Â
Aku patung, mereka patung
Cangkir teh hangat namun kaku dan dingin
Meja-meja kayu mengkilap
Wajahmu dibasahi air mata yang dilukis
Tubuh kaku tidak bergerak
Ingin hapus air matamu tapi aku tak bisa
Patung-patung kayu mengkilap
Pikiran mereka kosong memikul peran
Harusnya cerita ini bisa berakhir lebih bahagia
Tapi kita dalam diorama
Harusnya sisa masa ku buat indah menukar sejarah
Tapi kita dalam dioramaÂ
Itu adalah penggalan lirik dari sebuah lagu milik Tulus yang berjudul "Diorama". Lirik ini mungkin cukup menggambarkan suasana di dalam Museum Sasmitaloka Ahmad Yani yang terletak di Jl.Lembang no.67, Menteng, Jakarta Pusat.Â
Museum ini dulunya adalah rumah Jenderal Ahmad Yani yang dialihfungsikan menjadi Museum untuk mengenang Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal lainya yang gugur dalam G 30 S 1965 lewat patung, bingkai foto, piagam, surat tulisan, Â duplikat seragam dinas dan barang berharga lainya.Â
Museum ini menjadi saksi bisu ketika Jenderal Ahmad Yani harus kehilangan nyawanya setelah diberondong tembakan senjata laras panjang oleh pasukan Tjakarabirawa yang memang sudah ingin menculik sang Jenderal yang saat itu menjabat sebagai Menpangab pada jam 4 subuh dini hari, sebuah waktu yang seharusnya digunakan untuk "berbincang" dengan sang Khalik malah menjadi waktu yang menjadi sejarah menyedihkan bagi bangsa ini.
                   Â
Jenderal Ahmad Yani adalah jenderal yang cerdas dan memiliki pemikiran serta rencana yang matang dalam berbagai operasi militer. Berkat kematanganya dalam menentukan taktik militer itulah, Jenderal Ahmad Yani menjadi tokoh yang berperan besar dalam penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta, Kahar Muzakar , DI/TII , dan Operasi Pembebasan Irian Barat.Â
Semua keberhasilan itu pada akhirnya menjadikanya sebagai Jenderal kesayangan Presiden Soekarno pada saat itu dan itu yang membuatnya berhasil diangkat menjadi Menpangab pada tahun 1962. Bukan hanya itu, Jenderal Ahmad Yani juga mendapat "warisan" dari Bung Karno untuk menjadi penerusnya sebagai pemimpin bangsa ini bila Bung Karno tidak lagi menjabat sebagai Presiden.Â
"Warisan" ini yang disambut gembira oleh keluarga dari sang Jenderal sendiri karena ini adalah bukti bahwa sang Presiden sudah melihat dengan "mata batin"nya sendiri bahwa Jenderal Yani adalah figur yang tepat untuk memimpin bangsa ini setelah dirinya.