih berpikir mengamankan diri dengan mengivestasikannya dalam US dolllar karena dirasa lebih aman dan bernilai. Di sinilah kekhawatiran gelembung “hot money” yang selama ini terjadi. Jika tidak diwaspadai tentunya akan berimbas pada perekonomian kita. Baru-baru ini, karena banyaknya dana asing yang keluar dari bursa kita, IHSG dan rupiah mengalami tren melemah. Gejala ini tentu dikuatirkan menimbulkan efek inflasi (imported inflasion).

Entah, apakah Bank Indonesia benar-benar memiliki kebijakan yang mampu menahan secara tegas laju keluarnya hot money yang cenderung spekulan itu, kuat atau tidaknya cadangan devisa kita, demikian juga langkah intervensi agar rupiah terjaga. Namun secara umum, dan seperti biasa, kondisi ini bisa menjadikan gambaran tentang dibutuhkannya suatu keseimbangan, antara lain tentang ekspor dan impor. Melajunya nilai US Dollar tentu saja bisa dipandang menjadi peluang untuk lebih menggalakkan ekspor, tentu saja untuk produk-produk yang lebih memiliki nilai tambah. Demikian juga sebuah progress agar negeri ini tidak bergantung dan dibanjiri barang-barang impor yang sebenarnya bisa diproduksi sendiri di dalam negeri. Satu dan lain hal, jika uni eropa gamang dengan pilihan pengetatan ataukah stimulus itu, khusus negeri kita, demi Indonesia sendiri, kita dapat memadukan dua pilihan itu, yaitu PENGETATAN/EFISIENSI serta STIMULUS yang tepat guna. Pemangkasan anggaran negara untuk agenda yang benar-benar bernilai, serta kelancaran penyerapan anggaran berbasis kinerja tentu saja sangat diperlukan agar ekonomi dalam negeri bisa bergerak. Semua akan bersinergi dan menjamin Indonesia bisa mandiri jika kepastian hukum dikedepankan, lalu penyakit kronis yang bernama korupsi itu diminimalkan, apalagi bisa hilang. Limbung ataupun runtuhnya perekonomian Yunani jangan sampai berimbas negatif yang parah ke negeri kita ini. Waspadalah, waspadalah!

Salam.

.

.

C.S.

Kadang “mudeng”, kadang enggak...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun