"huahahahaha, hahahahaha, wkkwwkk" byyyaaarrr, meledaklah tawa para penonton acara Mata Najwa ketika Lies Hartono dihadirkan dalam acara itu. Pelawak yang biasa dipanggil Cak Lontong itu tumbenmenghadiri talkshow"sekelas" Mata Najwa karena biasanya manggung di acara Indonesia Lawak Klub atau sekarang di sebuah acara teka-teki lawakan di salah satu stasiun televisi.Â
Acara-acara itu memang didesain untuk memunculkan makna-makna tersirat dalam "menyentil" dunia perpolitikan Indonesia dengan debat-debat lawakan yang sebenarnya bertujuan untuk mengkritisi dunia politik Indonesia. Cak Lontong pun sering menjadi sorotan dalam acara Indonesia Lawak Klub karena kekhasannya dalam melawak yang menggunakan silogisme-silogisme ala-ala Lontong. Lawakannya memang sering membuat sebal, namun makna tersirat untuk mengkritisi politik sangat kena dan mengundang banyak tawa. Mengapa tim Mata Najwa atau Najwa Shihab tertarik mengundang Cak Lontong?
    Najwa Shihab sangat senang mengkritisi dunia politik, terutama di Indonesia. Ia selalu mengundang tokoh-tokoh politik yang dianggapnya "bermasalah" maupun yang "tidak bermasalah". Ia sangat pintar memancing jawaban-jawaban dari tokoh-tokoh politik itu agar para penonton bisa berspekulasi untuk menilai secara pribadi mengenai tokoh politik yang sedang diajak berbincang. Perbincangannya selalu tersurat, selalu menanyakan secara gamblang tentang masalah-masalah yang menyerempet narasumber untuk mengkritisi dunia politik Indonesia. Ia memberikan hal-hal tersirat hanya di akhir acara saja atau di bagian "Catatan Najwa". Berbeda dengan Cak Lontong, ia selalu menggunakan bahasa-bahasa tersirat dalam mengkritisi dunia politik Indonesia. Bagaimana bisa orang yang sering mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan tersurat mengundang narasumber yang sering berbahasa tersirat?
     Ada kalanya serius, ada kalanya melawak, ada kalanya makna disampaikan tersurat, ada kalanya makna disampaikan tersirat, dan ada kalanya semua dijadikan satu. Penulis berpendapat bahwa bahasan politik dan hukum dalam multimedia sama seperti definisi multimedia itu sendiri. Jika multimedia adalah beragam media yang bisa dikombinasikan menjadi satu, bahasan politik dan hukum dalam multimedia juga beragam cara yang bisa dikombinasikan menjadi satu untuk membahas suatu isu politik dan hukum. Episode Mata Najwa "Negeri Jenaka" bisa menjadi salah satu contohnya. Cara Najwa Shihab yang mengkritisi politik dan hukum dengan cara yang tersurat dan memberikan seberondong pertanyaan bagi tokoh politik dikombinasikan dengan cara Cak Lontong yang mengkritisi politik dan hukum dengan cara yang tersurat dan menggunakan bahasa-bahasa silogisme yang khas. Najwa Shihab pun juga mengerti kapasitasnya sebagai pewawancara sehingga bisa mengimbangi narasumbernya yang penuh dengan dalih-dalih lawakannya. Kuncinya memang ada di Najwa sebagai pembawa acara. Ia bisa membawa diri agar tidak terus melontarkan pertanyaan-pertanyaan sama seperti pertanyaan kepada para tokoh politik sehingga Cak Lontong pun juga bisa membawa diri agar tetap mengikuti pertanyaan Najwa namun tidak melupakan kekhasannya.
      Tulisan ini untuk mengawali bahasan-bahasan politik dan hukum di tulisan penulis berikutnya. Cara tim Mata Najwa atau Najwa Shihab membahas politik dan hukum dengan cara yang berbeda di episode "Negeri Jenaka" memang bukanlah sebagai pedoman. Namun, episode itu menjadi salah satu "batu loncatan" untuk berkreasi membahas politik dan hukum melalui multimedia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H