Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan terus melakukan serangan sporadis guna menekan harga daging sapi agar stabil dikisaran Rp 80.000/kg. Kita layak bertanya, Apa sebenarnya yang ingin “dicari” Pemerintah dalam mengatur kebijakan daging sapi ini. Daging sapi bukanlah beras, gula, terigu atau BBM yang fluktuasi harganya langsung berdampak besar bagi masyarakat.
Kelihatannya Pemerintah lebih tertarik untuk “mencari Empati dari masyarakat” yaitu dengan menyediakan harga daging sapi yang murah, tepat pada Ramadan ini! Jadi beleid kebijakan ini murni hanya paket kebijakan stimulus psikologis saja, bukan Paket ketahanan dan kedaulatan daging sapi yang berkesinambungan. Setelah Ramadan, pemerintah akan membiarkan harga daging sapi mengikuti kebijakan pasar.
Akan tetapi paket kebijakan ini adalah “Paket Jauh panggang dari api” bak gayung tak bersambut, paket ini ditanggapi dengan dingin oleh masyarakat, karena daging sapi bukanlah kebutuhan primer masyarakat! Kalaupun pemerintah menjual daging sapi Rp 60.000/kg, hal itu tidak akan langsung membuat masyarakat menyerbu daging sapi!
Harga Pasar adalah harga yang terbentuk oleh sinkronisasi antara permintaan dan penawaran. Harga keramat Rp 80.000/kg adalah harga konsep untuk kepentingan konsumen semata, dengan mengabaikan kepentingan peternak. Pedagang tidak pernah merugi! Pedagang adalah pihak yang mengambil komisi dari setiap transaksi dagang, terlepas dari tinggi rendahnya harga komoditas yang diperdagangkan. Padahal Harga Ideal itu, harus bisa mengakomodir kepentingan tiga pihak yang terlibat tersebut agar terjadi harga yang harmonis.
Sebelum isu impor daging sapi mencuat, adakah sinyalemen permainan daging sapi? Sama sekali tidak! Harga daging sapi sudah lama bertahan diatas Rp 100.000/kg, dan itu adalah harga keekonomian! Harga pembelian daging sapi hidup dari peternak sudah berkisar Rp 45.000/kg. Ditambah biaya transpor dan keuntungan, harga tersebut memang sudah pas.
Kalau pemerintah kemudian menyerbu pasar dengan daging sapi impor dengan harga Rp 80.000/kg, lantas apakah yang akan terjadi?
Akankah penjual daging sapi di pasar membeli daging sapi dari bandar Rp 88.000/kg, kemudian dia mengeluarkan biaya operasional harian Rp 100.000/hari, lalu menjual daging sapi plus senyum manis terbaiknya sebesar Rp 80.000/kg ke masyarakat? Sebelum Idul Fitri, pastilah sipenjual daging sapi tersebut akan “membakar” lapak daging sapinya di pasar tersebut!
Setiap tindakan selalu berdampak, baik atau buruk, dan menimbulkan efek yang berantai. Untuk itu kita tidak boleh mengabaikan keseimbangan. Kita tidak boleh menguntungkan satu pihak dengan merugikan pihak yang lain. Justru disitulah peran Pemerintah sebagai regulator yang mampu mengatur keseimbangan yang menguntungkan bagi semua pihak.
Mari kita telusuri siapa-siapa saja yang berkepentingan dalambisnis daging sapi ini.
Peternak
Biaya terbesar dari peternakan sapi adalah pengadaan bakalan atau anakan sapi. Bagi peternakan sapi besar, biaya pakan dan perawatan sapi juga cukup besar, karena sapi berada di dalam kandang. sedangkan bagi masyarakat pemelihara satu-dua ekor sapi, dengan mulai terbatasnya lahan rumput, terpaksa harus disikapi dengan membeli pakan sapi subsitusi.