[caption id="attachment_188392" align="alignright" width="300" caption="(diasporaindonesia.org)"][/caption]
Congress of Indonesian Diaspora (CID) yang digelar selama tiga hari pada tanggal 6-8 Juli lalu di West Hall B, Plenary Hall, Los Angeles Convention Center, California, Amerika Serikat dihadiri oleh 5.500 orang yang memiliki hubungan etnik, budaya, kekerabatan dan sejarah dengan Indonesia. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia untuk berkumpul bersama mengikuti pertemuan bersejarah itu dalam rangka menjalin koneksitas atas dasar kecintaan pada Indonesia.
Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Dr. Dino Patti Djalal selaku penanggungjawab kegiatan mengatakan dalam sambutannya bahwa dalam berbagai proyeksi masa depan Indonesia pada abad 21 ini, ada satu faktor yang sering luput dalam kalkulasi bangsa, yakni diaspora Indonesia. Diaspora di sini merujuk pada semua orang di luar negeri yang berdarah, berjiwa dan berbudaya Indonesia yang masih WNI ataupun yang sudah WNA. Selama ini, kelompok tersebut belum pernah tersentuh oleh pendekatan dan perhatian sistematis dari Indonesia.
Menurutnya, tak ada yang tahu persis berapa jumlah diaspora Indonesia di seluruh dunia, berdasarkan catatannya terdapat sekitar 3,5 juta orang WNI di luar negeri namun faktanya jumlah diaspora Indonesia jauh lebih banyak dari yang diperkirakan, kemungkinan mencapai 6-8 juta orang bahkan bisa lebih dari 10 juta orang atau sama dengan jumlah populasi Swedia atau Austria. Diaspora Indonesia lebih besar dibanding diaspora Korea maupun diaspora Vietnam dan yang luar biasanya pendapatan per kapita diaspora Indonesia diperkirakan lima kali lebih besar dari pendapatan per kapita negara Indonesia sendiri.
Diaspora Indonesia juga mempunyai idealisme yang tinggi. Mungkin lebih tinggi dari orang-orang di negara sendiri yang sedang dilanda sinisme. “Di mana-mana saya bertemu dengan diaspora WNI yang ingin kembali berkarya di Tanah Air dan diaspora WNA yang ingin berbuat sesuatu bagi Indonesia,” terang Dr. Dino Patti Djalal.
Namun salah satu kelemahan diaspora Indonesia di sejumlah kota dan negara mempunyai ciri yang mencolok, yakni tercerai-berai dan tak saling kenal. Diaspora Indonesia ibarat ribuan titik tak terhubungkan. Sering kali hubungan mereka dengan Tanah Air minim yang membuat diaspora menjadi komunitas yang penuh potensi, tetapi lemah dalam koneksi. Inilah sebabnya CID digelar untuk mempertemukan eksekutif dan legislatif Indonesia dengan diaspora Indonesia di seluruh dunia dalam rangka meminimalisir kelemahan yang ada.
Selama tiga hari CID berlangsung, sejumlah agenda dan isu dibicarakan. Acara dibagi dalam dua model diskusi. Dikusi besar di hari pertama dengan menyertakan semua peserta dalam satu forum. Menghadirkan Sehat Sutardja (CEO Mervell Technology Group), Prof. Dr. Mohammad Nuh (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Sri Prakash Lohia (Chairman of Indorama Corporation), Mari Elka Pangestu (Menteri Pariwista dan Ekonomi Kreatif serta Sri Mulyani Indrawati (Menaging Director at the World Bank) yang tampil lewat video message, karena masih berada di Jepang.
Sedangkan dalam diskusi kecil, forum dibagi dalam ruangan yang lebih kecil dengan kapasitas antara 100 - 150 orang dan disesuaikan dengan masing-masing isu atau tema yang akan dibicarakan, seperti tema “Pluralise, Demokrasi dan Pemerintahan di Indonesia” dengan pembicara Dr. Din Syamsudin(Ketua Umum Muhammadiyah), Robert Manan (Direktur Manan Foundation), Amin Hadi (Diaspora Indonesia dari Australia) dan Dr. Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina).
Diaspora Indonesia berdarah Maluku
Dalam Kongres Diaspora Indonesia yang berlangsung tiga hari itu, ternyata terdapat pula diaspora Indonesia asal Maluku, antara lain penyanyi tembang don’t sleep away dan you make my world so colourfull, Daniel Sahuleka yang sengaja diundang untuk menyanyikan beberapa tembang lagunya. Kemudian Fred Latuperissa (Director United States Departement of Commerce) pria kelahiran Indonesia yang sudah 20 tahun tinggal di California dan telah pula menjadi warga negara Amerika Serikat namun mengakui bahwa dirinya tetap cinta dan bangga menjadi bagian dari Indonesia dan menurutnya terdapat ribuan diaspora asal Maluku yang tersebar di Amerika. Selain itu, ada juga Izak Lattu yang kini tengah menyelesaikan program doktoralnya di Amerika Serikat.
Hal menarik lainnya selama berlangsungnya kongres adalah adanya dua unjuk rasa atau demonstrasi pada hari yang berbeda di samping ruas jalan depan Los Angeles Convention Center. Demonstrasi pertama dilakukan di hari kedua kongres oleh sekitar 10 orang yang mengusung isu kebebasan beragama dan hak asasi manusia di Indonesia, mereka mencontohkan pelarangan beribadah terhadap komunitas agama tertentu sebagai pelanggaran terhadap hak asasi dan harus mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia.
Berikutnya di hari ketiga, dengan jumlah orang yang hampir sama dengan demonstrasi yang pertama. Dipimpin oleh Dr. Alex Manuputty (pemimpin tertinggi FKM-RMS) dengan mengibarkan bendera Benang Raja dan bendera Bintang Kejora mereka mengusung isu Maluku dan Papua merdeka. Ada dua spanduk berukuran 2x4 meter dibentangkan, bertuliskan “End The Illegal Take Over And Occupation of South Molluccas, Release The Prisoners of RMS & West Papua” dan “Indonesia Failed To Protect Human Rights”. Spanduk terakhir sama persis yang dengan yang dibentangkan dalam demontrasi hari sebelumnya, orang-orangnya pun terlihat hampir sama, mempertegas kecurigaan bahwa kedua demonstrasi ini dimotori dan dijalankan oleh orang-orang yang sama.
Kedua aksi demonstrasi tersebut sepertinya kurang mendapat perhatian, mungkin karena jumlahnya sedikit sehingga masyarakat setempat tetap beraktifitas dan berlalu lalang seperti biasanya tanpa peduli dengan aksi para pendemo, termasuk para peserta kongres yang menganggap tidak terjadi apa-apa di sekeliling mereka.
Deklarasi Diaspora Indonesia
Pada hari ketiga, kongres resmi ditutup dengan menghasilkan Deklarasi Diaspora Indonesia yang telah ditandatangani oleh 5.500 orang peserta kongres dan dibacakan oleh 50 orang perwakilan dari peserta dengan berbagai bahasa secara bergantian.
Dr. Dino Patti Djalal juga menyampaikan rencana Kongres Diaspora Indonesia berikutnya akan diadakan di Jakarta pada 23-25 Agustus 2013 dengan mengangkat tema “Diaspora Indonesia Pulang Kampung”. Semua peserta juga diharapkan dapat ikut menyampaikan dan mensosialisasikan semua hasil kongres dan rencana kongres berikutnya kepada semua diaspora Indonesia yang tidak sempat hadir dalam kesempatan pertama ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H