Mohon tunggu...
Christopher lesmana
Christopher lesmana Mohon Tunggu... Atlet - Blogger

Christopherlesmana97@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menelusuri Jejak Sultan Hamid II

25 Juni 2020   21:25 Diperbarui: 25 Juni 2020   21:42 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jenderal A.M. Hendropriyono, salah satu mantan petinggi TNI mengatakan di dalam sebuah video bahwa Sultan Hamid II itu penghianat. Sontak, pernyataan tersebut menimbulkan kemarahan dan kecaman yang luar biasa terhadap mantan Jenderal yang pernah menjadi Kepala BIN tersebut khususnya masyarakat Pontianak, yang merupakan kota kelahiran dan lambang kekuasaan dari Suktan Hamid II. 

Namun sebelum kita menelan mentah-mentah perkataan Hendropriyono dan terhasut oleh emosi yang ada, sudah menjadi kewajiban bagi kita terlebih dahulu untuk membaca sejarah dan informasi tentang Suktan Hamid II dan jejaknya dalam dunia perpolitikan Indonesia.

Sultan Hamid II adalah salah satu tokoh yang beperan besar dalam pembentukan negara Republik Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia. Layaknya Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sultan Hamid II menjadi salah satu kepala daerah yang berjuang untuk penegakan Republik Indonesia dan merencanakan visi misi Indonesia kedepanya termasuk merumuskan rancangan garuda sebagai lambang negara.

Sumber: Dalam buku "Takhta untuk Rakyat"/Mohammad Roem dkk via senayanpost.com
Sumber: Dalam buku "Takhta untuk Rakyat"/Mohammad Roem dkk via senayanpost.com
Sempat berada di bawah penahanan oleh tentara Jepang yang datang ke Indonesia pada tahun 1942, Sultan Hamid II dapat dikatakan cukup beruntung karena ditahan di kota Batavia sedangkan banyak anggota keluarga Kesultanan Pontianak termasuk ayahnya yang ditangkap dan dieksekusi oleh tentara Jepang yang akhirnya dikenal dengan Peristiwa Mandor. 

Setelah bebas dari kamp penahanan Jepang yang berimbas dari kedatangan prajutit Sekutu, Sultan Hamid II kembali berdinas di KNIL dengan pangkat Kolonel dan kemudian Beliau pun dilantik menjadi Sultan ke-7 Kesultanan Pontianak pada tanggal 29 Oktober 1945 untuk mengisi kekosongan kekuasaan sepeninggal ayahnya yang dieksekusi oleh tentara Jepang pada Peristiwa Mandor. 

Dilantiknya Sultan Hamid II menjadi Sultan ke-7 sepertinya membawa suatu keberkahan tersendiri dikarenakan beliau akhirnya naik pangkat menjadi Mayor Jenderal dan menjadi ajudan Ratu Belanda Wilhelmina. 

Kemudian Sultan Hamid II menjadi salah satu tokoh yang memperjuangkan sistem federal di dalam rancangan negara Indonesia dengan tokoh-tokoh lainya yang berasal dari pulau Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumatera, Maluki dan Bali yang akhirnya menjadi awal lahirnya BFO yang terbentuk di Bandung pada tanggal 18 Juli 1948 yang diprakarsai oleh Ide Anak Agung Gde Agung yang merupakan sebuah organisasi perhimpunan negara federal dimana Sultan Hamid II terpilih sebagai ketuanya pada tahun 1949. 

Lalu apakah peran terbesar Sultan Hamid II terhadap berdirinya Negara Republik Indonesia? Lambang burung Garuda adalah jawabanya, Sultan Hamid II berhasil menjadi pemenang sayembara terhadap logo Garuda Pancasila yang diadakan supaya Indonesia memiliki suatu lambang negara. Hasilnya, lambang burung Garuda tersebut ditetapkan menjadi lambang negara RIS (Republik Indonesia Serikat) pada 11 Februari 1950.

Rancangan Design Awal Garuda dari Sultan Hamid II | Sumber: Ureka
Rancangan Design Awal Garuda dari Sultan Hamid II | Sumber: Ureka
Lalu apa yang membuat Sultan Hamid II dicap dan dituduh sebagai penghianat oleh Jenderal Hendropriyono? Apakah Sultan Hamid II sudah sangat layak untuk diangkat sebagai Pahlawan Nasional?

Secara sejarah, banyak sumber yang mengungkapkan "penghianatan" yang dilakukan oleh Sultan Hamid II. Yang paling cukup terkenal dalam sejarah adalah ketika Sultan Hamid II berkomplot dengan Westerling yang terkenal sebagai "mesin pembantai" ketika Sultan Hamid II ditawari untuk menjadi komando pasukan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), kemudian Sultan Hamid II juga memberikan instruksi untuk menyerang Dewan Sidang RIS pada 24 Januari 1950 termasuk untuk menangkap Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Kolonel TB Simatupang. 

Hingga kini masih menjadi misteri apa yang mendasari Sultan Hamid II untuk menyerang rapat tersebut, namun menurut sejarahwan Anshari, itu adalah konflik internal antara Sultan Hamid II dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX karena Sultan Hamid II tidak senang dengan rencana Sri Suktan mengirimkan prajurit TNI ke wilayah Kalimantan Barat. 

Terlepas dari apakah Sultan Hamid II layak atau tidak menjadi pahlawan nasional, Kelaka sejarah dan rakyat Indonesia sendiri yang akan membuktikanya karena mereka yang diberikan gelar Pahlawan Nasional juga bukanlah manusia suci tanpa noda. Sejarah mencatat mereka yang tanpa gelar pahlawan nasional juga memiliki kontribusi besar terhadap berdirinya Indonesia. Jadi sebaiknya kita tetaplah mengenang mereka dengan perbuatan  dan pikiran baik kita. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun