UGM, alumni yang pertama kali saya sambangi adalah Prof. Ichlasul Amal. Dalam tradisi HMI, setelah terpilih sebagai pengurus, biasanya akan dilakukan safari keliling untuk menjumpai alumni-alumninya dalam rangka "sowan" dan meminta nasihat. Waktu itu, Pak Amal (kami biasa memanggilnya demikian) masih menjabat sebagai Rektor UGM, tetapi cara beliau menyambut kedatangan saya dan teman-teman bukan sebagai Rektor melainkan sebagai seorang alumni HMI yang memperlakukan pengurus HMI sebagai adik-adiknya.
Saat baru saja terpilih menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Koodinator KomisariatSaya diterima malam hari di rumahnya yang asri dan ada peliharaan ikan koi yang menyempurnakan kedamaian hati. Pak Amal, dengan bijak memberikan untaian nasihat kepada kami untuk selalu menjaga independensi sebagai aktivis mahasiswa dan tetap terbuka dengan berbagai macam model pemikiran. Kami pulang hampir tengah malam dengan membawa kesan kesederhanaan, kehangatan, dan perhatian dari sosok rektor UGM yang paling pro terhadap mahasiswa.
Penyematan kata "Pro" itu bukan tanpa alasan, sebab Pak Amal adalah salah satu sosok yang selalu mendukung aksi-aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dalam menentang kebijakan-kebijakan penguasa Orde baru yang pada waktu itu telah mencapai titik paling represif. Pak Amal adalah sosok rektor yang jelas menaruh keberpihakannya pada mahasiswa dalam membela nasik rakyat. Maka cukup beralasan jika saya mengatakan Pak Amal turut berperan dalam Gerakan Reformasi 1998 yang berhasil menjatuhkan rezim Orde Baru.
Tidak hanya itu, saat saya aktif di organisasi intra kampus yang bermarkas di Gelanggang Mahasiswa UGM, kami memiliki aspirasi agar UGM memiliki masjid kampus. Zaman itu, UGM sebagai kampus tertua di Indonesia ternyata belum memiliki masjid. Setengah abad lebih umur UGM, shalat Jumat dilakukan di hall lapangan basket gelanggang mahasiswa dengan cara menggelar tikar daun pandan, yang jumlahnya bisa puluhan bahkan ratusan gulungan. Saya adalah salah satu pengurus Seksi Kerohanian Jamaah Shalahuddin, yang tugasnya menggelar tikar sebelum Jumatan dan menggulungnya kembali seusai shalat.
Berpuluh tahun UGM melakukan 'ritual' gelar-gulung tikar tersebut hingga kerinduan untuk membangun Masjid Kampus semakin memuncak. Lalu sekelompok mahasiswa, di mana saya menjadi salah satunya, berusaha menjembatani aspirasi tersebut dengan membentuk FOMAKA (Forum Masjid Kampus) dengan misi utamanya adalah meyakinkan jajaran rektorat untuk bergerak merintis pendirian Masjid Kampus. Pak Amal adalah rektor yang terbuka dengan gagasan baru, beliau tergerak memimpin pendirian masjid kampus UGM.
Di bagian pojok tenggara Kampus UGM terdapat Bong Cina (kuburan Cina) yang tanahnya menyewa dari Tanah Keraton (Sultan Ground). Kebetulan masa sewanya telah habis. Rektor UGM melobi Sultan diizinkan menggunakan tanah bekas kuburan tersebut untuk Masjid. Sultan mengizinkan. Proses pemindahan kerangka jenazah berlangsung dengan dibumbui cerita mistis, yang tidak perlu diceritakan sekarang. Saat yang sama, panitia pendirian Masjid Kampus terus bergerak mencari donasi eksternal kampus untuk pembangunan masjid. Menariknya, salah satu donatur terbesarnya adalah pengusaha Probosutedjo, adik Presiden Suharto yang kemudian kami tumbangkan pada tahun berikutnya.
Dari situ saya melihat peran Pak Amal menjadi krusial sebagai sosok yang 'jembatan'. Di satu sisi Pak Amal menjadi penyokong gerakan mahasiswa mengkritik rezim, di sisi lain Pak Amal juga mampu menunjukkan gaya apiknya berkomunikasi pada penguasa sehingga pembangunan-pembangunan di UGM tetap bisa berjalan lancar.
Hari ini saya mendapat kabar Pak Amal meninggal dunia. Dalam lubuk hati yang paling dalam, saya adalah salah satu yang paling berduka. Kenangan-kenangan atas kebaikannya menjadi hiasan memori selama menempa diri di kampus UGM. Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A. adalah Rektor UGM periode 1998-2002 dan perintis berdirinya Masjid Kampus UGM. Hingga kini masjid itu menjadi amal jariyahnya, yang pahalanya tidak akan terputus meskipun beliau telah tiada. Innalillahi wainna ilaihi rojiun, segalanya milik Allah dan ke haribaan-Nya tempat kembali. Selamat jalan Pak Amal, kami akan mengenang kebaikanmu dan berjanji melanjutkan perjuanganmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H