Perlu kita ketahui lagi, sebetulnya penyakit kusta tidaklah seburuk stigma yang beredar. Kusta bisa disembuhkan penularannya dengan berobat secara rutin. Kusta hanya bisa menular jika kita melakukan kontak dalam waktu yang lama. Hanya saja stigma yang beredar telah memberikan beban, tidak hanya sekedar medis namun juga beban sosial yang berat. Dari perjalan ini, saya banyak mendapat inspirasi terutama agar masyarakat harus tahu stigmatisasi tentang kusta ini harus dihentikan.
Di sisi lain, pemerintah tampaknya belum serius memberikan perhatian terhadap isu ini. Jika dilihat dari kacamata global, Indonesia menjadi negara ketiga terbesar pengidap kusta, setelah India dan Brazil. Di Indonesia, saat ini ada sekitar 13.000-15.000 penderita kusta. Jika dibandingkan dengan 280 juta jumlah penduduk Indonesia, prosentasenya tampak kecil hanya 0,005%. Namun jangan dilihat dari prosentasi, lihatlah dari apa yang diderita oleh pengidapnya, mereka tidak hanya menderita secara fisik namun lebih berat lagi justru pederitaan sosial.
Di sisi lain, kebijakan asuransi BPJS juga belum berpihak kapada penderita kusta. Orang yang terjangkit kusta masih kesulitan untuk mendapat rujukan untuk dirawat di rumah sakit yang diperuntukan bagi penderita kusta, yang biasanya berada di luar daerahnya. Mereka hanya bisa rawat jalan di Puskesmas terdekat dan jikapun ke rumah sakit kusta maka harus menanggung sendiri biaya. Demikian juga tanggungan untuk pembayaran kaki palsu bagi yang diamputasi, BPJS hanya membayarkan setengah dari pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh rumah sakit untuk pembeliannya.
Ingat, salah satu kewajiban konstitusional Negara (Pemerintah) adalah melindungi segenap warga negara. Pemerintah berkewajiban melindungi setiap warga negara dari penderitaan penyakit kusta. Pemerintah wajib secara serius meng-eradikasi penyakit kusta dari bumi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H