Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lanjutkan Tidurmu, Sayang

5 Maret 2012   12:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:28 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja berlalu tergantikan malam,hari telah temaram. Gemerincing anak kunci dan derit pagar berkarat, tak jua mampu kuredam, hingga terjaga di depan pintu, sesosok wajah lelah dengan senyum terkembang.

“ Sudah pulang, Mas?”

“ Hm,..Iya. Maaf, membuatmu terbangun. Aku kembali terlalu malam”

“ Aku belum tidur, kok”

“ Anak-anak baik-baik saja kan?”

“ Tak usah kuatir, mereka telah terbiasa. Lelap sekali tidur mereka”

Wanita ini bersikeras membawa ke dalam tas kerjaku yang lumayan berat, meski aku ingin membawanya sendiri. Meski letih dan remang, aku masih lekat menangkap dari kantung matanya, istriku pun membutuhkan istirahat, setelah seharian penuh lelah merawat dan menjaga anak-anak.

“ Minum teh hangat dulu ya, Mas. Sambil menunggu air hangat untuk mandi, habis itu segera makan malam”

“ Ah, sudahlah, Dik. Kamu lanjutkan saja tidurmu, kamu pasti lelah, butuh istirahat”

“ Mas yang lebih lelah, dong”

Kembali aku tak mampu memaksanya. Rasa bersalah menelusup di relung dada, berangkat gelap pulang malam, belum juga mampu bergelimang kuberikan, padanya yang melimpahkan segala ketulusan.

Lelahku terbang saat dia temaniku menyantap hidangan malam. Parasnya tetap bersinar meski tersamar bias-bias keletihan.

“ Kamu sudah makan?”

“ Sudah, Mas habiskan saja sisa nasinya”

Nikmat sekali makan malam sederhanaku ini. Lekat kutatap wajah di hadapan.

“ Ngapain, Mas? Kok ngelihat aku begitu banget, ada yang aneh?”

“ He2..ah, enggak. Kamu masih cantik seperti dulu..”

“ Ih,..nggombal lagi, kayak dulu juga...”

Aku harus kembangkan senyum, selintas bergumam dalam hati. Esok malam, aku harus lebih meredam suara anak kunci, juga meminyaki pintu pagar yang berkarat. Aku yakin deritnya tak lagi terdengar, hingga istriku tak terjaga tengah malam. Dia lebih lelah dariku, aku ingin istrirahatnya lebih berkecukupan, meski belum mampu kuberikan rejeki yang berkelimpahan. Walaupun dia selalu tak selintas pun mengkhayalkan.

“ Bersyukur kok, Mas, meski hidup seadanya, kita baik-baik saja dan tak pernah berkekurangan”

Itu yang seringkali Ia katakan, dan bagiku merekalah hidupku yang berkelimpahan. Ah, lanjutkan tidurmu, sayang. Kau butuh itu.

.

.

Mar/12

C.S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun