Setiap Natal tiba, Tulus merasakan kegembiraan hati tersendiri. Bukan berarti ia ikut merayakan hari tersebut sebagaimana orang-orang beragama tertentu melaksanakannya. Di kolom KTP, Tulus terdaftar sebagai pemeluk agama Islam. Lantas apa yang membuatnya bergembira?
Tulus terlahir di lingkungan masyarakat yang untuk membedakan satu sama lainnya tidak berdasarkan isi kolom agama di KTP. Selain tata cara tersebut kurang efektif untuk menilai kualitas manusia, juga terlalu ribet jika setiap tetangga ia tanya dan cek dulu kolom agama di KTP-nya.
Dalam bermasyarakat, Tulus lebih terbiasa menilai tetangganya berdasarkan hal apa yang mereka lakukan. Kalau ada tetangga yang baik hati, suka menolong, dan sering menyapa, Tulus juga akan mudah bersikap baik padanya. Tak perlu lihat dulu di KTP-nya beragama apa. Sebaliknya kalau ada orang yang pelit, sombong dan pemarah. Pada orang tersebut, Tulus juga akan sungkan menyapanya. Tanpa perlu mengecek KTP-nya dulu.
Pada momen Natal, belakangan ini Tulus selalu mendapat berkah darinya. Ya, minimal ada yang mengantar makanan ke rumahnya. Biasanya, Tulus tak mengenal pasti siapa yang mengantar. Boro-boro untuk mengecek KTP-nya. Masa iya ada orang kasih makanan maunya nanya dulu "kamu siapa, kok ngasih aku ini itu untuk apa? Coba lihat KTP-nya!," iseng amat jadi anggota masyarakat....
Cuma kebetulan aja, Tulus hampir selalu ingat hari yang sedang dijalaninya itu tanggal berapa. Termasuk ketika tanggal 25 Desember. Ia hampir selalu mendapat kiriman makanan tak terduga yang entah dari mana. Setelah melihat kalender, barulah ia ingat "oh, ini hari Natal toh,"
Jadi, mendapat kiriman makanan tak terduga adalah hal yang bisa membuat Tulus bergembira hatinya. Apalagi kalau kiriman itu memang diniatkan dengan ikhlas sebagai tanda berbagi antar tetangga. Tulus akan semakin berempati pada tetangga-tetangganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H