Tulisan ini merupakan sekelumit cerita pengalaman saya bergabung dalam perjalanan kampanye hari pertama capres Jokowi di ujung timur Indonesia, Tanah Papua (5 Juni 2014):
***
"Kalau mencari suara pada Pilpres kali ini, tempatnya adalah di Jawa. Tetapi ini bukan menyangkut masalah suara, tapi menyangkut masalah perhatian yang harus diberikan kepada masyarakat di Papua ke depannya."
[Jokowi, sebagaimana dikutip dalam Cenderawasih Pos, 6 Juni 2014].
***
Jayapura, Rabu 5 Juni 2014. Ini hari pertama kampanye bagi pasangan capres-cawapres yang akan berlaga di Pilpres 9 Juli 2014. Kampanye Capres Jokowi-JK langsung geber di ujung paling timur Indonesia, Papua. "Matahari terbit dari timur, maka kita mengawali kampanye dari ujung timur Indonesia, yaitu tanah Papua", begitu titah Jokowi. Saya adalah salah satu yang 'ketiban sampur' untuk turut dalam rombongan tim Sang Calon Presiden ke-7 tersebut untuk terbang ke bumi Cenderawasih. Perintah datang siang hari, sore harus sudah berangkat. Mendadak memang. Dengan persiapan dan perlengkapan seadanya, kami berangkat. Kami bangga menjalankan tugas ini!
Perjalanan ke Jayapura ditempuh dalam waktu 6-8 jam, tergantung berapa kali transitnya; berangkat dari Jakarta malam sampai Papua esok pagi harinya. Jarak perjalanan Jakarta-Jayapura setara dengan jarak Jakarta-Tokyo. Baru terasa, Indonesia memang negara besar! Dari ujung timur Merauke sampai ujung barat di Sabang sangat luas, panjang dan lebar. Pesawat garuda GA 652 kami mendarat di bandara Sentani, Jayapura sekitar pukul 8 pagi WIT. Butuh transit dua kali bagi si burung besi itu untuk sampai di Jayapura, transit pertama di Denpasar, kedua di Timika.
Tak sempat mandi, tak sempat gosok gigi. Begitu mendarat, kami langsung tancap gas di lapangan. Dengan mobil rentalan bandara - yang disiapkan secara mendadak oleh tim logsitik kampanye - kami berempat menguntiti rombongan mobil kampanye Jokowi yang panjang mengular. Lokasi pertama yang dikunjungi adalah Pasar Phara Sentani. Pasar itu lokasinya tidak jauh dari bandara. Jokowi mengunjungi Pasar Sentani, disambut ratusan pedagang pasar.
Bicara soal kunjungan ke pasar, ini seperti ritual wajib dalam serial 'blusukannya' Jokowi. Kunjungan ke pasar tradisional adalah simbolisasi keberpihakan Jokowi pada pedagang kecil, juga perlawanan terhadap mall. Masih ingat, dalam sebuah acara di Universitas Paramadina bulan Februari lalu, tegas sekali pesan Jokowi. "Anak muda kalau belanja ke Pasar Tanah Abang saja. Ke mall boleh, tapi window shopping saja. Belanjanya tetap di Pasar Tanah Abang", pesannya kepada audiens mahasiswa waktu itu.
Tapi sayang, saya luput moment tersebut. Mobil yang kami tumpangi kebablasan, tancap gas langsung nuju ke arah Jayapura. Kami putar balik, tapi acara kunjungan pasar sudah selesai. Kami bergabung kembali dalam untaian mobil-mobil kampanye menuju taman makam pahlawan di Waena. Lokasinya memang arah perjalanan dari Sentani ke Jayapura. Jokowi menyempatkan mampir sebentar, ia jalan kaki dari jalan raya ke lokasi makam. Komentar beberapa warga, mereka takjub dengan keberanian Jokowi. Lokasi itu jauh dari Jayapura, dikelilingi perbukitan dan cukup rawan penembakan. "Bisa saja, tiba-tiba muncul seseorang dari milisi OPM menembakkan senapan jitunya dari atas perbukitan. Jokowi bisa langsung game over", kata salah seorang warga.
Selesai kunjungan makam, kami melanjutkan perjalanan menuju arah Jayapura. Perjalanan ke pusat kota Jayapura memang cukup jauh, cukup waktu untuk nyempal sebentar dari barisan untuk mampir ke pom bensin. Mampir bukan untuk isi bensin, tetapi mencari toiletnya untuk sekedar cuci muka dan gosok gigi. Dua diantara kami bahkan menyempatkan menjalankan 'ritual paginya', renungan toilet untuk mengusir sesuatu yang harus diusir dari badan. Usai pom bensin, driver kami perintahkan untuk tancap gas kenceng, agar bisa tersambung lagi dengan rombongan. Toh,...mobil yang Jokowi pakai sama dengan yang kupakai, sama-sama Kijang Innova. Artinya, kami tak senjang dalam kecepatan.