Setelah anjuran agar anggota kabinet tidak bepergian keluar Jakarta di keluarkan, ahirnya resuffle kabinet pun dilaksanakan pada Rabu 27 Juli 2016. Dan seperti yang sudah diduga dan diprasangkakan, ahirnya “pelantun” Matahari memang tidak boleh dua itu lengser keprabon bersama seterunya di Blok Masela, Sudirman Said.
Kedua tokoh penting ini memang sangat menarik perhatian karena kehadiran mereka di posisi penting itu sarat dengan kepentingan dari pihak-pihak yang berkepentingan dan kepentingan pribadi mereka sebagai orang penting! Kedua tokoh penting ini berhasil memerankan peranan dan tugas mereka dengan brilian, dan sangat memuaskan kepentingan pimpinan mereka.
Akan tetapi, 'tidak ada gading yang tidak retak'. Posisi dan kapabilitas mereka itu terkadang membuat mereka dalam seketika berubah menjadi 'matahari' yang sering 'menyilaukan' orang lain, sehingga akhirnya menimbulkan kegaduhan dalam internal rumah tangga.
Selain mengganggu kinerja, kegaduhan itu juga terasa kurang etis dilihat pihak-pihak luar.
Padahal etos kerja dari Sang Pemimpin adalah kerja dan kerja. Kalau ada sekiranya kebijakan yang saling bentrok, ya mbok 'bisik-bisik' saja dulu mencari solusinya agar tidak mengganggu kenyamanan anggota keluarga. Kalau masih terasa susah, dapat dirundingkan dengan Menko atau dibawakan dalam rapat kabinet.
Masalah Freeport dan Blok Masela menjadi ajang 'kegaduhan' kedua orang penting ini. Konon katanya pergaduhan ini adalah representasi dari pihak-pihak yang lebih penting lagi. Ahirnya kegaduhan ini dimenangkan oleh Rizal Ramli, sambil berkata, “Matahari memang tidak boleh ada dua...” sedangkan pihak yang 'tersilaukan' tidak mampu lagi menghadirkan daya magisnya sampai ahirnya lengser keprabon.
***
Masalah dwelling-time di pelabuhan Tanjung Priok menjadi ajang pertarungan berikutnya bagi Rizal Ramli ketika berhadapan dengan Dirut Pelindo dan juga Menteri BUMN.
Lino, Dirut Pelindo ahirnya tergerus kasus korupsi. Akan tetapi masalah dwelling-time tidak juga teratasi seperti yang digaung-gaungkan Rizal Ramli semula. Agaknya Rizal Ramli kurang jeli menganalisa data-data kepelabuhanan, sehingga miss-calculation.
Misinya untuk 'menggoyang' menteri BUMN dalam isu Pelindo dan pembelian pesawat Garuda, tidak menggoyahkan kedudukan sang menteri di hadapan presiden, walaupun Rizal Ramli sudah dibantu 'cekalan' anggota DPR terhadap menteri BUMN. Dalam isu Pelindo dan menteri BUMN, Rizal Ramli ahirnya mendapat nilai rapor jelek, yang mana hal itu sempat membuatnya menjadi sedikit pendiam.
Rizal Ramli ahirnya mendapat PR baru dari presiden, untuk mencarikan solusi terbaik atas segala kegaduhan yang terjadi pada proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta, dengan kata kunci, pulau reklamasi tersebut akan diintegrasikan dengan Proyek Garuda, atau National Capital Integrated Costal Development (NCICD)