Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Area Gerbang Tol “Multifungsi”

19 Maret 2012   07:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:49 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_167001" align="aligncenter" width="400" caption="Area gerbang tol "][/caption]

Sebuah fasilitas umum yang berfungsi sebagaimana mestinya tentu saja akan lebih baik jika dibandingkan dengan sebuah fasilitas umum yang “digunakan” untuk berbagai fungsi (multifungsi) namun bukan fungsi sebagaimana mestinya.

Sebelumnya “nuwun sewu”, “punten”, dan mohon maaf sebesar-besarnya jika apa yang saya ungkapkan sedikit banyak menyinggung perasaan rekan-rekan semua yang merasa menjadi bagian dari “kesalahan” yang nyata telah terjadi sekian lama ini. Tentu saja, obrolan saya ini tidak terkait langsung dengan sikap memaklumi atau tidak memaklumi. Fokus terutama adalah menyodorkan sebuah pendapat tentang benar atau tidaknya, demikian juga ideal atau tidaknya sebuah “potret” yang tentu saja dituliskan berdasarkan kesederhanaan “kacamata” saya. Karena tentu saja hendak tahu diri akan kecilnya peran secara pribadi yang bisa diambil untuk sebuah “pembenahan”, yang diartikan sebagai pembenahan dari pengguna (kita semua) serta dari pihak yang bertugas/berwenang melakukannya. Sekali lagi, anggaplah ini obrolan di warung kopi, tak muluk-muluk untuk mengharapkan perubahan secara instan, semoga tetap ada yang berguna meski secuil saja.

Mungkin di antara kita sering menemui atau menjadi bagian dari kenyataan ini. Sebuah kawasan gerbang tol, yang seharusnya “steril” dari sumbatan-sumbatan, sehingga tiap kendaraan yang hendak masuk/keluar melintasi jalan tol tidak menemui hambatan, di beberapa tempat ternyata sulit untuk diwujudkan kondisi idealnya.

Sebuah contoh saja, walaupun sepertinya masih ada di lokasi lain, yaitu wilayah sepanjang gerbang Tol Timur Bekasi. Saya menyebutnya gerbang tol multifungsi. Sudah sekian lama kondisi ini selalu terjadi. Banyak yang menghetahui bahwa menjelang pintu tol ini “difungsikan” sebagai hal yang sebenarnya tidak tepat. Tak dapat dipungkiri perilaku ini merupakan salah satu penyebab seringnya terjadi kemacetan di sekitarnya.

Kawasan gerbang tol ini setiap hari telah “dipermaklumkan” menjalani fungsi lain yaitu sebagai terminal, halte, pangkalan ojek, bahkan pengembangan UKM (tempat mangkal pedagang kaki lima). Tentu saja bukan sekedar ingin memojokkan rekan-rekan yang mungkin “terpaksa” menjadi bagian di sana. Hal ini diyakini tidak terjadi begitu saja, pasti ada penyebab yang menjadikan kondisi ini tercipta.

Kemungkinan pertama adalah karena terbatasnya halte untuk tempat pemberhentian angkutan/bus kota. Jika kita sedikit mengamati, fasilitas yang dibutuhkan sebagian besar penumpang ini bisa dikatakan masih minimal, sehingga penumpang yang tempat tinggalnya jauh dari terminal lebih memilih menunggu bus di gerbang tol. Mengingat kondisi penumpang seperti ini cukup banyak, tak ayal di sepanjang jalur menuju gerbang tol tampak berjubel para calon penumpang. Bus kota pun merasa “sah-sah” saja berhenti serta mengambil penumpang di sana, bahkan seringkali “ngetem” semaunya. Peluang ini tentu saja dimanfaatkan “pencari rejeki” lainnya, yakni tukang ojek dan pedagang kaki lima. Dan terwujudlah kondisi multifungsi ini sekian lama.

[caption id="attachment_167002" align="aligncenter" width="300" caption="Pro UKM?"]

1332139278546242126
1332139278546242126
[/caption]

Selanjutnya mungkin perlu juga kita akui bahwa memang budaya disiplin kita masih rendah. Lebih terkalahkan oleh keinginan instan “cara mudah” serta penghematan untuk segera sampai ke tempat tujuan. Meskipun sebenarnya secara tak sadar ikut pula menjadi bagian yang menciptakan “pelanggaran”, kemacetan, serta resiko-resiko dari sisi keamanan. Seringkali bus yang terburu-buru tetap dikejar, menyeberang jalur keluar tol sembarangan, serta mengamini penawaran ojek yang seenaknya main potong laju bus.

Permakluman demi permakluman yang sekian lama terjadi membuat petugas yang berwajib pun ikut memaklumi, sehingga pembiaran lah yang terjadi. Lalu harus bagaimana? Yaaaaah, ...mohon jangan terlalu mendesak saya untuk memberikan solusi pasti, lah! Kan dari tadi saya sudah bilang, anggaplah ini obrolan di warung kopi.

[caption id="attachment_167003" align="aligncenter" width="400" caption="Komuter. Ingin praktis, cepat, dan hemat."]

1332139465463657355
1332139465463657355
[/caption]

Jika ditanyakan usulan solusi sih. Tentu saja kebutuhan penumpang itu seharusnya disediakan lebih banyak dan berguna, terutama halte pemberhentian. Petugas juga sebaiknya tegas mengatur lalu lintas agar kondisi lancar. Dan tak lupa, kita tinjau lagi perilaku kita sendiri dalam keseharian terkait penggunaan jalan atau angkutan umum/bus kota, di mana harus naik dan di mana harus turun. Nah, bukan sekedar ingin cuap-cuap menyalahkan kan? Tetap berusaha melihat secara utuh kok, dan berupaya sampaikan sedikit solusi, meski mungkin basi. Yang terpenting adalah, sebagai sesama komuter hendak ingin sedikit pesan untuk rekan-rekan semua, selalu berhati-hatilah di perjalanan!

Salam komuter.

.

.

.

C.S.

Nggak ingin bilang mudah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun