Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Drama

[Paknethole]: Kran Bocor

18 Januari 2012   06:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:44 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13268679852014486842

[caption id="attachment_156323" align="aligncenter" width="294" caption="from google"][/caption] Pagi-pagi sekali. Di luar rumah masih gelap, belum saatnya bangun. Namun Makne (Mama) sudah ngoprak-oprak Paknethole agar segera bangun. Dia rupanya mulai kesal karena janji Paknethole untuk mengganti kran tempat mencuci piring dengan kran yang baru tak juga terlaksana. Alasannya selalu saja sama, belum ada anggaran. Terakhir kemarin memang kran itu masih bisa dibetulin oleh Pakne, tapi dalam dua hari saja kran itu kembali bocor. Awalnya hanya tetesan-tetesan saja, namun lama kelamaan lebih mirip dengan pancuran. Makne : "Yah!..bangun ah!..tuh lihat, kran tempat cucian piring bocornya sudah parah! Pakne : " Halaaagh,...masih ngantuk nih!, tadahin aja dulu pake ember!" (sambil merem dan meringkuk lagi) Makne : " Tadahin gimana?!,..lha wong banternya sudah mirip kencing si Ragil!" Pakne : " Ya, udah!...matiin saja dulu dari meteran, besok tak beliin yang baru!" Makne :" Ahh!!...,dari kemarin Ayah selalu bilang begitu!.., ntar..!..sok...!..ntar...! sok!" Pakne : " Bener Ma,..besok Aku beliin. Anggaran sudah ada kok..!" Makne : " Iya. Tapi mbok ya sementara diganti dulu, kan Ayah masih punya kran biasa". Pakne : " Kran yang mana?" Makne : " Itu lho, yang dulu nggak jadi dipake buat kran di teras". Pakne : " Oh..itu. Tapi itu kran biasa, bukan yang panjang melengkung. Nanti susah buat nyuci piringnya". Makne : " Ya, nggak papa lah. Namanya juga sementara". Pakne : " Ya, deh. Nanti kupasang.." (masih meringkuk) Makne : " Sekaraaaaang!! Dan Paknethole tak bisa berkelit lagi. Terpaksa dengan mata kriyip-kriyip dia bangun juga, setelah sebelumnya menggeliat panjang. Dimatikannya tuas kran berbentuk lingkaran di dekat meteran air, sebagai pusat untuk menghidupkan dan mematikan aliran air di seluruh rumah yang masih bergantung pada suplai air dari PAM ini. Lalu dilepasnya kran cucian piring yang parah bocornya itu. Sejenak terdengar suara-suara glothakan (pating glodhak) di gudang saat Pakne mencari-cari dimana kran lama yang dimaksud itu. Tak lupa, agar kantuknya hilang, dia mencari sambil bernyanyi, mengeluarkan suara "emas"nya. Pakne : " Di manaa....., di mana...., di maaaaana..." (cengkok Ayu Tingtong) Ragil : " Gung..gung...".  (menirukan suara gendang). Rupanya memang si Ragil sudah bangun, badan mungilnya mulai mengintil kemana Ayahnya mengerjakan tugas. Rasa ingin tahunya cukup besar ternyata. Pakne : " Nah, ini dia..". ( berseri-seri, ketika akhirnya kran plastik berwarna kuning itu dia temukan). Ragil : " Nah..nini nia..", si Barep menirukan. Pakne: " Nia siapa Adeee'...,he..he". Ragil: " Klaaan...!, Ayaaah.." Mulai bersemangat, Paknethole segera mencoba kran yang baru ditemukan itu. Dimasukkan dan diputarnya pada lubang  kran tempat cucian piring, yang telah dia buka sebelumnya. Tapi ketika putaran drat kran dan yang ada di lubang itu mencapai titik pertemuan maksimal, selalu saja kran menjadi longgar lagi dan longgar lagi. Pakne : " Haduh..!,..aku lupa!...kran ini memang sudah "dhol"..! (Pakne baru ingat, kran itu dulu tidak jadi dipakai karena dratnya sudah dhol atau lodex..) Makne datang menghampiri, meninjau hasil kerja Paknethole. Makne : " Gimana, Yah?...Bisa?" Pakne : " Susah Ma, kran ini kan sudah dhol dari dulu.." Makne : " Beli sekarang aja Yah.." Pakne : " Pagi-pagi begini, mana ada toko material yang buka". Makne: " Kalau gitu,..terserah Ayah deh. Pokoknya pagi ini harus beres". " Adee'.., nih di mimik susunya.." ( Makne membobong Ragil yang mulai asik dengan dotnya, lalu ngeloyor ke ruang depan) Maka, di sinilah Paknethole kini sendiri,...menatap cakrawala...eiiits..sorry, jadi inget kalimat kunci ajang "Ramen". Pokoknya, Pakne mulai berpikir keras. Ada dua pilihan sekarang, menutup sementara lubang kran itu atau mencoba lagi membongkar kran yang lama, seperti yang dulu berhasil dia lakukan. Tapi dia ingat, bagian dalam kran cucian piring, yang bentuknya panjang melengkung serta terbuat dari plastik itu terdapat komponen-komponen (..yailah..kaya' mesin apaaa...gayanya) berbentuk pipih yang socketnya sudah gompal. Itulah yang membuat hasil reparasinya dahulu kurang maksimal. Kalau dulu saja sudah gompal, diperkirakan gompalnya makin parah, terbukti dari bocornya yang sudah nggak ketulungan. Tapi, dia pikir tak ada salahnya mencoba lagi, siapa tahu berhasil. Lalu, Paknethole mengambil alat-alat yang diperlukan. Cuma beberapa sih, obeng , tang, juga kunci pas. Dia mulai "nyethuk" dengan proyeknya, dibongkarnya kran lama itu untuk direnovasi. Proyek sukarela tanpa dibayar, apalagi dengan dana "wah" bermilyar-milyar (mulai ngaco' deh..he..he..). Benar saja. Setelah dia bongkar, komponen berupa kepingan lingkaran pipih dari plastik itu gompalnya sudah parah, hanya tersisa secuil yang bisa berfungsi membuka dan menutup aliran air. Tapi, tetap dia coba. Intinya yang penting adalah presisinya tepat..(halahh..!). Dipadukannya dua kepingan plastik yang gompalnya parah itu setepat-tepatnya. Setelah dirasa pas, ditekannya keras-keras lalu didorong sambil diputar ke dalam lubang kran, tapi tetap berhati-hati agar presisinya tidak berubah. Lalu dipasangnya kembali baut pengencang dengan obeng, dirangkai kembali seperti semula (sulit menggambarkannya,..ada bayangan kan?). Tak lupa dia uji hasil kerjanya dengan memasukkan air dari lubang kran, ditutup dan dibuka tuasnya. Saat dibuka air mengalir, saat ditutup air mampet. Berhasil!...meski tetap saja masih sedikit ada rembesan. Ini sudah maksimal dengan kondisi komponen yang serba gompal. Dipasangnya kran panjang yang sudah dianggap berhasil direnovasinya itu pada lubangnya. Aliran air dari dekat meteran dibuka. Lumayan, tidak ada bocor yang menyerupai pancuran lagi, hanya tetesan kecil yang sementara dapat ditampung dengan ember. Makne menghampiri lagi, hendak meninjau kembali. Makne : " Bisa nggak Yah?" Pakne : " Bisa dong,...siapa dulu montirnya..". (dengan bangga). Makne : " Coba dari kemarin ,Yah. Tapi itu masih netes?" Pakne : " Masih bisa ditadahin ember Ma. Ini sementara, besok kubelikan yang baru deh.." Makne : " Besok kapan?" Pakne : " Ya..., besok lah.." Makne: " Kucatat ya.., jangan ntar..sok...ntar..sok lagi". (sambil menyalakan kompor, merebus air untuk membuat kopi Pakne) Pakne :" He..he,..iya deh,..catet!..catet.." Matahari mulai menyingsing, Paknethole harus segera mandi. Kalo sampai kesiangan, dia takut terjebak macet di jalanan. . . C.S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun