Mohon tunggu...
Cholid Muhamad Yudhanegara
Cholid Muhamad Yudhanegara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memandang Hukuman Mati dalam Prespektif HAM

27 Juni 2024   22:53 Diperbarui: 3 Juli 2024   09:12 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki oleh manusia. Hak asasi manusia memiliki 2 sifat yaitu derogable right dan non-derogable right yang dimana derogable right adalah hak yang dapat dikurangi pemenuhannya oleh negara dalam kondisi tertentu, non-derogable right adalah hak yang tidak dapat dikurangi pemenuhannya oleh negara dalam kondisi apapun karena hak tersebut melekat kepada pemiliknya.

Rumusan Hak Asasi Manusia telah tertuang pada UDHR (Universal Declaration of Human Right) yang di rancang oleh komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa- Bangsa, apparat ECOSOC (Economic and Social Council) Bersama 18 anggota komisi. Hasil rumusan DUHAM disampaikan pada forum sidang umum PBB ditanggal 10 Desember 1948, pada sidang tersebut dihadiri 58 negara dan DUHAM disetujui oleh 48 negara. Karena disetujui oleh mayoritas maka Majelis Umum PBB mengesahkan dan mengumumkan DUHAM pada resolusi 217 A (III).

Diluar itu Majelis Umum PBB meminta Komisi HAM PBB untuk merancang kovenan hak sipil dan politik yang berbuah hasil ICCPR (International Covenant on Civil Political Right) dan Optional Protocol ICCPR pada 16 Desember 1966 dan berlaku pada 23 Maret 1976. Indonesia adalah salah satu negara yang tidak meratifikasi Optional Protocol I dan II, dalam Optional Protocol II negara diwajibkan untuk menghapuskan hukuman mati dibawah yurisdiksinya. Namun, Indonesia sampai sekarang masih menerapkan hukuman mati dalam sistem undang-undangnya.

Berdasarkan kovenan tersebut maka Indonesia bukanlah negara yang melanggar kovenan maupun negara pelanggar HAM. Setiap negara memiliki kondisi sosial dan politik yang berbeda, Indonesia melihat negaranya belum siap untuk menghapuskan hukuman mati karena dianggap masih dibutuhkan dan masih berperan untuk prefentif maupun represif tindak kriminal di Indonesia. Selain itu, Optional Protocol tidaklah wajib diratifikasi oleh semua negara. Hanya negara yang merasa negaranya tepat yang meratifikasi Optional Protocol itu.

Dalam prespektif sosial, hukuman mati adalah moral yang harus ditegakkan disaat sanksi-sanksi lain tidak menyelesaikan atau tidak memberi dampak dalam kejahatan. Harapan utama dari hukuman mati adalah untuk menghentikan kejahatan luar biasa dan kejahatan yang keberlanjutan. Disaat sanksi-sanksi lain kurang berdampak kepada penjahat maka hukuman mati adalah jalan untuk mengatasi hal tersebut.

Mengenal Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik | ICJR. (n.d.). https://icjr.or.id/mengenal-kovenan-internasional-hak-sipil-dan-politik/

Nailufar, N. N. (2022, January 31). Sejarah dan Isi Deklarasi Universal HAM. KOMPAS.com. https://nasional.kompas.com/read/2022/02/01/03000011/sejarah-dan-isi-deklarasi-universal-ham-#:~:text=Dari%2058%20negara%20perwakilan%20dalam%20sidang%20tersebut%2C%2048,International%20Bill%20of%20Human%20Rights%20dideklarasikan%20menjadi%20DUHAM.Instagram Cholid Muhamad Yudhanegara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun