Mohon tunggu...
Christian Wulung
Christian Wulung Mohon Tunggu... -

Seorang pelajar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Politik dan Hukum Dalam Multimedia dengan Mengintip Mata Najwa

26 Februari 2018   00:12 Diperbarui: 26 Februari 2018   00:26 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"huahahahaha, hahahahaha, wkkwwkk" byyyaaarrr, meledaklah tawa para penonton acara Mata Najwa ketika Lies Hartono dihadirkan dalam acara itu. Pelawak yang biasa dipanggil Cak Lontong itu tumbenmenghadiri talkshow"sekelas" Mata Najwa karena biasanya manggung di acara Indonesia Lawak Klub atau sekarang di sebuah acara teka-teki lawakan di salah satu stasiun televisi. 

Acara-acara itu memang didesain untuk memunculkan makna-makna tersirat dalam "menyentil" dunia perpolitikan Indonesia dengan debat-debat lawakan yang sebenarnya bertujuan untuk mengkritisi dunia politik Indonesia. Cak Lontong pun sering menjadi sorotan dalam acara Indonesia Lawak Klub karena kekhasannya dalam melawak yang menggunakan silogisme-silogisme ala-ala Lontong. Lawakannya memang sering membuat sebal, namun makna tersirat untuk mengkritisi politik sangat kena dan mengundang banyak tawa. Mengapa tim Mata Najwa atau Najwa Shihab tertarik mengundang Cak Lontong?

        Najwa Shihab sangat senang mengkritisi dunia politik, terutama di Indonesia. Ia selalu mengundang tokoh-tokoh politik yang dianggapnya "bermasalah" maupun yang "tidak bermasalah". Ia sangat pintar memancing jawaban-jawaban dari tokoh-tokoh politik itu agar para penonton bisa berspekulasi untuk menilai secara pribadi mengenai tokoh politik yang sedang diajak berbincang. Perbincangannya selalu tersurat, selalu menanyakan secara gamblang tentang masalah-masalah yang menyerempet narasumber untuk mengkritisi dunia politik Indonesia. Ia memberikan hal-hal tersirat hanya di akhir acara saja atau di bagian "Catatan Najwa". Berbeda dengan Cak Lontong, ia selalu menggunakan bahasa-bahasa tersirat dalam mengkritisi dunia politik Indonesia. Bagaimana bisa orang yang sering mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan tersurat mengundang narasumber yang sering berbahasa tersirat?

Dok.Pri
Dok.Pri
          Rupanya, Najwa Shihab memberikan warna yang berbeda di acara Mata Najwa. Najwa ingin membahas politik (dan hukum) Indonesia dengan intrik-intrik jenaka, sesuai dengan episodenya yang berjudul Negeri Jenaka yang ditayangkan di Trans7 pada 14 Februari 2018. Ia pun mengundang pelawak yang sering mengkritisi politik yaitu Cak Lontong. Penulis sudah memperkirakan bahwa pertanyaan yang dilontarkan Najwa akan dijawab Cak Lontong dengan candaan yang bermakna kritik. Ternyata itu benar! Najwa melontarkan pertanyaan ini di awal acara, "Saya mengundang Cak Lontong untuk membantu saya memaknai politik di Indonesia. Makin lama negeri ini makin jenaka, makin kocak, makin lucu, makin menggelitik. Setuju tidak?" Cak Lontong pun menjawab, "Setuju. Indikasinya jelas, saya bekerja melawak semakin susah karena situasi sendiri sudah lucu. Lawak itu kan menghibur. Ketika yang dihibur lebih lucu, kita ga berfungsi." Pertanyaan Najwa dan jawaban Cak Lontong sebenarnya bermakna sama, yaitu situasi dunia politik Indonesia yang semakin lucu (lucu dalam artian yang aneh). Namun, cara penyampaian mereka yang berbeda. Episode ini bisa menjadi contoh yang baik untuk permulaan cara bahasan politik di multimedia.

          Ada kalanya serius, ada kalanya melawak, ada kalanya makna disampaikan tersurat, ada kalanya makna disampaikan tersirat, dan ada kalanya semua dijadikan satu. Penulis berpendapat bahwa bahasan politik dan hukum dalam multimedia sama seperti definisi multimedia itu sendiri. Jika multimedia adalah beragam media yang bisa dikombinasikan menjadi satu, bahasan politik dan hukum dalam multimedia juga beragam cara yang bisa dikombinasikan menjadi satu untuk membahas suatu isu politik dan hukum. Episode Mata Najwa "Negeri Jenaka" bisa menjadi salah satu contohnya. Cara Najwa Shihab yang mengkritisi politik dan hukum dengan cara yang tersurat dan memberikan seberondong pertanyaan bagi tokoh politik dikombinasikan dengan cara Cak Lontong yang mengkritisi politik dan hukum dengan cara yang tersurat dan menggunakan bahasa-bahasa silogisme yang khas. Najwa Shihab pun juga mengerti kapasitasnya sebagai pewawancara sehingga bisa mengimbangi narasumbernya yang penuh dengan dalih-dalih lawakannya. Kuncinya memang ada di Najwa sebagai pembawa acara. Ia bisa membawa diri agar tidak terus melontarkan pertanyaan-pertanyaan sama seperti pertanyaan kepada para tokoh politik sehingga Cak Lontong pun juga bisa membawa diri agar tetap mengikuti pertanyaan Najwa namun tidak melupakan kekhasannya.

           Tulisan ini untuk mengawali bahasan-bahasan politik dan hukum di tulisan penulis berikutnya. Cara tim Mata Najwa atau Najwa Shihab membahas politik dan hukum dengan cara yang berbeda di episode "Negeri Jenaka" memang bukanlah sebagai pedoman. Namun, episode itu menjadi salah satu "batu loncatan" untuk berkreasi membahas politik dan hukum melalui multimedia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun