Mohon tunggu...
Chris Surinono
Chris Surinono Mohon Tunggu... -

Pencari dan terus menjadi pencari....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Ada Manusia yang Jadi Pencuri?

25 April 2019   12:26 Diperbarui: 25 April 2019   12:52 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pencuri itu ada dimana-mana. Ada sejak dulu kala. Yang menjadi pencuri pun bukan hanya binatang di hutan: babi, kera, atau anjing; tapi juga manusia. Tapi mengapa ada manusia yang jadi pencuri? Ini kisahnya. Jaman dulu, semua orang hidup aman. Tak takut akan pencuri, karena memang tidak ada orang yang jadi pencuri.

Pada masa itu ada satu pertapaan, dengan seorang guru yang bijaksana. Banyak orang muda di desa itu yang bergabung bersama sang guru untuk bertapa. Lama kelamaan, semakin banyak pemuda yang bergabung. Sang guru-pun, dengan senang hati, menerima para pemuda itu. Ia mendidik mereka; melatih baik fisik maupun mental spiritual para pengkutnya itu.

Suatu waktu, sang guru ingin cari tahu bagaimana kepekaan suara hati para pengikutnya itu. Ia mengumpulkan mereka, dan berkata: "Sekarang kamu semua harus pergi mengemis ke jalan-jalan di kota agar bisa hidup". Mereka menjawab: "Guru, orang-orang di kota sangat kikir; sedikit saja yang murah hati bisa memberi kepada para pengemis seperti kita. Jadi, akan sia-sia dan buang waktu kalau kami harus pergi meminta-minta".

Jawab sang guru: "Kalau situasinya demikian, maka tidak salah kalau kamu mencuri untuk bisa makan"; Jadi, kata sang guru lagi: "Saya beri jalan terbaik untuk bagaimana mencuri. Kamu harus sembunyi di pinggi jalan yang sepi. Jangan sampai ada yang melihat kamu. Lalu perhatikan baik-baik, kalau ada orang kaya yang lewat, kamu rampas barang-barang dan uangnya, tapi jangan kamu apa-apakan orangnya". Mereka setuju. Lalu masing-masing mulai siapkan diri untuk pergi perampok.

Hari berikutnya, tempat pertapaan itu jadi sepi. Semua keluar untuk merampok. Tapi, tiba-tiba sang Guru bertemu seorang pertapa yang masih berada di tempatnya. Lalu ia bertanya: "Kenapa kamu tidak ikut pergi merampok?. Jawabnya: "Iya. Saya putuskan untuk tidak pergi, karena tidak ada tempat pun di dunia ini yang tersembunyi dan tak dilihat oleh siapa pun. Meskipun saya berada sendirian pun tetap saja suara hati-ku melihat dan menghakimi-ku". Dan sang guru pun menjawab lagi: Anda benar. Dan lagi, bukan saja suara hati kita yang akan menghakimi kita, tapi Allah pun akan melihat apa yang ada dalam hati-mu".

Sang guru bangga dengan muridnya itu. Ia merasa sudah berhasil mendidik muridnya, meski dari sekian banyak yang ikut dididik. Ia peka mendengarkan suara hatinya. Sedangkan yang lain tidak pernah pulang lagi ke tempat pertapaan itu. Mereka sudah beranak pinang menjadi pencuri sampai sekarang. Jadi rupanya benar, bahwa setan itu sebelumnya adalah malaikat baik. Demikian juga, para pencuri, perampok, koruptor itu adalah mantan-mantan pertapa yang gagal mendidik suara hatinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun