Saya turut menghadiri acara sunatan massal yang diselenggarakan oleh Gerakan Gadget Sehat @gerakangadgetsehat di Medan pada Sabtu, 18 Februari 2023, yang lalu. Acara yang diselenggarakan di sebuah sekolah yayasn Al-Muhajirin tersebut diikuti oleh sekitar 50 anak yang disunat. Mereka hadir diantar oleh ayah-bundanya. Ada hal yang menarik dari penyelenggaraan sunatan massal ini, selain disunat dan mendapatkan bingkisan, peserta dan orang tua juga mendapatkan edukasi soal penggunaan gadget yang sehat bagi anak.
Di era serba gadget ini, anak juga cenderung mengalami kegandrungan berlebih pada gadget. Sehingga waktu mereka lebih banyak digunakan untuk bermain dengan gadget dibandingkan dengan bermain di luar.
Bermain dengan gadget cenderung mengurangi pergerakan badan dan statis pada posisi tertentu. Pada durasi yang lama maka akan membahayakan kesehatan, menyebabkan tekanan dan penyempitan pada jaringan syaraf terutama pasa tulang belakang dan leher. Keluhannya biasanya mengalami kecepatan kelelahan, kurang konsentrasi, dan cenderung emotionally unstable. Atau pada kondisi yang lebih parah biasanya menyebabkan keluhan sakit berlebih, dengan apa yang sering disebut sebagai saraf kejepit.
Kondisi keluhan di atas biasanya dialami oleh orang yang berumur lebih dari 50 tahun. Namun, sekarang di mana gadget merajalela di kalangan anak, maka keluhan-keluhan seperti cepat lelah, kurang konsentrasi, emosi tak stabil sudah dialami oleh anak-anak muda. Ini membahayakan sekali untuk masa depan bangsa.
Hal-hal di atas yang menjadi alasan kenapa dokter Ridha Darmajaya @profridhadharmajaya menginisiasi Gerakan Gadget Sehat Bersahabat (GaSS) sebagaimana yang saya uraikan di atas. dr. Rida adalah seorang dokter spesialis saraf dan juga profesor di Universitas Sumatera Utara @official.usu. Beliau sadar betul tentang bahaya over-gadget bagi anak-anak untuk kesehatan mereka di masa depan.
"Kita akan mengalami bonus demografi di tahun 2025, tetapi apalah artinya bonus tersebut jika pada tahun itu generasi yang kita dapati adalah generasi yang loyo, tidak konsentrasi dan emosi tak stabil", kata Prof. Ridha.
Terima kasih Prof, sudah menginisiasi gerakan ini. Kita memang perlu lebih banyak akademisi yang mau langsung #turuntangan seperti bapak.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H